Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Diary

Tentang 9 Maret

9 Maret belum lama berlalu. Namun timeline saya kali ini sepi dari ucapan “Selamat Hari Musik Nasional”. Nyangkut di tenggorokan-kah kalimat ini ? Atau justru bingung. Tak tau harus bahagia atau nelangsa dengan bermacam karya yang wara-wiri di radio, TV atau portal download gratisan belakangan ini ? Eh, siapa saya kok sok-sok-an ngomongin musik. Musisi bukan, pemerhati musik bukan, wartawan musik juga bukan. Lalu ? Saya hanya ingin berbagi sesuatu yang cukup mengganggu pikiran. Saya ingat betul, bahwa saya baru mengenal lagu dewasa saat berseragam putih biru. Sejak itulah kami ( saya & teman satu genk ) gegayaan ngefans solois atau grup Manca. Tujuannya biar dicap jago pelajaran Bahasa Inggris-nya. Okay, lagipula saat itu saya merasa bingung dengan nama-nama grup yang muncul dari dalam negeri. Karena sebagian besar masih merupakan favorit Pakle-Bulek. Mosok ngefansnya samaan orang tua. Mosok harus ikutan mereka koor “Kamulah satu-satunya,..” . Tau sendiri kan ABG labi...

Mendengar Hebohnya Bebatuan Klawing, Saya Jadi Ingat,........

Belakangan ini orang-orang heboh ngomongin batu klawing. Bahkan anak-anak SD pun ikut keranjingan menyusuri sungai hanya untuk mendapatkah sebongkah batuan unik khas dengan motif dan warna-warninya yang cantik. Dan seperti terhipnotis tren, saya pun iseng ikutan memajang di sosmed beberapa koleksi milik teman-teman sekantor yang memang tengah gila batu klawing. Hasilnya ? Meski hanya like this yang terbaca, namun saya tau satu dua barang sudah berpindah kepemilikan dengan harga yang mencengangkan.  Kalau tidak salah ini yang disebut Nogosui atau Batuan Darah Kristus                                           Nah, seketika saya pun teringat. Tiga tahunan lalu, saya sempat “ main-main ” ke Limbasari bersama seorang teman jurnalis (halo mba Engky) dan seorang arkeolog (...

Mencari Rasa Dari Secangkir Kopi

Kopi instan. Mendengar ini yang saya pikirkan adalah : minuman berwarna cokelat muda dengan aroma campuran susu, kopi, cokelat. Bukan sebuah minuman favorit. Eits,.... Ralat. Tepatnya sudah bukan lagi favorit. Belasan tahun silam,   saat masih berseragam putih abu-abu kopi isntan adalah pelengkap untuk dicap keren. Tentu saja selain harus menjadi pengurus OSIS, anak band, dan bisa main basket. Dan stempel keren itulah yang membuat saya akrab dengan kopi instan. Bahkan sampai memasuki dunia kerja. (gambar diambil dari sini) Jangan pernah mengartikan semua kebiasaan itu membuat saya menjadi penggila kopi. Tidak. Saya meminumnya hanya ketika menginginkannya. Bisa jadi setiap hari, dua kali sehari atau bahkan sebulan sekali. Ikut mood saja. Tujuannya adalah biar saya mendapatkan rasa seperti yang tertera dalam bungkus sachetnya. Karena buat saya, sebenarnya semua rasa kopi instan adalah sama. Paling hanya tingkat manisnya saja yang sedikit berbeda. Itupun tipis. Emmm, ini...

Anggap Saja Tanpa Judul

Sok sibuknya saya beberapa hari terakhir ini bikin saya lupa jadwal posting. Hahaha. Tapi dua foto ini jadi membuat saya bersemangat untuk kembali menulis besok-besok (sesuk atau suk kapan ya? hihi ). Ini adalah salah satu view favorit saya saat sedang dalam perjalanan ke Semarang. Saya tidak paham, ini Sindoro atau Sumbing, yang jelas i love it. (Dan ini jadi semacam amunisi untuk saya menunggu jadwal posting berikutnya). Semoga saya tidak sok sibuk lagi ya,...

NYUWUN AGUNGING PANGAKSAMI

Satu hal yang saya tunggu-tunggu dari Lebaran adalah “SUNGKEMAN”. Yes, selain plong karena (pada akhirnya) mampu juga mengungkapkan segala perasaan bersalah pada orangtua, rasa dag-dig-dug belibet salah ngomong pun pasti menghampiri.  Di keluarga inti, usai melaksanakan Sholat Ied, maka sungkeman perlu dilaksanakan sebelum sarapan menu Lebaran & bersilaturahmi ke tetangga. Yang seru adalah kami harus menggunakan bahasa Jawa krama. Yeah. Jadilah sejak semalam sebelumnya kami kerap menghapal terlebih dahulu naskah sungkeman dari masa ke masa. Hahaha. Seperti ini : “Bapak / Ibu’/ Embah, kulo ngaturaken sembah sungkem, sedoyo lepat nyuwun agunging pangapunten” . Hihihi, meski sudah merupakan mantra menahun, namun bagi sebagian keluarga yang (mayoritas) tinggal di luar JaTeng hal ini sangatlah merepotkan. So, mereka akan sungkeman dengan berkata “$#^&**&*&^%^^%^$#....pangapunten” . Wuiih,.. apa ya afdol ? Hehe. Makanya, sangat tidak mengherankan jika setiap ...