Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Khas

KASURAN

Otak saya pernah dengan mentah menerima kata “kasuran” sebagai kasur + an . Padahal yang dimaksud adalah ka + sura + an . Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Kasuran merupakan nama jenis rumput yang secara khusus dipakai sebagai bahan utama Wayang Suket khas kecamatan Rembang, Purbalingga. Tepatnya di desa Wlahar. Wayang ini menjadi khas karena hanya seorang saja perajin awalnya. Yaitu Mbah Gepuk. Nama aslinya Kasanwikrama Tunut. Konon suwargi melewati masa kanak-kanak sebagai bocah angon yang tentunya akrab dengan alam dan padang rumput nan luas. Menghadapi usia senja, ia banyak menepi dan mulai menganyam helai demi helai rumput kasuran menjadi tokoh – tokoh legendaris dalam kisah pewayangan. Ia aktif membuat wayang suket sejak 1990-an. Meski telah menghadap sang Khalik pada 2002 silam, beberapa karya Almarhum Mbah Gepuk masih kerap dipamerkan. Seperti : Gatotkaca dan Rama Shinta. ⦁ tumbuh di Pulau Dewata ⦁ Kini keahlian menganyam rumput kasuran menitis pada cucunya...

Setup Nanas Kemasan a la Siwarak

Pada dasarnya saya menyukai masakan rumah. Namun belakangan ini minta dimasakin adalah hal yang sangat sulit. Apalagi kalau bentuknya segeran . Untunglah, meski tak miara Doraemon, saya dengan mudah bisa menyantap setup favorit tanpa perlu ngeberantakin dapur. ?   oleh : Anita Wiryo Rahardjo Buah dan rempah adalah padanan menyenangkan yang selalu membawa saya serasa pulang. Wanginya setup saat airnya baru mendidih menjadi pengharum ruangan paling aromatik yang saya akrabi sedari kecil. Saya sadar, kenangan memang tak akan terganti. Namun ijinkan saya tetap menikmati semangkuk kecil setup nanas saat saya tak dirumah. Purbalingga kota memang bukan sentra nanas. Tapi bagian utara sana, di Siwarak khususnya, malah punya kebun nanas. Menyenangkannya lagi, nanas itu dikemas dalam berbagai varian penganan enak. Dodol, jus, nata de coco, sambal dan saus nanas serta yang saya kangenin : setup. Ya, bermula dari gumregah -nya masyarakat Siwarak dalam mempromosikan de...

Namanya SUMPIL

Ada banyak varian untuk menikmati menu ini. Namun saya lebih suka tanpa campuran apapun. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Aroma daun bambu yang telah dikukus menawarkan sensasi berbeda. Meskipun tawar, ada rasa nyes saat ia lewat tenggorokan. Pikiran pun ikut adem, karena serasa tengah makan di papringan. Si penjaja makanan dengan lantang meneriakkan " Lontong godong pring " sepagian itu. Geli juga. Dialih bahasakan bisa sepanjang itu yah ? Padahal saya mengenalnya sebagai Sumpil. Di Purbalingga, tidak banyak penjual Sumpil. Namun masih ada beberapa pembuat Sumpil di seputaran Bobotsari. • Temennya Bacang • Beberapa orang tua mengatakan jika Sumpil ini versi tawarnya Bacang. Tahu kan penganan serupa arem-arem isi daging yang dibungkus daun pisang berbentuk limas segitiga ? Itu lho jajan khas untuk bulan kelima penanggalan Cina. Nah, bedanya Sumpil memang tanpa isi dan tanpa rasa. Sumpil pun lazimnya berbentuk limas segitiga. Tak jarang juga sih ya...

