Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Kuliner

Setup Nanas Kemasan a la Siwarak

Pada dasarnya saya menyukai masakan rumah. Namun belakangan ini minta  dimasakin  adalah hal yang sangat sulit. Apalagi kalau bentuknya  segeran . Untunglah, meski tak  miara  Doraemon, saya dengan mudah bisa menyantap setup favorit tanpa perlu  ngeberantakin  dapur. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Buah dan rempah adalah padanan menyenangkan yang selalu membawa saya serasa pulang. Wanginya setup saat airnya baru mendidih menjadi pengharum ruangan paling aromatik yang saya akrabi sedari kecil. Saya sadar, kenangan memang tak akan terganti. Namun ijinkan saya tetap menikmati semangkuk kecil setup nanas saat saya tak dirumah. Oleh-oleh Khas Siwarak Purbalingga kota memang bukan sentra nanas. Tapi bagian utara sana, di Siwarak khususnya, malah punya kebun nanas. Menyenangkannya lagi, nanas itu dikemas dalam berbagai varian penganan enak. Dodol, jus, nata de coco, sambal dan saus nanas serta yang saya kangenin : setup. Info lengkap dan pemesanan mangga dapat ...

DAMN ! I LOVE #NasiGorengDunia

Hujan terus mengguyur Purwokerto sesorean itu. Namun celoteh riang dari meja sebelah seolah tak mau kalah dari deru air. "Aku Thailand", gemas salah seorang. "Eh, merah putih hijau ini mana ya?", kata lainnya. Bendera mini diatas nasi goreng yang masih mengepul itu sejurus kemudian mengisi memory di gawai masing-masing. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Thanks to Iqbal Fahmi Sayapun tak ingin terlewat. Ditengah menanti sang chef keluar, sembari swafoto saya mulai mereka-reka rencana menu apa yang dipilih. Ya #NasiGorengDunia season 3 ini sama seperti yang ada di depan Gelora Guntur Darjono Purbalingga. Menawarkan nasi goreng dengan dominasi gurih ataupun manis khas berbagai negara. "Sudah pernah mencoba Nasi Goreng Dunia sebelumnya ?", tanya salah satu owner, Iqbal bin Majid. Sahabat yang juga rekan satu perjuangan, Lukman "Bagus Permana" menggeleng. Sementara saya memilih diam, karena hanya Mexico dan Thailand yang pernah saya coba di Purbalin...

Kudapan Khas Siwarak untuk bulan SURA

Sura hampir berakhir. Tapi banyak moment yang tidak bisa saya lupa. Jelang bulan baru tahun Jawa kali ini istimewa buat saya. Salah satunya adalah karena bisa melihat langsung produksi kudapan khas dodol kelapa muda, manisan pepaya dan manisan cermai di desa Siwarak. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Uap hangat beraroma legit mengajak kami berlarian menuju dapur Suwarti. Rumahnya tak jauh dari pintu masuk Objek Wisata Gua Lawa. Di dapurnya tampak aktivitas yang padat. Ada yang tengah mengupas kelapa, mengaduk adonan dodol, mengolah manisan hingga mengemas kudapan-kudapan ini. Target Suwarti adalah menjualnya untuk bulan Sura. "Sejak awal produksi kami sudah membuat ini khusus untuk Sura, Maulud juga Khaul", kata Suwarti. Dodol dan manisannya banyak diminati menjadi oleh-oleh khas di Pemalang, Tegal hingga Cirebon. "Kalau njenengan ke makam Sunan Jati di Cirebon, ya salah satunya itu ada manisan buatan kami", tambah perempuan yang memulai usahanya di tahun 1987 ini...

Sega Bonjapi

Siang itu, satu bulan sebelum Ramadhan 1437 Hijriyah. Ajakan dari Bidang Kominfo Dinhubkominfo Purbalingga ini jelas sayang untuk diabaikan. Mengunjungi Desa Wisata Kaliori, kecamatan Karang Anyar. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Foto oleh : Amir Sinangga Perjalanan ke utara memang selalu menghadirkan hamparan sawah dihadapan kami. Belum lagi di kejauhan barisan bukit tampak menjulang. Ah, tahu begini saya membawa koleksi CD Barong Nusantara dan memutarkan Pulang Kampung pada sessi menunggu di pinggir sawah. Menunggu di pinggir sawah ini bukan leha-leha. Melainkan hasil musabab antrean kendaraan pada badan jalan yang putus menuju Kaliori. Padahal perjalanan masih cukup jauh. (Semoga jalan sudah diperbaiki sekarang).   Beruntung tidak banyak jalan besar di wilayah pedesaan. Tak perlu takut tersasar. Dengan keyakinan mengikuti satu jalan lurus, pastilah kita akan menemukan Balai Desa. Target pertama setiap kunjungan resmi (baca : kedinasan). Dari sini, saya bisa melihat baga...

