Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Khas

KULA NUWUN,... ANDUM SLAMET SEDULUUURRR

Kula nuwun.. Wilujeng Enjing.. Andum slamet... Ketiga kosakata ini tengah kembali akrab ditelinga. Saya dibisiki bahwa inilah salam Penginyongan (boleh dibaca : panginyongan). • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Tak banyak yang bisa saya lakukan selain terbengong-bengong saat diminta membawakan sebuah acara kedinasan dalam bahasa penginyongan. Dimana persiapan yang diberikan tak lebih dari 24 jam. " Teyeng ora ? ", batin saya. Karena meski dalam lingkup pergaulan, bahasa ini menjadi keseharian, namun tidak demikian di dalam rumah. Bahasa penginyongan lazim dituturkan oleh masyarakat Banyumas Raya. Meliputi : Banyumas, Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara dan Cilacap. Wilayah yang dikenal berbahasa ngapak. Ah !! Saya kemudian teringat bagaimana beberapa kawan (bahkan Ibu' saya) begitu terluka dengan istilah ngapak. Istilah bahasa yang entah kenapa jadi gojekan pakdhe-budhe saya di Solo. Tapi sudahlah, dengan istilah "basa penginyongan" yang kini d...

KAMPEL WANGON

Musim dingin ini memaksa kita untuk terus dan terus mengunyah agar tak kehilangan panas tubuh. Selain menu-menu berkuah, jenis gorengan pun tak ketinggalan disajikan sebagai teman minum kopi atau teh panas. Salah satu yang bisa jadi pilihan adalah Kampel. Ya, atis-atis ya cocoke kampelan (*) . Haaaiiiizzzzz.....  Tak pelak ocehan seorang kawan asli Ajibarang ini memancing keriuhan. Otak-otak mulai berputar mencari topik yang lebih hangat lagi. Hahaha.. Bicara soal Kampel, inilah menu khas daerah Wangon, Banyumas. Salah satu marga gorengan yang malah mengingatkan saya pada sandwich. Rotinya adalah irisan ketupat, inti atau isinya diganti dengan dage dan sausnya menggunakan sambal ulek yang pedesssss. Susun sandwich khas Wangon ini dengan rapi dan celupkan ke adonan tepung goreng dan.... sreeeeenngg. Suapan pertama Kampel ini terasa aneh dimulut saya. Ada efek kenyal dari ketupat yang berpadu dengan rasa khas dage yang manis-gurih-pahit plus sambelnya yang pedes. Tapi sel...

Jombronge Ninine Sapa Kiye Lah

"Apa ini ?". Yap,  kalimat itulah yang terucap dari seorang kawan yang tengah membongkar file di kamera saku saya. Keningnya berkerut entah menandakan penasaran atau perasaan tak tentu melihat menu unik ini. Perkenalkan namanya sayur JOMBRONG. " What ???!! Gerandong ???!!". Ups !! Pastikan telinga tak fals mendengar kata ini ya. Ingat, JOM-BRONG. Saya mendapatinya di salah satu warung makan bergaya rumahan di dusun Telaga, desa Karang Cegak, Kecamatan Kutasari, Purbalingga. Ini adalah menu khas dan turun temurun sejak tahun 1986. Bahan dasarnya adalah : kedelai hitam yang ditumis pedas bersama tempe kedelai hitam. Yes, daerah Kutasari memang banyak memproduksi tempe kedelai hitam yang berasa lebih "klethis-klethis" di lidah saya. Tumis yang luar biasa kering (terlihat tanpa kuah sama sekali) ini masih dimasak diatas tungku kayu bakar dalam dapuran sederhana dibelakang rumah makan Ninine. Ninine adalah panggilan pemilik warung makan ini. Se...

HARUSKAH SAYA TAKUT SAAT NONTON EBEG ?

Salah satu kesenian yang saya takuti adalah EBEG. Saya bisa ikut jegjegnong sendiri begitu mendengar alunan gamelan bertambah cepat seiring “Eling-Eling” dinyanyikan. Eittts, jangan kira saya punya indang , lha wong saya punyanya Bu Endang kok *Hai Mom ,.. Jegjengnong disini adalah kondisi saya akan kabur ngeciput ,.. ngitharrr ketika mendengarnya.  Dulu sebenarnya saya tidak masalah menyaksikan kesenian khas ini. Namun ketika beberapa kali melihat aksi brutal anak-anak muda yang bahkan kadang cewek membuat saya ngeri. Bagaimana tidak, kita yang semestinya senang melihat tarian gagah para prajurit penunggang kuda malah jadi dibuat kedodoran ketika pecut mulai disabetkan ke tanah. Okay saya maklum ketika para penari itu kemudian mengalami trance. Memang begitu adanya setiap kesenian tradisional ini dilangsungkan. Trance atau wuru atau mendem atau ndadi (terserah bagaimana kita menyebutnya) memang menjadi wujud puncak dari sebuah atraksi seni tradisi. Tak hanya ebe...

Secangkir Teh Manis & Legitnya MANCO siang itu

Pada dasarnya saya tidak terlalu suka ngemil. Saat menulis saya lebih memilih ditemani secangkir kopi tanpa gula. Tidak ada cemilan apapun. Karena memang tidak suka. Bukan masalah takut gemuk kok, wong saya bakat kurus. Tapi bekerja di lingkungan yang suka coba-coba kuliner, saya pun jadi terbawa (meski saat bareng-bareng saja, saya jadi suka ngemil). Dan seorang teman menyarankan untuk mencoba MANCO. Weits, mata saya membelalak. Ingat jaman kecil saat masih ngekor kondangan. Hahaha, banyak Manco itttuuu. Iya kan ? Biasanya disajikan di toples kaca besar dan berat. Keliatan isinya tuh dari luar. Bentuknya lonjong dengan wijen yang nempel di sekelilingnya. Kadang jadi oleh-oleh juga bareng sohibnya yaitu kue lempit, semprong, sempeleo dsb. Aaaaahhh, jadi kangen jajanan macam begitu. Sudah jarang banget nemuinnya. ASLI TIONGKOK Dari namanya saja, Manco ini terdengar bukan diambil dari bahasa Jawa. Dan memang benar dugaan ini, karena menurut salah seorang produsen Ma...

One Motif One Product Batik Sekarsari

Anak gaul dan produk distro itu ibarat best friend. Sebisa mungkin selalu berdampingan. Kalau nggak distro ya nggak gaul. Ooooh, pantes saja saya sering dibilang “ nggak gaul banget ”. Ya deh saya sih ikhlas saya disebut demikian, karena pada kenyataannya saya memang enggan melangkahkan kaki masuk distro dan belanja produk fashion disana. Mengapa ? Betul sekali. Mahal. Ini memang masalah style ya. Bagi anak-anak muda yang pengen disebut   gaul, berapapun harganya pasti oke. Tapi pernah nggak sih langsung setuju tanpa ragu ketika ditawari beli batik yang dikonsep a la – a la   distro gitu ? Alias produknya ini berjumlah terbatas. Mau nggak ? * Monggo jawab dalam hati saja lah. gambar diunduh dari berbah.com Tidak hanya diproduksi dalam jumlah terbatas, b ahkan batik ini lebih eksklusif lagi. One Motif One Product. Konsep ini digagas batik Sekarsari desa Gambarsari RT 4 RW 2 kecamatan Kemangkon. Kreatif banget ya ?  (gambar : Motif Pring Sejagad) ...