Langsung ke konten utama

Postingan

TUGU LANCIP, icon BOBOTSARI

​ Bobotsari. Tapi tak banyak yang saya kenal dari tempat ini. Selain Bakso Tukiman, Terminal Bobotsari serta Tugu Lancip. Dan tugu kembar di Jalan Andong Sinawi lah yang secara khusus menarik perhatian saya. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Tugu Lancip Bobotsari berada di ruas jalan Bobotsari - Karang Reja. Berada di kanan-kiri jalan utama. Serupa gapura. Ya, gapura menuju titik akhir dari perjalanan hasil panenan sistem tanam paksa di utara Purbalingga. Tanam paksa ? " Jadi kerugian akibat perang Diponegoro dan ditambah sisa hutang VOC, membuat pemerintahan Hindia Belanda memberlakukan tanam paksa. Yang ditanam adalah yang laku dijual di pasar internasional. Lada, kopi, kina, hingga teh. Dan saat itu, Purbalingga kebagian teh dan kopi yang banyak ditanam di wilayah utara ", kata Mas Moko, salah seorang guru sejarah di SMP N 2 Purbalingga. (Maaf, maaf, maaf.. saya lupa nama lengkap Mas Moko) Hasil perkebunan itu diantar ke Bobotsari untuk kemudian jadi komod

Mengintip saja di Watu Lawang Kalapacung

Sore itu teramat mendung. Namun lagi-lagi beginilah ketika keinginan mbolang muncul. Gayung bersambut, seorang kawan menawari jalan-jalan ke desa Kalapacung, Bobotsari. “ Ada Watu Lawang lho Mbak disana ”, katanya. Okay, kita kesana. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Sungguh saya tak punya gambaran apapun tentang tempat ini. Beberapa sms masuk hanya mengatakan : lokasinya sulit ( hmmm ), angker ( halaaaahh …), atau bahkan “ kamu mau minta nomor ya ?”. Iyyyyeeess, yang terakhir ini sebenarnya sudah biasa banget ditanyakan saat saya main-main ke petilasan atau yang serupa. Sudahlah, monggo kerso. Lebih baik segera ganti alas kaki untuk menuju ke watu lawang. Ya, saya disarankan mengenakan sandal jepit setelah hujan mengguyur deras desa Kalapacung. Karena untuk menuju Watu Lawang, kita harus melewati areal perkebunan dan semak rimbun yang naik turun. Mirip perbukitan namun cukup landai. Arahan penduduk setempat memang sepatutnya jadi acuan saat main-main model begini. Bertiga, kami men

Belajar pada Alam di Rintisan Agrowisata Giri Badhra

November ini harusnya saya sudah di Giri Badhra lagi. Menengok pepaya California yang mulai matang. Pepaya hasil penanaman dengan teknik toping yang membuat Romo disebut sinting. Ach !! • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Lokastithi Giri Badhra bukanl ah tempat baru bagi saya. Empat tahunan yang lalu, untuk sebuah proses "liputan" sejarah, saya berjam-jam di tempat ini. Memunguti rentetan informasi yang disampaikan Romo Hariyadi dengan sabar. Kali ini kedatangan saya ke museum yang berlokasi di dusun Pangubonan, desa Cipaku berbeda. Bukan lagi sekedar belajar ilmu leluhur, namun belajar bagaimana Romo dan Pak Suroso menerapkannya dalam aktivitas bertani. Lik Roso, begitu Suroso biasa dipanggil, memang bertanggung jawab penuh pada lahan pertanian di Giri Bahdra ini. Terhitung April 2016, lahan yang berada di belakang Situs Watu Tulis Cipaku ini ditanami bibit pepaya California. Dengan sistem toping. " Ini sistem yang bikin Romo disebut wong edan sama orang-or

Kudapan Khas Siwarak untuk bulan SURA

Sura hampir berakhir. Tapi banyak moment yang tidak bisa saya lupa. Jelang bulan baru tahun Jawa kali ini istimewa buat saya. Salah satunya adalah karena bisa melihat langsung produksi kudapan khas dodol kelapa muda, manisan pepaya dan manisan cermai di desa Siwarak. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Uap hangat beraroma legit mengajak kami berlarian menuju dapur Suwarti. Rumahnya tak jauh dari pintu masuk Objek Wisata Gua Lawa. Di dapurnya tampak aktivitas yang padat. Ada yang tengah mengupas kelapa, mengaduk adonan dodol, mengolah manisan hingga mengemas kudapan-kudapan ini. Target Suwarti adalah menjualnya untuk bulan Sura. " Sejak awal produksi kami sudah membuat ini khusus untuk Sura, Maulud juga Khau l", kata Suwarti. Dodol dan manisannya banyak diminati menjadi oleh-oleh khas di Pemalang, Tegal hingga Cirebon. " Kalau njenengan ke makam Sunan Jati di Cirebon, ya salah satunya itu ada manisan buatan kami ", tambah perempuan yang memulai usahanya di

NJELIR, HUJAN dan KALIAN siang itu

Hujan bukan alasan menghentikan langkah kami menyusuri setapak tanah di perbukitan setinggi 1000 mdpl ini. Bukit dengan panorama indah yang pertama kali mengenalkan wisata sunrise di Purbalingga. Njelir . • Oleh : Anita W.R • Perjalanan di akhir September lalu ini membawa banyak "tugas". Review ini tak hanya milik saya pribadi seperti sebelumnya. Karena dalam perjalanan ini saya bersama rekan-rekan sekantor. Treking ke Njelir kali ini kami diarahkan melalui rute dari Gardu Jaga VOC di Siwarak. Menurut ketua Pokdarwis Lawa Mandiri, mas Tomz Bae, jalur ini lebih save untuk team kami yang didominasi ibu-ibu. Eh ?? Pilihan lainnya adalah berangkat dari Gua Lawa menuju Gardu Pandang dan lalu Puncak Njelir. Namun rute ini konon tanjakannya cukup ekstrem. Satu lagi, jalur baru tengah digagas. Kabarnya cukup memakan waktu 10 menit saja mencapai puncak. Rute khusus nge-trill. " Jadi nantinya pengunjung bisa sewa motor untuk sampai beberapa meter dari puncaknya in