"Kerso kèréng Mba ? Diunjuk kalih teh pait nggeh ?", tanya Mbok Tua, demikian saya memanggilnya, sembari menyerahkan
mangkuk berisi ummmm... mirip gula merah. (Oleh : Anita W.R.)
Siang itu, matahari bersinar dengan teriknya di kaki
pegunungan Pelana, Karang Anyar, Kabupaten Purbalingga. (Nama desa ada di foto sebelah ini) Maklum katanya tengah
dinaungi El-Nino sehingga kemarau datang lebih panjang. Dan ini cukup
menguntungkan bagi para pembuat gula merah rumahan.
Di bawahan (dapur khusus untuk mengolah gula), saya
mendapati Bapa Tua tengah nitis yang telah dimulainya sejak pagi. Aroma wangi
karamel langsung membuat saya terus menghirupnya dalam-dalam. Gula Merah atau
sebagian menyebutnya dengan Gula Jawa, memang difavoritkan. Konon gula ini
sudah ada sejak masa Nusantara. Terbuat dari nira kelapa atau badhég
menjadikannya jauh lebih menyehatkan dibanding gula putih.
Pekerjaan nitis yang tengah dilakoni Bapa Tua itu
ternyata menghabiskan 40 kg badheg yang didapat berhari-hari. "Kurang lebih ngludhang seminggu untuk
bisa dapat 40 kilo. Kalau musim kemarau kadang lebih lama karena niranya
sedikit. Tapi jelas jadi gula yang kreeess", ujar dia. Nah, ngludhang
atau nderes tidak dilakoninya sendiri. Ia menyuruh anaknya yang jauh lebih muda
untuk memanjat dari satu pohon ke pohon kelapa lainnya. Sistemnya adalah beli
deresan. Dalam setahun satu pohon kelapa deresan yaitu yang diambil niranya
disewa seharga Rp. 50.000,-. Saat didérés ini buah kelapa tidak akan pernah
jadi lho.
Ketika sudah mencapai jumlah yang diinginkan, badhég
atau nira itu dimasak dalam wajan besar diatas tungku. Biarkan hingga mendidih
dan mulai mengental, baru kemudian diaduk-aduk secara memutar. Setelah kental,
cairan yang buat saya mirip adonan brownies ini dituang ke cetakan. Cetakan
dari bambu disebut dengan sengkang. Sayangnya Bapa Tua sudah tidak lagi
menggunakannya. Kini ia beralih memakai mangkok plastik sebagai cetakan gula
merah seberat 1 kg. Ada sekitar 20 mangkok terisi dan siap dijual ketika gula
mengering nanti.
Oya, soal kèréng yang tadi ditawarkan. kèréng ternyata
adonan kental diatas atau istilahnya langit adonan gula yang tengah dimasak.
Karena mengental lebih dulu, maka kèréng dipisahkan. Dan bisa laah untuk kita
gigit sebelum meminum teh pahit. Nikmaaaat.
Gula merah atau gula Jawa ini mengandung banyak
mineral yang kita butuhkan. Tak heran jika dalam masakan kita terbiasa
menjadikannya salah satu bumbu inti.
Saat kecil saya sering colong-colongan menyisir gula
merah dan diam-diam mengulumnya saat main panas-panasan diluar. Atau sengaja
menyiapkan saat harus olahraga lari. Katanya sih bikin nggak cepet haus dan
lapar. Hahaha..
Ket :
- è : baca seperti pada kata sepi
- é : baca seperti pada kata rame
- nderes atau ngludhang : aktivitas menyadap nira kelapa.
- badheg : nira kelapa
- è : baca seperti pada kata sepi
- é : baca seperti pada kata rame
- nderes atau ngludhang : aktivitas menyadap nira kelapa.
- badheg : nira kelapa
Komentar
Posting Komentar