Dan sayapun nge-HANG

Ditengah menjamurnya varian kopi di Purbalingga, seorang kawan menawari mencicipi tamarine tea. Lama tak menyesap teh, menjadikan aroma rindu menguap dari seduhannya. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Foto menu oleh Bangkit Wismo Tamarine tea, menjadi menu perkenalan saya dengan HangOut Bistro Purbalingga. Tempat makan baru di Purbalingga. Yang bukan hanya menawarkan menu racikan chef pilihan, namun suasana vintage nan hangat. Ah, bisa dibayangkan bukan bagaimana nikmatnya menyeruput teh hangat ini sembari menyimak alunan suara Nona Sari yang mendayu dalam Kisah di Selatan Jakarta ? Belum lagi ada deretan novel lawas semacam ACI yang bisa kita baca sembari menikmati menu-nya. Suka. • Menu • Tamarine tea hanya salah satu beverage yang disajikan disini. Yang paling difavoritkan pengunjung adalah Pertalite 149, Coco Smooth, Red Sky, Watermelon Lemonade serta Es Rastafara. Ini adalah Es Rastafara dan Keset Gurih. Rasta nggak harus merah kuning hijau kan ? Paduan warna-warni yang s...

BAKMI JAWA PAK SUNAR PURBALINGGA, NYEMEK NYLEKAMIN

Berbicara bakmi, maka publik Purbalingga mengenal nama Bakmi Jawa Pak Sunar yang telah melegenda. Sejak puluhan tahun silam, citarasanya tetap bertahan. Tak berlebihan rasanya jika bakmi nyemek ini disebut sebagai salah satu khase wong Purbalingga. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Aroma khas arang yang dibakar menyambut siapapun yang masuk di kedai ini. Seorang perempuan sedang sibuk membuat pesanan bakmi. Sembari memasak di atas tungku, ia tak segan-segan mengajak ngobrol mereka yang datang. Hingga tak terasa bakmi dengan potongan daging ini siap disantap. Di kedai utara Masjid Agung Darussalam Purbalingga inilah, Dwi Eni Setyowati melanjutkan usaha kakeknya yang telah dikenal luas di Purbalingga, Pak Sunar. Malam itu, sisa gerimis seharian membuat kuliner hangat menjadi pilihan paling dicari. Bakmi nyemek dengan panas yang awet ini, salah satu alternatif ciamik. Apalagi kita bisa request sesuai selera. " Ada lho Mba yang pernah minta telurnya lima. Sampai mie-nya nggak ke...

NIKMATNYA MENU NOSTALGIA "LERI"

Warung makan tua di pusat kota ini menawarkan menu istimewa. Yaitu : Nostalgia.  Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Diantara lelah berlarian mencari segala kebutuhan di pusat perbelanjaan, sempatkanlah mengisi perut dengan menu utama terik sapi a la Warung Makan Leri. Terletak di jalur provinsi Jalan Jendral Sudirman, Leri telah beroperasi sejak 1936. Lokasinya memang sedikit tersembunyi. Namun sebuah etalase kayu kuno menjadi penandanya. Disinilah deretan menu masterpiece disajikan. Terik (opor kuning) Sapi, Bedhelan (sayur tempe kuah dengan ciri khas cabai hanya dibelah atau dibedhel), Jangan Endhog (telur kuah pedas), Jangan Tahu (tahu kuah pedas), Jangan Garing (kering tempe), Rempeyek hingga Bubur Sum-sum. Siang itu, saya dan seorang teman janjian makan disana. "Bubur Sumsum aja ya, tanggal tua nih", kata saya. Oh iya, kita memang perlu merogoh kantong lebih dalam untuk menikmati menu-menu disini. Selain lezat, menunya juga bebas MSG. Jadi sebanding kok. Seorang perempuan...

BERBURU KAMIR DI KAMPUNG ARAB

Hmmmm... Aroma harum adonan kue yang masih panas menyeruak dari sebuah rumah di dalam gang sana. Tanpa perlu ribet bertanya lagi, saya yakin pasti itulah tempatnya. Kamir “Cap Mawar” Ibu Chamidah, Pemalang. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Kamir, bukanlah penganan yang asing bagi kita. Penjual jajan keleman sering membawanya. Ciri khasnya yang empuk dengan citarasa manis terasa pas menjadi penggajal perut saat lupa belum makan berat. Kamir identik dengan Pemalang. Penganan khas yang diperkenalkan warga keturunan Arab. Tak hanya di Arab, konon di Yaman pun makanan sejenis kamir ini ada. Namanya Bakhmri. Bedanya terletak pada bentuknya yang tidak bulat melainkan segitiga dengan rasa rempah yang kental. ​   Kamir diproduksi oleh keturunan Arab yang menempati wilayah tersebut sejak bertahun-tahun. Sehingga tak heran ya, jika kemudian ada "Kampung Arab"Mulyo Harjo. Banyak serupa bangunan tua di tempat ini. (Atau memang demikian). Dan Kamir Cap Mawar Bu Chamidah pun mendiami salah...

