Langsung ke konten utama

Hai, anak band Purbalingga...

Ehm !!

Tak perlu kaget dengan deheman saya. Kadang seperti inilah salam perkenalan yang saya ucapkan.

Tersasar kemari ya setelah klik salah satu link dari dolanpurbalingga.com ? Mangga pinarak. Kepalang tanggung. Hari ini saya turut menyuguhan sedikit tentang band indie di Purbalingga.

• oleh : Anita Wiryo Rahardjo •

Independent music a.k.a indie telah menapakkan langkah sebagai bagian dari industri musik di tanah air. Ya I-N-D-U-S-T-R-I. Menjadi 'indie' sekarang ini bukan lagi karena keterbatasan.

Flashback, saya lalu diingatkan bagaimana konsep indie di tanah air banyak dicontek usai album "For Through to the Sap" milik PAS Band rilis. Atau bagaimana sebelumnya ada sekelompok musisi yang tergabung dalam Guruh Gypsi sudah nekat bener menjajal "industri" indie mendahului Yuke cs. Tapi rasanya tak lagi bijak ya jika saya panjang lebar ngebahas ini. Siapa gueh ?!?! Emdeeh sudah bukan. *mengedip

Nah meski awalnya konsep indie menggeliat di kota-kota besar saja, bukan berarti kota kita nggak punya. Pada awal milenia, beberapa band juga sudah bergerilya di jalur indie. Siapa saja ? Mungkin salah satunya adalah idola atau justru pernah jadi groupies-nya. #Eh !!

Sebenarnya bukan hal baru bagi sebagian band Purbalingga untuk memiliki karya tersendiri. Salah satunya band hardcore asal Purbalingga Revoltside. Saya rasa mereka ini paling jempalitan. Bagaimana tidak ? Lha wong hampir selalu sang vokalis terjeblos papan stage Sunday Morning atau Saturday Night kok.

Diluar aksi panggungnya yang rebel, urusan managemen karya mereka malah rapi. Toh sudah bukan rahasia, komunitas musik underground memang dominan di jalur indie label. Bahkan memiliki industri musik tersendiri sejak awal. Dan melalui album kompilasi, karya Revoltside makin bergema khususnya di kalangan penikmat musik cadas tanah air.

( Mas Naro, nyong ijin njukut fotone ya.. dan tetiba terdengat suara tak bertuan "Jukut bae Nit".. ijin selesai) Lazimnya band hardcore yang minim personel, mereka pun hanya bertiga. Ainaro (voc & guit), Dodo (bass) dan Tomo (drum). Revoltside terbentuk pada akhir 1999. Nama Revoltside kita temukan dalam "Nusantara HC Punk Comp : Mari Bung Bangkit Kembali" dan "Stay Together vol. 3" di tahun 2001. Kisaran tahun yang sama mereka pun menelurkan album "Anjing Perang".

Band : Revoltside
Tahun : 1999 s.d kini
Album : Anjing Perang (2001)
Track : Anjing Perang, Pikir, Muncrat, Revoltside, Munafik Cinta, Surrender, Bangkit, Life Survival

Nah band yang kemudian secara khusus juga merekamkan karyanya adalah Awan Biru. Mereka menawarkan britpop ke tengah penikmat musik Purbalingga. Terasa sekali jika Coldplay dan Padi menjadi influence mereka. Adalah : Andri (voc, rhyt), Indra (bass), Erwin (guit) dan Puji "Menceng" (drum) yang tergabung dalam Awan Biru Band.

Band yang terbentuk pada 2001 ini memang fokus untuk recording sejak awal. "Awalnya kita indie buat lompatan ke major label. Tapi endingnya kebentur dana juga", kenang Andri.

Bagi Awan Biru tidak sulit untuk gerak cepat mengkomposisi karya. Personelnya sudah banyak ngangsu kawruh di beberapa band lokal kenamaan. 6 lagu mereka besut dalam album bertajuk self title. Mengingat tracking studio saat itu di Purbalingga belum ada, Awan Biru pun memilih rekaman di kota "gudeg" Jogjakarta.

"Mengedarkan karya tuh susahnya luar biasa saat itu. Nggak semua radio mau nerima band indie. Terpaksa kita edarin dulu lagunya di luar kota. Soalnya media Purbalingga nggak banyak yang mau support", kenang Andri. Ya, inilah hal yang dirasa cukup menyakitkan bagi band indie Purbalingga saat itu. Biaya promo satu lagu saja sudah cukup membuat kantong tipis. Hal ini dikarenakan indie belum secara khusus mendapat space dalam program acara. Tak heran mereka memilih luar kota yang lebih bersahabat pada band indie.

Dan usaha mereka membuahkan hasil. Mereka pun mewakili Purbalingga untuk tampil di sebuah acara khusus potensi lokal garapan TV nasional channel Jawa Tengah saat itu.

