N-Y-A-S-A-R. Inilah susunan huruf paling akrab
dengan saya. Sampai-sampai ada seorang teman yang sering bergurau, "Kalau
nggak nyasar berarti nggak jalan-jalan bareng kamu". Sungguh,
kenyataan yang menyakitkan. Hiks. Dan (karena suratan
sering nyasar ini jugalah) rencana jalan-jalan ke pantai pun berubah
menjadi omelan teman-teman gegara harus naik turun bukit. Karena ternyata kami
malah menyusuri Taman Wisata Alam Gunung Selok, Cilacap.
Okay,... (tarik napas
dalam-dalam) jangan tanya bagaimana awalnya bisa sampai ke tempat
ini. Intinya kami hanya manut saja mengikuti arahan rute dari seorang kondektur
bus. Dia hanya menyebut, "Pantainya ada di bawah sana". Kami
baru tersadar jika kami bukan menuju
pantai yang direncanakan, saat melihat tulisan "Taman Wisata Alam Gunung Selok". Tapi berhubung sudah
bayar tiket ya sudah, laaannjjjuuutttt. Lagipula driver
kami tidak sukses membalikkan kendaraan, jadilah jalan terus pantang balik.
BANYAK
PINTU
Usai puas melaju di jalanan sempit berkelok,
kendaraan harus berhenti di sebuah tempat yang disebut-sebut sebagai terminal.
Lumayan luas. Dari sini kami dibuat bingung, karena ada beberapa pintu yang
terlihat. Beruntung ada sesama pengunjung yang menunjuk sebuah pintu gapura
untuk kami lalui menuju ke pantai. "Pantai
?????!!!". Fiiiuuuuhh, legggaaa.. ternyata beneran ada pantainya.
"Turun aja mba, ikuti jalan. Pantainya dibawah sana."
Tangga menurun mengantarkan petualangan tak terduga
ini. Anak tangga yang pendek dan permanen membuat saya tenang, karena sebagian
dari kami menggunakan high heels. Ya khan saya nggak tau juga ya
mau sampai ke tempat ini. Sebenarnya ada beberapa persimpangan di sepanjang
rute yang dilewati, namun kami disarankan mengikuti papan petunjuk arah
bertuliskan : KE GUA. Sebagian teman sudah melotot mendengar info ini.
"Mana pantainya ? Kok malah gua ?", cecar mereka. Daripada habis
diomelin, mending saya turun dulu. Tak disangka jalan permanen sudah mulai
berganti dengan anak tangga tanah atau batuan alam. Mau nggak mau sendal yang
sudah belepotan pun saya ikhlaskan masuk ke dalam tas supaya nggak repot.
Dari beberapa titik, deburan ombak sudah mulai
terdengar. Alhamdulillah, matur sembah nuwun Gusti... akhirnya. Dari kejauhan
pemandangan menawan tampak memanjakan mata. Elok. Seperti namanya Selok.
dari atas bagus lho, harusnya ada gardu pandang nih.
Gunung Selok sebenarnya adalah bukit yang terletak di
desa Karangbenda, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Memiliki ketinggian
sekitar 150 mdpl dan merupakan salah satu dari area hutan yang dikelola Perum
Perhutani KPH Banyumas Timur.
Berwisata di tempat ini benar-benar mengasyikan (selama tidak salah kostum juga, hehe).
Jalan setapak menurun, berkelok dan (sesekali)
licin bukanlah rintangan berat untuk mengejar pemandangan indah dibawah sana.
Tampak rerimbunan hijau membingkai sungai, gunungan pasir dan ombak-ombak kecil
yang saling berkejaran seolah terus memanggil kami agar cepat sampai.
Saat perjalanan turun inilah terlihat beberapa
pintu masuk menuju petilasan, makam ataupun gua alam yang memang ada di area
Selok. Petilasan yang cukup ternama adalah Petilasan Jambe Lima dan Jambe Pitu
yang sudah disounding sejak pintu masuk tadi. Tidak hanya itu, benteng peninggalan
Jepang pun sudah menyapa sejak masih dalam kendaraan tadi. Kabarnya ada sekitar
25 benteng peninggalan Jepang di tempat ini.
JAMBE
LIMA PENJAGA WIJAYA KUSUMA
Menurut informasi yang didapat dari http://pariwisata.cilacapkab.go.id/, Padepokan Jambe Lima atau yang kadang disebut
juga Cemara Seta temukan oleh Eyang Mara Diwangsa yang masih ada kaitan darah
dengan Bupati Cilacap Pertama, Cakrawerdaya.