COKELAT JEJAMUAN, RADENTA

Jika ada yang menawari saya cokelat batangan, otomatis saya sih yes. Kalau dicampur kayu manis ? Jelas mengangguk terus macam minimka. Kalau dicampur jamu ? Tik tok tik tok. Jangan bilang "tidak" dulu ya. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Cokelat jejamuan. Itulah yang ditawarkan Radenta. Pesona dua kutub budaya yang berbeda. Cokelat batangan yang selama ini kita kenal memang tak hanya menawarkan rasa originalnya saja yang lumer di mulut. Tapi juga sudah dengan toping atau filling terutama nuts dan buah kering macam raisin. Nah sekarang coba deh kita nikmati cokelat batangan yang sudah kita kenal tapi dengan filling jamu. Weeew !! Jamu ? Iya jamu. Kayak kunyit asam, beras kencur atau jamu pahit temulawak itu. Aneh ? "Awalnya pasti iya lah ngerasa aneh. Apalagi waktu proses bikinnya dulu. Saya sampai kasian sama yang cicip", kenang Mareta Ramadhani saat bertemu di sebuah kantor media beberapa waktu lalu. Mareta ini founder Cokelat Radenta. Cokelat Jejamuan ini bisa dis...

Aku, Kamu dan Kopi Kita di Espede Cafe

Aroma pahit berbaur jeruk khas Kopi Kintamani menyeruak dari kepulan asap di cangkir yang tengah tersaji. Yang bikin surprise adalah saya menikmatinya di kota sendiri. Tepatnya Espede Cafe Purbalingga.  Oleh : Anita Wiryo Rahardjo & Ery Andini Saya cukup diuntungkan sebagai warga pusat kota Purbalingga. Akses mudah berkenalan dengan tren, walau pada dasarnya saya bukan anak gaul. Termasuk cafe baru yang memasang tagline "Aku, Kamu dan Kopi Kita". Jujur saja, susunan kata yang nampang di salah satu sudutnya inilah yang membawa saya bergegas menuju Espede Cafe di Jalan Letkol Isdiman no. 17 seberang Rumah Bersalin Panti Nugroho Purbalingga. Kalimat yang secara refleks mengingatkan saya pada salah satu karya pribadi dalam bentuk audio stories yang ditayangkan sebuah media lokal, "Kita dan Secangkir Kopi". Beda ya ? Ah, sudahlah... anggap saja mirip. Dan apakah saya bertemu Rio seperti dalam kisah yang saya tulis berminggu-minggu itu ? Tentu saja tidak. Karena s...

KAMPEL WANGON

Musim dingin ini memaksa kita untuk terus dan terus mengunyah agar tak kehilangan panas tubuh.  Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Selain menu-menu berkuah, jenis gorengan pun tak ketinggalan disajikan sebagai teman minum kopi atau teh panas. Salah satu yang bisa jadi pilihan adalah Kampel. Ya, atis-atis ya cocoke kampelan (*). Haaaiiiizzzzz..... Tak pelak ocehan seorang kawan asli Ajibarang ini memancing keriuhan. Otak-otak mulai berputar mencari topik yang lebih hangat lagi. Hahaha.. Bicara soal Kampel, inilah menu khas daerah Wangon, Banyumas. Salah satu marga gorengan yang malah mengingatkan saya pada sandwich. Rotinya adalah irisan ketupat, inti atau isinya diganti dengan dage dan sausnya menggunakan sambal ulek yang pedesssss. Susun sandwich khas Wangon ini dengan rapi dan celupkan ke adonan tepung goreng dan.... sreeeeenngg. Suapan pertama Kampel ini terasa aneh dimulut saya. Ada efek kenyal dari ketupat yang berpadu dengan rasa khas dage yang manis-gurih-pahit plus sambelnya ...