Band : Awan Biru
Tahun : 2001 
Album : EP self title (2001)
Track : Kesemuan Cinta, Kisah Sahabat, Renjana, Julia, Teman Bercinta & Aku Saat Ini

Jika Awan Biru memilih resign karena kesibukan personelnya, maka berbeda dengan band indie Mines Weeper yang memilih eksis.

Mines Weeper dikenal punya banyak 'muka'. Ada yang mengenal sebagai band top40, band festival, band cover Dewa hingga band indie. Band ini berlines up : Arif, Uut & Ana (voc), Novan (bass), Alfa (keyb), Wasis (guit), dan Upik (drum).

Mines Weeper mengawali kiprah indie-nya dalam sebuah Festival Band pelajar se-Kabupaten Purbalingga. Saat itu sekitar tahun 2001. Syaratnya selain mengcover lagu milik band Indonesia, peserta wajib memiliki lagu ciptaan sendiri. Nah setelah masuk menjadi finalis, mereka pun makin keranjingan merekamkan karyanya. "Jaman jelang Ebtanas (sekarang UAN), kita lagi semangatnya ngeband dan ngulik lagu. Sampai-sampai pas ujian nyong pada ora teyeng nggarap. Tapi semua itu terbalas saat kami juara III dan dapat the best drummer", kenang drummer Mines Weeper, Upik.

Masa kuliah menjadikan band ini membatasi aktivitas bermusiknya. Namun sesekali mereka masih muncul di Purbalingga sebagai band top40 pada beberapa event dan sempat tampil di JogjaTv dalam acara musik "rolasan". Bongkar pasang personel pun tak bisa terelakkan. "Sampai sekarang aja udah ada 5 generasi vokalis keluaran Mines Weeper. Tapi itu semua ada hikmahnya, Mines Weeper banyak saudara, "like a big family", tambahnya.

Dengan formasi saat ini -yaitu Toufan (voc), Alfa (keyb), Wasis (lead guit), Pyenk (rytm), Danang (bass) dan Upik (drum)- aksi mereka pun merambah pada video klip. Bukti keseriusan dalam berkarya. Mangga saksikan saja di https://youtu.be/lI0IhiyCAul atau https://youtu.be/qYUOQtI847o

Indie tetap menjadi pilihan Mines Weeper hingga kini. Eksisnya mereka tak hanya dituangkan melalui chanel youtube mereka saja. Kedekatan antar personelnya pun merambah pada usaha non musik. Mulai dari bidang sosial hingga keuangan. Wah !

Band : Mines Weeper
Tahun : 2001 s.d kini
Album : promo single
Track : Saat bersama kekasih (2001), Kulantunkan (2001), Lagu rindu (2001), dan That I've Doing the Wrong Thing (2001), Obsesi (new), Tak kan terlambat (new), H2T (new), Pria itukah (new)

Selain mereka bertiga sebenarnya masih banyak band yang sudah memiliki karya namun kemudian menghilang begitu saja. Mmmm.. kayaaaakk...... Ini nih !! Masih ingat OCB nggak ? Yap, Ocean Child Band rutin perform di stage Sunday Morning pada tahun 2002 dulu. Selain cover karya-karya "Petualangan Sherina", band yang terdiri dari bocah-bocah cilik, cantik dan nggemesin ini juga telah dibuatkan karya sendiri. Tapi judulnya apa saja, luuupppaaa !!!

Sayangnya, karya mereka belum secara khusus direkam dan diedarkan. Saya hanya diperdengarkan sekali live record OCB oleh sang pelatih. Di lines up OCB ada sang vokalis yang paling imut (tapi tak kunjung ingat namamuuuuu wahai adek personel OCB termuda #maafkan), Gesya (guit), Widhi (bass), Distya (keyb) dan Yani (drum). Jelang lulus Sekolah Dasar, OCB memang banyak vakum. Nah sekarang sudah kelas berapa ya mereka ? Eiiiitttsss... jangan bayangkan kini mereka masih se-imut dahulu. Sang drummer saja kini sudah sibuk menjadi anggota DPRD di kabupaten tetangga. Nah tak sempatnya mereka recording, identitas sebagai band indie pun tak jadi tersemat. Dan cukup banyak band Purbalingga yang mengawaki kondisi serupa. Sudah beken, baru memulai proses namun terhenti begitu saja.

Ayo, band indie Purbalingga jaman now !! Jangan mau kalah ! Fasilitas recording dan media sudah sangat support sekarang ini. Tinggal buat karya yang kece. Karena kalau tidak, bisa terlibas nama-nama besar yang memilih menjadi indie.

(Saat jemari menekan enter, suara serak berat sang vokalis indie itu terdengar.. "Perlu sedikit renovasi otak, biar tak terkotak-kotak...)

Komentar

  1. Halo kak terimakasih udah mengingat dan menyematkan nama OCB di blog 🤣 bener2 kenangan masa kecil indah jaman dulu hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...