Sementara itu berdasar folklore yang dipercaya
masyarakat setempat, Padepokan Jambe Lima dahulunya adalah markas para
“penjaga” Kembang Wijaya Kusuma. Bunga yang menjadi lambang Kabupaten Cilacap
ini juga dipercaya sebagai lambing kebesaran Raja-raja Jawa. Nah, sesuatu yang
dikeramatkan pastilah tidak mudah untuk memperolehnya. Begitupun dengan bunga
Wijaya Kusuma ini. Untuk memperolehnya haruslah mendapat ijin pemimpin para
pengawal sang bunga, yaitu Kyai Jambe Lima.
Nah, dikisahkan ada beberapa Raja yang menginginkan
kembang tersebut. Mereka adalah Adipati Anom, Pangeran Puger dan Trunojoyo yang
masing-masing mengutus orang kepercayaannya untuk menemui Kyai Jambe Lima.
Namun ketiganya ditolak dengan alasan belum tepat waktu. Ketiga utusan itu
tidak mau menerima apapun penjelasan dari Kyai Jambe Lima hingga akhirnya
terjadilah pertempuran yang menewaskan ketiga utusan serta Kyai Jambe Lima dan
empat orang anggotanya. Dan sebagai penghormatan atas peristiwa tersebut dibangunlah
Padepokan Jambe Lima dan Jambe Pitu. Di depan petilasan Jambe Lima ini terdapat
bangunan komplek persembahyangan atau Vihara Agung Sang Hyang Jati untuk
penganut Budha. Gunung Selok memang lebih identik dengan objek wisata religi.
Tak heran ya, karena disini banyak tempat peribadatan ataupun petilasan untuk
sekedar menepi serta berziarah bagi para pemeluk Budha, Hindu, Islam maupun
para Penghayat.
JAMBE
PITU, TEMPAT ZIARAH
Padepokan Jambe Pitu atau pertapan Ampel Gading terletak
diatas Jambe Lima, tepatnya di puncak tertinggi Selok. Tempat yang di renovasi
oleh Presiden Soeharto ini banyak di kunjungi peziarah. Dianggap sangat keramat
karena ada 3 petilasan Sang Hyang Wisnu Murti dan dua pusakanya yaitu Kembang
Wijayakusuma atau Eyang Lengkung Kusuma dan Cakra Baskara atau Eyang Lengkung
Cuwiri.
Selain Padepokan Jambe Lima dan Jambe Pitu masih
banyak tempat yang ramai dikunjungi peziarah pada hari hari tertentu seperti
Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon serta di bulan Syura yaitu Goa Rahayu, Goa Naga
Raja, Goa Bolong, Goa Paku Waja , Goa Putih, Goa Grujugan, Goa Tikus, Goa Lawa,
dan Kaendran serta makam Kyai Sumolangu yang ada diatas benteng peninggalan
Jepang.
Namun karena tujuan awal kami adalah PANTAI. Maka
pintu-pintu masuk ke beberapa tempat itu cukup kami pandang saja. Mungkin lain
waktu bisa lah kesana. Dan sekarang saatnya menuju Pantai Sodong yang sudah
menunggu didepan mata.
Salah
satu pemandangan unik yang sudah terlihat dari atas adalah beberapa orang yang
menyeberangi sungai Selok sebelum mencapai bibir pantai. Sempat tidak yakin,
tapi ketika didekati sungai-sungai ini tidak sepenuhnya dalam. Beberapa lokasi
bahkan hanya semata kaki orang dewasa.
Sayang, kurang bersih pantainya
Saat datang, banyak siswa-siswi SMP yang tengah
hiking di Selok inipun lanjut beraktivitas di Pantai Sodong. Tak ketinggalan
juga beberapa pria tengah memancing. Itu artinya, pantai ini cukup bersahabat.
Meski terkadang ganas. Bagaimanapun pantai ini terletak di jalur Samudera
Indonesia khan. Sayangnya, karena beberapa teman tak sanggup turun dengan high
heelsnya, saya pun harus merelakan sunset di Pantai Sodong yang konon juga
menambah mistis suasana di Selok ini. Yaaaa, maybe next time bisa kembali lagi.
Cat : Foto diambil dengan kamera ponsel (Hiks, kameraku cepat pulih ya,...)
Mantap tulisannya.. Thanks ya udah posting tentang Selok, thanks juga tulisan Jambe dlm foto itu dimuat..hehe
BalasHapusKapan ke situ mba?
Sami-sami, matur suwun Pak. Saya ke Selok sudah lama itu Pak. Sekitar dua tahunan lalu.
Hapus