Jombronge Ninine Sapa Kiye Lah

"Apa ini ?". Yap,  kalimat itulah yang terucap dari seorang kawan yang tengah membongkar file di kamera saku saya. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Keningnya berkerut entah menandakan penasaran atau perasaan tak tentu melihat menu unik ini. Perkenalkan namanya sayur JOMBRONG. " What ???!! Gerandong ???!!". Ups !! Pastikan telinga tak fals mendengar kata ini ya. Ingat, JOM-BRONG. Saya mendapatinya di salah satu warung makan bergaya rumahan di dusun Telaga, desa Karang Cegak, Kecamatan Kutasari, Purbalingga. Ini adalah menu khas dan turun temurun sejak tahun 1986. Bahan dasarnya adalah : kedelai hitam yang ditumis pedas bersama tempe kedelai hitam. Yes, daerah Kutasari memang banyak memproduksi tempe kedelai hitam yang berasa lebih "klethis-klethis" di lidah saya. Tumis yang luar biasa kering (terlihat tanpa kuah sama sekali) ini masih dimasak diatas tungku kayu bakar dalam dapuran sederhana dibelakang rumah makan Ninine. Ninine adalah panggilan ...

BUNTIL NYLEKAMIN MBOK MAKSUDI

ABG action dan fotonya beredar di Sosmed itu biasa,... tapi foto Mbah Penjual Buntil beredar di mahakarya Marc Zuckerberg ? Hmmm, ini neh yang bikin saya dan teman-teman mencari tau siapa gerangan dirinya. Rasa penasaran ini membawa saya menyusuri jalan-jalan perkampungan yang dinamai Kampung Baru di selatan Gelora Guntur Daryono Purbalingga. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Kehebohan ini bermula dari akun sosmed mereka yang bergelut membesarkan "UMKM Perwira". Pertanyaan "Siapakah beliau ?" dalam foto seorang Perempuan Sepuh nyampingan membawa tenggok berisi Buntil dan tengah berjualan di trotoar memancing deretan komentar. Sampai akhirnya terdeteksi juga bahwa Sang Mbah Buntil ini adalah satu-satunya produsen dan penjual Buntil di wilayah Purbalingga Kidul. Dan kini produk olahannya dikenal dengan sebutan BUNTIL MAKSUDI. foto diambil dari facebook milik Adi Purwanto SEJAK TAHUN '65 Siang nan terik membawa saya ngadem di kediaman Mbah Maksudi. Nama aslinya ada...

Secangkir Teh Manis & Legitnya MANCO siang itu

Pada dasarnya saya tidak terlalu suka ngemil. Saat menulis saya lebih memilih ditemani secangkir kopi tanpa gula. Tidak ada cemilan apapun. Karena memang tidak suka. Bukan masalah takut gemuk kok, wong saya bakat kurus. Tapi bekerja di lingkungan yang suka coba-coba kuliner, saya pun jadi terbawa (meski saat bareng-bareng saja, saya jadi suka ngemil). • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Dan seorang teman menyarankan untuk mencoba MANCO. Weits, mata saya membelalak. Ingat jaman kecil saat masih ngekor kondangan. Hahaha, banyak Manco itttuuu. Iya kan ? Biasanya disajikan di toples kaca besar dan berat. Keliatan isinya tuh dari luar. Bentuknya lonjong dengan wijen yang nempel di sekelilingnya. Kadang jadi oleh-oleh juga bareng sohibnya yaitu kue lempit , semprong , sempeleo dsb. Aaaaahhh, jadi kangen jajanan macam begitu. Sudah jarang banget nemuinnya. ASLI TIONGKOK Dari namanya saja, Manco ini terdengar bukan diambil dari bahasa Jawa. Dan memang benar dugaan ini, karena menurut salah s...

TOMATNYA KOK RASA KORMA

Sekarang saatnya menikmati persembahan camilan yang kini menjadi salah satu khas kota Purbalingga yaitu Torama. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Per bungkus harganya hanya 7000’an. MANISAN Torama ini singkatan dari Tomat Rasa Korma.  Kok tomat ? Dari nama camilannya saja sudah jelas-jelas Tomat Rasa Korma. Jadi tomat yang umumnya kita kenal asem manis dan berair  berubah menjadi manis dan kering bak korma. Iya sih memang nggak semua orang suka tomat. Tapi kalau mengingat khasiat baiknya untuk kesehatan, masak sih mau dicuekin juga si tomat ini ? Karena sebenarnya tomat bisa dibuat juice, dicampur masakan, atau jadi lalaban atau bahkan manisan. Manisan ?? Yups, dan di Purbalingga ada sejenis manisan tomat yang dikenal dengan sebutan TORAMA. RASA KORMA Manisan Tomat ini sudah mulai dirintis secara serius sejak tahun akhir periode 98’an oleh Murtinah di desa Kradenan, Kecamatan Mrebet. Kradenan merupakan salah satu wilayah penghasil tomat di Purbalingga.  Nah, saat panen ra...