Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Makam

Arsantaka dan Purbalingga

Terik mentari dan lengang. Usai kulminasi bergeser sedikit ke arah barat, saya memulai jalan-jalan bersama 3 anak dara yang tetiba keranjingan mengenal sejarah. ?   oleh : Anita Wiryo Rahardjo Meski berada di lingkaran pusat kota, tempat ini lengang. " Harusnya semalem, Mbak. Ramai ", kata beberapa warga. Kami hanya tersenyum sambil terus mengekor seorang pria yang akrab disapa Pak Karso. Jumat siang makam memang sepi. Gapura berwarna merah tembaga itu menandakan kami telah memasuki kawasan inti makam Arsantaka. • Cikal Bakal • Masyarakat Purbalingga bisa jadi sudah tidak lagi asing. Nama Ki Arsantaka banyak disebut dalam tulisan yang berkaitan dengan sejarah berdirinya Kabupaten Purbalingga. Sayang, tahun lahirnya tidak diketahui secara pasti. Arsantaka terlahir dengan nama Arsakusuma. Ia merupakan putera Adipati Onje II dengan isteri ke-3 nya, Nyai Pingen. Arsantaka memiliki seorang kakak bernama Yudantaka. Dikatakan Arsantaka melewati masa mu...

GAN ENGLISH SCHOOL

​ Sungguh, bukan hanya lidah. Otak saya pun langsung belibet ketika diminta menggunakan bahasa asing. Agak payah memang. Mosok 2018 masih sekedar "Yes, No, Not Yet", lha wong di tahun 1920-an saja di Purbalingga pernah ada tempat belajar bahasa Inggris. ?   oleh : Anita Wiryo Rahardjo Gan English School. Demikian nama tempat yang telah disinggung tadi. Dari penuturan keturunan sne Gan di Purbalingga, Gan English School menempati bangunan di seputaran tugu Knalpot saat ini. Namun sudah tak bersisa. Gan English School dibuka oleh Gan Thian Koeij. Salah seorang Tionghoa kenamaan pada masanya. Bersumber dari Banjoemas.com, disebutkan pada 1910 Belanda membangun Hollands Chinese School (HCS). Sayangnya, prioritas hanya di kota besar saja. Hingga, salah seorang pelopor gerakan buang taocang ini pun berinisiatif membangun Gan English School. • Mr. Akerson • Bekerja sama dengan salah satu lembaga di Bogor, Gan English School mengundang Mr. Leroy Lind Akerson m...

Kyai Lanang itu bermarga Gan

Sebentuk bangunan makam terlihat begitu mencolok. Berada di areal persawahan dan satu-satunya. Warga setempat menamainya makam Kyai Lanang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Julukan Kyai Lanang tersemat lantaran ia disebut-sebut sebagai tokoh yang membuka dusun Sirongge, desa Kembaran Kulon, Purbalingga. Sayang, kapan ia datang tidak dapat dipastikan. Hanya diduga berkaitan dengan masa paceklik di Tiongkok Selatan. "Ada yang menyebut datang sewaktu Perang Jawa (1825 - 1830), ada yang bilang datang karena berselisih dengan marga lain atau juga karena bencana besar yang berakibat gagal panen", kata kedua keturunan Gan Hwan yang saya temui secara terpisah. Kyai Lanang memiliki nama asli Gan Hwan. Bersama orang-orang sebangsanya dulu, ia mengarungi lautan mencari harapan di tanah yang baru. Gan Hwan dikabarkan berasal dari desa QQishan. • Melestarikan Marga • Dikatakan bahwa sebagian dari mereka mendarat di Pekalongan. Termasuk Gan Hwan beserta puteranya, Gan Tj...

