Langsung ke konten utama

KASURAN

Otak saya pernah dengan mentah menerima kata “kasuran” sebagai kasur + an. Padahal yang dimaksud adalah ka + sura + an.

Kasuran merupakan nama jenis rumput yang secara khusus dipakai sebagai bahan utama Wayang Suket khas kecamatan Rembang, Purbalingga. Tepatnya di desa Wlahar. Wayang ini menjadi khas karena hanya seorang saja perajin awalnya. Yaitu Mbah Gepuk.

Nama aslinya Kasanwikrama Tunut. Konon suwargi melewati masa kanak-kanak sebagai bocah angon yang tentunya akrab dengan alam dan padang rumput nan luas. Menghadapi usia senja, ia banyak menepi dan mulai menganyam helai demi helai rumput kasuran menjadi tokoh – tokoh legendaris dalam kisah pewayangan. Ia aktif membuat wayang suket sejak 1920-an. Meski telah menghadap sang Khalik pada 2002 silam, beberapa karya Almarhum Mbah Gepuk masih kerap dipamerkan. Seperti : Gatotkaca dan Rama Shinta. 




 Kasuran di Pulau Dewata

Kini keahlian menganyam rumput kasuran menitis pada cucunya, Badriyanto. Ketika bersua beberapa minggu silam, ia mengatakan bahwa bahan baku menipis. “Sudah sejak Sura kemarin malah”, ujarnya. Entah apa penyebabnya. Cuaca ataukah kondisi alam Wlahar yang berubah ? Ah, kita tidak paham secara pasti. Badri sendiri sudah mencoba membiakkan suket kasuran melalui polybag. Namun hasilnya belum bisa disebut mencukupi kebutuhan bahan baku. 



Ide pembiakan melalui polybag dilakukannya saat ia bertukar pikiran dengan perajin Bali. Perajin disana berharap bisa memperoleh bahan baku serupa aslinya. Lalu apakah suket kasuran bisa tumbuh di udara Pulau Dewata ? Badri menggangguk. Hanya saja ia belum mengetahui kelanjutannya kini.

Sebenarnya beberapa pihak mencoba mengembangkan wayang suket dengan jenis rumput lain. Mengingat kelangkaan bahan bakunya. Namun hasilnya tak dapat seawet suket kasuran. “Sampai 20 tahunan lebih masih bagus kok”, imbuhnya. Bahkan Badri juga membocorkan untuk perawatannya pun tidak rewel. Cukup dibersihkan dengan kuas dan diangin-anginkan sesekali.

Siapa sangka ya dari rumput seperti pada gambar ini, kita mendapati karya luar biasa berupa wayang. Dalam prosesnya, rumput ini akan dijemur sampai kering usai dipanen. Kemudian direndam dan ditiriskan hingga kering dan siap untuk dianyam. “Kalau nemu ada warna hijau sedikit, artinya proses jemurnya agak kurang kering”, pungkasnya sembari menunjukkan sebuah karya yang tengah dipajang di sebuah pameran siang itu.

Komentar

Banyak Dicari

PUTRI AYU LIMBASARI, SYECH GANDIWASI DAN PATRAWISA

Selalu saja ada yang menarik ketika berkunjung ke Limbasari. Desa ini terletak sekira 15 km dari pusat kota Purbalingga. Terletak di Kecamatan Bobotsari, Limbasari menyimpan banyak kekayaan. Mulai dari potensi temuan peninggalan neolitikum, wisata alam Patrawisa sampai legenda Putri Ayu Limbasari. Nah, untuk melepas lelah sepertinya berwisata akhir pekan ke Patrawisa bisa menjadi pilihan. Terletak di lembah Gunung Tukung dan Gunung Pelana, menjadikan pesona kecantikan alam Patrawisa mampu memikat seseorang untuk datang lagi dan lagi.  Untuk menuju bendungan Patrawisa hanya dibutuhkan waktu sekira 30 menit berjalan kaki sejauh 1,7 km. Ya, Patrawisa adalah bendungan atau dam yang membendung pertempuran Sungai Tuntung Gunung dan Sungai Wlingi. Tidak hanya itu, air terjun mini serta sendang-sendang jernih semakin menyegarkan sesampainya di lokasi. Lalu siapakah Patrawisa sehingga namanya diabadikan untuk tempat indah ini? Patrawisa adalah nama salah seorang cantrik Syech Gandiwas...

NYUWUN AGUNGING PANGAKSAMI

Satu hal yang saya tunggu-tunggu dari Lebaran adalah “SUNGKEMAN”. Yes, selain plong karena (pada akhirnya) mampu juga mengungkapkan segala perasaan bersalah pada orangtua, rasa dag-dig-dug belibet salah ngomong pun pasti menghampiri. Di keluarga inti, usai melaksanakan Sholat Ied, maka sungkeman perlu dilaksanakan sebelum sarapan menu Lebaran & bersilaturahmi ke tetangga. Yang seru adalah kami harus menggunakan bahasa Jawa krama. Yeah. Jadilah sejak semalam sebelumnya kami kerap menghapal terlebih dahulu naskah sungkeman dari masa ke masa. Hahaha. Seperti ini : “Bapak / Ibu’/ Embah, kulo ngaturaken sembah sungkem, sedoyo lepat nyuwun agunging pangapunten”. Hihihi, meski sudah merupakan mantra menahun, namun bagi sebagian keluarga yang (mayoritas) tinggal di luar JaTeng hal ini sangatlah merepotkan. So, mereka akan sungkeman dengan berkata “$#^&**&*&^%^^%^$#....pangapunten”. Wuiih,.. apa ya afdol ? Hehe. Makanya, sangat tidak mengherankan jika setiap Lebaran selain sun...