Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Musik

Hai, anak band Purbalingga...

Ehm !! Tak perlu kaget dengan deheman saya. Kadang seperti inilah salam perkenalan yang saya ucapkan. Tersasar kemari ya setelah klik salah satu link dari dolanpurbalingga.com ? Mangga pinarak. Kepalang tanggung. Hari ini saya turut menyuguhan sedikit tentang band indie di Purbalingga. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Independent music a.k.a indie telah menapakkan langkah sebagai bagian dari industri musik di tanah air. Ya I-N-D-U-S-T-R-I. Menjadi 'indie' sekarang ini bukan lagi karena keterbatasan. Flashback, saya lalu diingatkan bagaimana konsep indie di tanah air banyak dicontek usai album "For Through to the Sap" milik PAS Band rilis. Atau bagaimana sebelumnya ada sekelompok musisi yang tergabung dalam Guruh Gypsi sudah nekat bener menjajal "industri" indie mendahului Yuke cs. Tapi rasanya tak lagi bijak ya jika saya panjang lebar ngebahas ini. Siapa gueh ?!?! Emdeeh sudah bukan. * mengedip Nah meski awalnya konsep indie m...

Saat bertemu MATAJIWA 4 tahun silam

P erbincangan saya dengan mereka ini terjadi pada akhir 2012 silam. Kado istimewa saat saya masih dilabeli idealis. " Kita pengennya orang yang denger langsung ngerasa Indonesia banget meski nggak kental tradisi juga. Karena mau dibikin kebarat-baratan pun nada kita emang tetep aja ada unsur yang sangat meng-Indonesia " • Oleh : Anita W.R • Kalimat itu meluncur dari dua personel MataJiwa. Ya nama inilah yang dijadwalkan melakukan media visit saat itu. Cukup asing. Dan waktu satu hari membuat saya plus team keteteran menatap video live perform mereka. " Edan ", ujar salah seorang anggota team. Komposisi world music yang cukup rapat dengan raungan magis yang menggema ke sudut-sudut hati. Membawa ke suatu rasa yang antara dikenal dan tak dikenal. Sepakat. Edan. Kekacauan otak kami makin menjadi saat menyadari mereka miskin personel. " Mung loro ? Mata_{karo}_jiwa tok apa kiye ? Liyane ? ". Beberapa kawan media juga mulai clingukan. Berharap...

Tentang 9 Maret

9 Maret belum lama berlalu. Namun timeline saya kali ini sepi dari ucapan “Selamat Hari Musik Nasional”. Nyangkut di tenggorokan-kah kalimat ini ? Atau justru bingung. Tak tau harus bahagia atau nelangsa dengan bermacam karya yang wara-wiri di radio, TV atau portal download gratisan belakangan ini ? Eh, siapa saya kok sok-sok-an ngomongin musik. Musisi bukan, pemerhati musik bukan, wartawan musik juga bukan. Lalu ? Saya hanya ingin berbagi sesuatu yang cukup mengganggu pikiran. Saya ingat betul, bahwa saya baru mengenal lagu dewasa saat berseragam putih biru. Sejak itulah kami ( saya & teman satu genk ) gegayaan ngefans solois atau grup Manca. Tujuannya biar dicap jago pelajaran Bahasa Inggris-nya. Okay, lagipula saat itu saya merasa bingung dengan nama-nama grup yang muncul dari dalam negeri. Karena sebagian besar masih merupakan favorit Pakle-Bulek. Mosok ngefansnya samaan orang tua. Mosok harus ikutan mereka koor “Kamulah satu-satunya,..” . Tau sendiri kan ABG labi...

MENGENAL JEMBLUNG LEBIH DEKAT

Ini adalah salah satu bagian favorit saya. Bagaimana tidak ? Untuk bertemu dan berbincang dengan "mereka" ini saya butuh waktu bertahun-tahun. Mereka sebenarnya bukan orang baru dalam pergaulan saya. Tapi berbincang dengan tema "Jemblung" baru bisa terwujud beberapa pekan lalu. Pun tanpa sengaja, tanpa rencana. Apa sebenarnya yang membuat saya begitu tertarik ingin tau kesenian ini ? Semua lebih karena termakan cerita orang-orang tua di kampung yang selalu berpesan, "Desa kita tuh nggak boleh Wayangan, kalau mau nanggap ya bolehnya Dhalang Jemblung". Wayangan yang seperti appppaa ?? Bedanya apa ? Kenapa ? Daaan seterusnya. Itu yang terus mengganggu benak saya. Sebenarnya dalam beberapa event, kesenian ini pernah dipertunjukan. Bahkan belum lama ini. Cuma ya itu, pas tampil eeehhh justru saya yang entah dimana. Istilah orang pacaran tuh "nggak jodoh". Hahaha. Untungnya waktu itu pheromon kami sama-sama klop ( bahasanya mbok ya nggak us...