Wanginya Masih Terasa

Perempuan sepuh itu menggebu saat berbincang akan batik. Ditemani sesayup tembang-tembang Jawa dan penganan tradisional, saya diajak berkenalan dengan Lungambring. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Yuswanya 75 tahun. Tak tersirat dari kulit mukanya yang masih kencang. Sesaat saya meraba pipi sendiri. "Agak sedikit turun, hufffff", batin saya. (Untung kamu nggak komplein soal ini). Ya, Mbah Kapti, begitu ia akrab disapa, acap merawat kulit ditengah aktivitas membatiknya sejak tahun 50'an silam. Ia tumbuh di keluarga priyayi. Ayahnya seorang guru. Eyangnya bahkan menjabat Penatus Penisihan (Bobotsari) pada era pendudukan Belanda. Sementara itu, sang Ibu mengisi hari-hari dengan membatik. Hal itulah yang membuatnya akrab dengan batik sejak kanak-kanak. Di saat saya menikmati sepiring makan siang, Mbah Kapti hilang dari pandangan. Ternyata ia dengan sigap menguliti batang-batang pohung untuk menjadi kayu bakar. "Buat persiapan mbathik", katanya. Ia me...

Namanya Orak-Arik

Adegan di layar sedang seru-serunya. Mata mulai tak mau berpaling. Namun tangan masih terus bergerak hingga dasar toples. " Yaaahhh , habis ", saya pun menyesali mengapa hanya sebungkus orak-arik yang saya beli. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Usai mampir ke pasar Bobotsari beberapa hari lalu, satu bungkus orak-arik pun bertengger manis di tas belanjaan. Saya langsung teringat cerita Ny. Naenah, salah seorang puteri pemilik Bioskop Indra Bobotsari. Orak-arik menjadi menu khas yang dijajakan pedangan asongan di dalam bioskop pada era 70'an. • Mireng • Warna-warni kerupuk mie menjadi pemandangan menarik begitu belanjaan dibongkar. Aroma bumbu pedas manis mulai menggoda untuk sigap mencomot orak-arik ini. Tak terlalu kriuk memang. Tapi enaaaaakk. Nama orak-arik banyak disebutkan oleh mereka yang tinggal di wilayah utara Purbalingga. Terutama. Bobotsari dan sekitarnya. Sementara yang lain menyebutnya sebagai 'mireng pedes'. Mireng adalah...

KULA NUWUN,... ANDUM SLAMET SEDULUUURRR

Kula nuwun.. Wilujeng Enjing.. Andum slamet... Ketiga kosakata ini tengah kembali akrab ditelinga. Saya dibisiki bahwa inilah salam Penginyongan (boleh dibaca : panginyongan). • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Tak banyak yang bisa saya lakukan selain terbengong-bengong saat diminta membawakan sebuah acara kedinasan dalam bahasa penginyongan. Dimana persiapan yang diberikan tak lebih dari 24 jam. " Teyeng ora ? ", batin saya. Karena meski dalam lingkup pergaulan, bahasa ini menjadi keseharian, namun tidak demikian di dalam rumah. Bahasa penginyongan lazim dituturkan oleh masyarakat Banyumas Raya. Meliputi : Banyumas, Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara dan Cilacap. Wilayah yang dikenal berbahasa ngapak. Ah !! Saya kemudian teringat bagaimana beberapa kawan (bahkan Ibu' saya) begitu terluka dengan istilah ngapak. Istilah bahasa yang entah kenapa jadi gojekan pakdhe-budhe saya di Solo. Tapi sudahlah, dengan istilah "basa penginyongan" yang kini d...

Kok dikasih "jangan wayu" sih ?

Apa yang harus dilakukan saat menerima kiriman 'jangan wayu' ? Wayu bukankah berarti basi ? • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Mata masih belum sepenuhnya terbuka lebar. Namun bising menjelang sore memang menjadikan malas untuk kembali melanjutkan tidur siang. Tok..tok..tok... " Mbak .. mbak ...", terdengar suara mereka diluar. Suara pasangan penganten anyar ini membuat saya terkesiap. " Mesti kirim jangan wayu kiye ", pikir saya seraya melesat membuka pintu sambil pikiran berkecambuk menerawang isi dompet. Kirim jangan wayu menjadi salah satu tradisi yang dilaksanakan setelah akad atau resepsi berlalu beberapa hari. Bisa dibilang tradisi ini bertujuan untuk mengenalkan istri pada keluarga besar suami ataupun orang-orang yang dianggap penting oleh suami. Sebagian menyebutnya dengan istilah kirab penganten. • Pawitan • Kirab penganten ini bisa saja diiringi oleh pihak keluarga perempuan. Namun tak jarang hanya penganten berdua saj...

