Langsung ke konten utama

COKELAT JEJAMUAN, RADENTA


Jika ada yang menawari saya cokelat batangan, otomatis saya sih yes. Kalau dicampur kayu manis ? Jelas mengangguk terus macam minimka. Kalau dicampur jamu ? Tik tok tik tok. Jangan bilang "tidak" dulu ya (Oleh : Anita W.R.)

Cokelat jejamuan. Itulah yang ditawarkan Radenta. Pesona dua kutub budaya yang berbeda. Cokelat batangan yang selama ini kita kenal memang tak hanya menawarkan rasa originalnya saja yang lumer di mulut. Tapi juga sudah dengan toping atau filling terutama nuts dan buah kering macam raisin. Nah sekarang coba deh kita nikmati cokelat batangan yang sudah kita kenal tapi dengan filling jamu. Weeew !! Jamu ? Iya jamu. Kayak kunyit asam, beras kencur atau jamu pahit temulawak itu. Aneh ?

"Awalnya pasti iya lah ngerasa aneh. Apalagi waktu proses bikinnya dulu. Saya sampai kasian sama yang cicip", kenang Mareta Ramadhani saat bertemu di sebuah kantor media beberapa waktu lalu. Mareta ini founder Cokelat Radenta. Cokelat Jejamuan ini bisa disebut transformasi dari usaha Jamu dengan rasa cokelat yang pernah dibuatnya. Upayanya mengenalkan jamu dengan citarasa anak muda itu tak membuahkan hasil maksimal. Malah cenderung sepi pada akhirnya. Hingga sebuah formula baru dicobanya. Bukan lagi jamu rasa cokelat tapi cokelat rasa jamu. (Dua foto diatas & foto terakhir diunduh dari blog cokelat enak radenta)

Proses awal pembuatan dilakoninya di Jogjakarta. Jadi inget cokelat Roso nih. Sebagai lulusan apoteker, Reta sudah cukup akrab dengan aktivitas meramu dan meracik. Setelah proses yang beragam, jadilah cokelat batangan dengan filling atau isian jamu dipasarkan sejak 2014. Eh, ngomong-ngomong kenapa Radenta ya ? "Raden diambil dari Baturraden, sebuah objek wisata yang ternama di area Banyumas, sedangkan Ta dari nama saya Mareta", ujarnya

Bagi yang tak suka jamu tak usah bingung. Toh selain 3 rasa tadi ada juga filling rosela dan kayu manis. "Jadi ada grade-nya nih dari yang soft sampe yang tebel rasa jamunya. Yang mau kenalan bisa coba rasa kayu manis dan beras kencur. Medium bisa cicipin kunyit asem. Dan yang paling tinggi ya temulawak yang pahit itu", sarannya. See ? Nggak usah kepikir pahit duluan deeeh. Apalagi kalau cobanya rasa beras kencur.

Yuk pesan, ada paket sahabat (isi 3 varian 7,5 K). Info lengkap cek coklatenakradenta.blogspot.com. Buat yang nggak suka rempah, ada juga varian rasa durian, mint, keju, madu, jeruk nipis, pisang, dan cabe. Udah ah, kalau dibayangin enaknya nggak sampai meleleeeh, invite saja Pin : 7E8BD34F atau gabung di IG : @radentacoklat dan Line : @coklatenakradenta





 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...