Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Ibu

SIGARAN

Lingkaran di kalender sudah menunjukkan masa periode. Sinyal kedatangan tamu yang belum muncul, membuat kami dengan nakalnya berangan-angan ' cengkir gadingnya mau digambarin siapa ya ?' •  ? oleh : Anita Wiryo Rahardjo Sembadra Arjuna adalah yang tergambar di cengkir gading itu, saat saya masih dalam kandungan bulan ke-7. Sapta Kawasa Jati. Akankah kami melukiskan karakter yang sama ? • Sigaran • Memasuki bulan ke-7, jabang bayi berada dalam posisi siap untuk lahir sewaktu-waktu. Karena itulah, calon orang tua dan anak yang masih dalam kandungan itupun dibekali beragam pengetahuan. Salah satunya melalui mitoni. Saat-saat sekarang, tidak mudah menemukan tradisi mitoni. Jikapun ada, sudah tidak lagi lengkap dengan sigaran. Apalagi memang tidak semua orang kedunungan melakoni sigaran dalam mitoni. Hanya untuk jabang bayi yang (benar-benar) anak pertama saja. Jika sudah berputera sebelumnya, maka dengan pasangan berikutnya pun tidak sebaiknya melaksanakan ...

TRADISI WISUHAN

Daur hidup manusia tak lepas dari rangkaian adat istiadat. Saat memasuki 40 hari, dilaksanakanlah tradisi Wisuh atau Wisuhan. • oleh : Anita WR • Pagi itu seorang pria pensiunan Polantas sibuk mencari anak-anak kecil. Minggu pagi memang tak mudah mencari para bocah di rumah. Mereka sedang asyik jalan-jalan bersama keluarga tentunya. Beruntung ada tiga bocah kelas 1 SD yang baru bangun keluar rumah dan kemudian dimintalah mereka bersiap memperebutkan uang. Ketiganya hanya mantuk-mantuk bingung. Mereka tak tahu bahwa mereka tengah dilibatkan dalam tradisi Wisuh. • Cukur rambut • Didalam rumah, seorang bayi mungil sedang dicukur bergantian oleh dukun bayi dan pihak keluarga. Dalam kebiasaan lain, saat seperti ini juga sambil dibacakan shalawat. Namun tidak hari itu. Pemandangan ini berbeda dengan yang pernah dilakoni saudara sepupu saya. Menjelang hari ke-40 (bisa dimulai dari hari ke-35 atau selapan dina), dukun bayi yang biasa mengurus ia dan puteri kecilnya secara kh...

NYUWUN AGUNGING PANGAKSAMI

Satu hal yang saya tunggu-tunggu dari Lebaran adalah “SUNGKEMAN”. Yes, selain plong karena (pada akhirnya) mampu juga mengungkapkan segala perasaan bersalah pada orangtua, rasa dag-dig-dug belibet salah ngomong pun pasti menghampiri.  Di keluarga inti, usai melaksanakan Sholat Ied, maka sungkeman perlu dilaksanakan sebelum sarapan menu Lebaran & bersilaturahmi ke tetangga. Yang seru adalah kami harus menggunakan bahasa Jawa krama. Yeah. Jadilah sejak semalam sebelumnya kami kerap menghapal terlebih dahulu naskah sungkeman dari masa ke masa. Hahaha. Seperti ini : “Bapak / Ibu’/ Embah, kulo ngaturaken sembah sungkem, sedoyo lepat nyuwun agunging pangapunten” . Hihihi, meski sudah merupakan mantra menahun, namun bagi sebagian keluarga yang (mayoritas) tinggal di luar JaTeng hal ini sangatlah merepotkan. So, mereka akan sungkeman dengan berkata “$#^&**&*&^%^^%^$#....pangapunten” . Wuiih,.. apa ya afdol ? Hehe. Makanya, sangat tidak mengherankan jika setiap ...