Langsung ke konten utama

SIGARAN

Lingkaran di kalender sudah menunjukkan masa periode. Sinyal kedatangan tamu yang belum muncul, membuat kami dengan nakalnya berangan-angan 'cengkir gadingnya mau digambarin siapa ya ?'

• ? oleh : Anita Wiryo Rahardjo

Sembadra Arjuna adalah yang tergambar di cengkir gading itu, saat saya masih dalam kandungan bulan ke-7. Sapta Kawasa Jati. Akankah kami melukiskan karakter yang sama ?

Sigaran

Memasuki bulan ke-7, jabang bayi berada dalam posisi siap untuk lahir sewaktu-waktu. Karena itulah, calon orang tua dan anak yang masih dalam kandungan itupun dibekali beragam pengetahuan. Salah satunya melalui mitoni.

Saat-saat sekarang, tidak mudah menemukan tradisi mitoni. Jikapun ada, sudah tidak lagi lengkap dengan sigaran. Apalagi memang tidak semua orang kedunungan melakoni sigaran dalam mitoni. Hanya untuk jabang bayi yang (benar-benar) anak pertama saja. Jika sudah berputera sebelumnya, maka dengan pasangan berikutnya pun tidak sebaiknya melaksanakan sigaran. Enggak apa-apa deh.

Tokoh Wayang

Dalam sigaran, yang utama diperlukan adalah cengkir gading. Cengkir = Kencenging Pikir. Halaaaahh... Okay balik lagi. Dalam mitoni, aturan terkait cengkir gading beragam. Manut kebiasaan lokal laaah.

(Ilustrasi diunduh dari jogjaland.net) Ada yang membutuhkan 3 cengkir gading. Ada pula yang mencukupkan 2 saja. Namun yang pasti bergambar tokoh pasangan wayang berikut :
1. Arjuna Sembadra
2. Rama Shinta
3. Kamajaya Kamaratih

Keluhuran dan keelokan masing-masing karakter diharapkan dapat menitis pada si jabang bayi. Entah hanya karakter atau garis perjodohannya pun ikut diwariskan. Hmmmmhhhh,.... nggak usah dipikir, lakoni aja.

Oh iya, satu cengkir gading bergambar satu tokoh. Jadi kalau disyaratkan dua buah kelapa kecil berwarna kuning ini, maka satu digambari tokoh Arjuna satunya Sembadra. Jika kebiasaan wilayah menggunakan 3 buah, maka yang satu dibiarkan kosong.

Pada awalnya, cengkir gading ini digambari oleh Calon Bapak. Hanya lambat laun ini menjadi tugas para pelukis. Demi alasan estetis. "Kan nggak semua Ayah bisa gambaaar", katamu seolah dapat pembelaan yang pas.

Tokoh wayang yang tergambar dalam cengkir gading inilah yang kerap menjadi alat deteksi kelamin bayi secara tradisional. Bagaimana caranya ?

USG tradisonal

Setelah melewati beberapa tahapan dalam upacara tradisi mitoni, cengkir gading bergambar ini akan dibawa masuk ke kamar. Dan dikeluarkan kembali dalam keadaan digendong oleh Calon Nenek.

Cengkir gading kemudian diletakkan secara terbalik di tempat upacara tradisi berlangsung. Gambarnya ada di sisi dibawah, tidak diperlihatkan. Nah, Calon Bapak akan memilih salah satu untuk kemudian dibelah. Jika pilihan jatuh ke tokoh Arjuna / Rama / Kamajaya konon anak pertama ini lelaki. Begitupun sebaliknya.

Cara lainnya, ada yang memberlakukan kedua cengkir gading harus dibelah. Jika langsung terbelah terpisah jadi 2 maka konon anak pertama adalah perempuan. Sebaliknya akan lelaki kalau terbelah namun masih menyatu.

Bagi yang menggunakan 3 buah cengkir gading beda lagi. Yang tidak bergambar itulah yang akan dibelah. Kali ini harus teliti melihat air kelapanya. Kalau muncrat maka... "Cowok", tukasmu cepat. Ehm ! Iya deh, sementara kalau merembes berarti cewek lah dia.

Lucu ya ? Untuk tingkat akurasinya, lebih baik tetap pasrahkan saja pada Yang Diatas. Karena sama kok seperti teknologi jaman ini. Bisa meleset.

Tengah malam terdengar kamu bersenandung. Cukup lirih, "It's not time to make a change, just sit down and take it easy". Didorong terbawa suasana lagumu, saya pun bergegas.

Tik tok tik tok

Beberapa detik berlalu. Dan.... "Strip satu"


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...