TRADISI WISUHAN

Daur hidup manusia tak lepas dari rangkaian adat istiadat. Saat memasuki 40 hari, dilaksanakanlah tradisi Wisuh atau Wisuhan. • oleh : Anita WR • Pagi itu seorang pria pensiunan Polantas sibuk mencari anak-anak kecil. Minggu pagi memang tak mudah mencari para bocah di rumah. Mereka sedang asyik jalan-jalan bersama keluarga tentunya. Beruntung ada tiga bocah kelas 1 SD yang baru bangun keluar rumah dan kemudian dimintalah mereka bersiap memperebutkan uang. Ketiganya hanya mantuk-mantuk bingung. Mereka tak tahu bahwa mereka tengah dilibatkan dalam tradisi Wisuh. • Cukur rambut • Didalam rumah, seorang bayi mungil sedang dicukur bergantian oleh dukun bayi dan pihak keluarga. Dalam kebiasaan lain, saat seperti ini juga sambil dibacakan shalawat. Namun tidak hari itu. Pemandangan ini berbeda dengan yang pernah dilakoni saudara sepupu saya. Menjelang hari ke-40 (bisa dimulai dari hari ke-35 atau selapan dina), dukun bayi yang biasa mengurus ia dan puteri kecilnya secara kh...

PENSUCIAN PATUNG DEWA DEWI DI HOK TEK BIO PURBALINGGA

Sejak pukul 05.30 pagi tiga perempuan tampak sibuk membersihkan patung Dewa Dewi di Klenteng Hok Tek Bio Purbalingga. Hari ini adalah tanggal 24 Imlek. Saatnya ritual Kimsin (Kimsen). • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Hok Tek Bio Purbalingga pagi ini mulai bersolek. 121 lampion terpasang di setiap sudut Klenteng. Satu warna baru pada perayaan Imlek 2568 di kota Purbalingga. Menurut ketua pengurus Klenteng, Lim Nga Min bahwa lampion ini akan dinyalakan selama setahun. " Lampion-lampion ini pesanan para umat Klenteng. Isinya pengharapan baik di tahun baru ", lanjutnya. • Kimsin • Para umat Klenteng yang hadir pagi itu bersegera membawa keluar Patung Dewa Dewi dan memandikannya dengan air kembang. " Cukup mawar merah putih saja kok. Kalau yang kuningan pakai brasso juga ", terang sesepuh Klenteng Hok Tek Tjeng Sin ini. Beberapa orang lain juga tampak membersihkan tempat dupa, altar hio, meja altar hingga bangunan Klenteng. Semua bergerak cepat, agar t...

Kudapan Khas Siwarak untuk bulan SURA

Sura hampir berakhir. Tapi banyak moment yang tidak bisa saya lupa. Jelang bulan baru tahun Jawa kali ini istimewa buat saya. Salah satunya adalah karena bisa melihat langsung produksi kudapan khas dodol kelapa muda, manisan pepaya dan manisan cermai di desa Siwarak. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Uap hangat beraroma legit mengajak kami berlarian menuju dapur Suwarti. Rumahnya tak jauh dari pintu masuk Objek Wisata Gua Lawa. Di dapurnya tampak aktivitas yang padat. Ada yang tengah mengupas kelapa, mengaduk adonan dodol, mengolah manisan hingga mengemas kudapan-kudapan ini. Target Suwarti adalah menjualnya untuk bulan Sura. " Sejak awal produksi kami sudah membuat ini khusus untuk Sura, Maulud juga Khau l", kata Suwarti. Dodol dan manisannya banyak diminati menjadi oleh-oleh khas di Pemalang, Tegal hingga Cirebon. " Kalau njenengan ke makam Sunan Jati di Cirebon, ya salah satunya itu ada manisan buatan kami ", tambah perempuan yang memulai usahanya di...