STANA LANDA lagi

Cukup lama saya tak mampir ke kerkhof atau stana landa Purbalingga. Meski sudah menanggalkan DSLR, tak berarti tak ada foto baru dari mampir yang tak disengaja kali ini. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Siang yang sebenarnya terik, justru terasa teduh begitu memasuki kawasan hutan kota sekaligus Kerkop (kerkhof) yang berada di Bancar, Purbalingga Wetan ini. Seorang karyawan DPU tampak sedang bebersih. Wah, pantas saja sekarang lebih rapi. Ia menyambut kedatangan saya dengan ramah. Menanyakan identitas dan keperluan saya. Sembari menceritakan juga kehadiran kawan-kawan peserta Jelajah Mrapat beberapa hari sebelum saya datang. Duuuuuuh, menyesal sekali saya batal ikut. "Sayangnya kuburannya ada yang pada ambles Mbak", katanya lagi. Karena tak sempat mencatat jumlah pada kedatangan sebelumnya, maka saya tak berani memastikan berapa makam yang ambles baru-baru ini. • Nisan • Tidaklah mengherankan jika retak tampak di sana-sini pada sebuah nisan lama. Untungla...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

FESTIVAL TRADISI SURA (2) : LARUNG GINTUNG

Prosesi tradisi Sura bukanlah ajang pesta pora layaknya pergantian tahun yang kita kenal selama ini. Sura bukan ditandai dengan kembang api, namun dengan rasa syukur yang dalam. Salah satunya adalah selamatan yang dilanjutkan dengan larung. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Ruwat bumi menjadi terasa lebih sakral saat memasuki tahun yang baru. Dan bagi warga yang hidup di sekitar sungai ataupun laut, bersih desa biasanya akan dilanjutkan dengan sedekah air atau larungan. • Festival Larung Gintung • Desa Pagerandong, Kecamatan Kaligondang untuk kali pertama menggelar Festival Larung Gintung. Sebenarnya bukan hal baru bagi warga di seputar Makam Wangi dan Kali Gintung untuk melakukan larung pada setiap tahun baru. Namun baru tahun ini tradisi larung dibuka untuk umum. Sebelum mencapai lokasi untuk larung, pengunjung dihadiahi jalanan berliku yang cukup membuat jantung berdebar lebih kencang. Jika memilih jalan lain, maka silakan bisa melalui desa Kaliori, kecamata...

Mengintip saja di Watu Lawang Kalapacung

Sore itu teramat mendung. Namun lagi-lagi beginilah ketika keinginan mbolang muncul. Gayung bersambut, seorang kawan menawari jalan-jalan ke desa Kalapacung, Bobotsari. “ Ada Watu Lawang lho Mbak disana ”, katanya. Okay, kita kesana. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Sungguh saya tak punya gambaran apapun tentang tempat ini. Beberapa sms masuk hanya mengatakan : lokasinya sulit ( hmmm ), angker ( halaaaahh …), atau bahkan “ kamu mau minta nomor ya ?”. Iyyyyeeess, yang terakhir ini sebenarnya sudah biasa banget ditanyakan saat saya main-main ke petilasan atau yang serupa. Sudahlah, monggo kerso. Lebih baik segera ganti alas kaki untuk menuju ke watu lawang. Ya, saya disarankan mengenakan sandal jepit setelah hujan mengguyur deras desa Kalapacung. Karena untuk menuju Watu Lawang, kita harus melewati areal perkebunan dan semak rimbun yang naik turun. Mirip perbukitan namun cukup landai. Arahan penduduk setempat memang sepatutnya jadi acuan saat main-main model begini. Bertiga, kami men...

PAMUJI DI BUKIT MUJIL

Alhamdulillah, puji dumateng Gusti. Setelah melewati dua bulan yang melelahkan dalam perjalanan hidup yang baru, kesampaian juga untuk posting. Mungkin banyak sekali materi latepost, namun sekiranya sungguh sayang jika hanya dibiarkan mangkrak. Banyak perjalanan yang makin membuat kaya warna hidup saya. Jalan yang berliku, cuaca hujan, penolakan, kamera tak berfungsi, kehabisan bekal,  terdampar sendirian bahkan hingga terserang morbili. Ah, lama tak mengalaminya, membuat kesalahan model ini jadi begitu ngangenin. Kayak kamu, ngangenin # hugu • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Kita akan mulai dari perjalanan ke sisi utara Purbalingga. ................. .............. ........... ....... Aura tenang langsung menyergap begitu kaki menapaki tanah basah dihadapan. Waktu itu, hujan memang masih sesekali mengguyur. Sedikit terasa licin karena salah alas kaki. Namun kelincahan Mbak-mbak pemandu didepan, memicu saya untuk tidak menyerah. Padahal  flat shoes mere...