Langsung ke konten utama

KAMPEL WANGON

Musim dingin ini memaksa kita untuk terus dan terus mengunyah agar tak kehilangan panas tubuh. Selain menu-menu berkuah, jenis gorengan pun tak ketinggalan disajikan sebagai teman minum kopi atau teh panas. Salah satu yang bisa jadi pilihan adalah Kampel. Ya, atis-atis ya cocoke kampelan (*). Haaaiiiizzzzz.....  Tak pelak ocehan seorang kawan asli Ajibarang ini memancing keriuhan. Otak-otak mulai berputar mencari topik yang lebih hangat lagi. Hahaha..

Bicara soal Kampel, inilah menu khas daerah Wangon, Banyumas. Salah satu marga gorengan yang malah mengingatkan saya pada sandwich. Rotinya adalah irisan ketupat, inti atau isinya diganti dengan dage dan sausnya menggunakan sambal ulek yang pedesssss. Susun sandwich khas Wangon ini dengan rapi dan celupkan ke adonan tepung goreng dan.... sreeeeenngg.

Suapan pertama Kampel ini terasa aneh dimulut saya. Ada efek kenyal dari ketupat yang berpadu dengan rasa khas dage yang manis-gurih-pahit plus sambelnya yang pedes. Tapi selanjutnya nagih sih. Hehe,... Uniknya lagi Kampel ini tidak serta merta bisa diperoleh di seluruh tlatah Banyumas. Di Purwokerto saja bisa dibilang tidak ditemui. “Kalau pengen ya harus ke sentranya di Wangon”, begitu sih kata beberapa orang  Menurutnya kuliner khas inipun kerap dinamai dengan Penjorangan. Wataauw !! Kenapa ya ?? “Mungkin bentuknya itu lho, dimana kupat diselipi dage, hehe.. kesannya penjorangan, saru, nyleneh,” katanyaaaaa. Waaah, ini sih sepertinya butuh pemahaman yang tinggi ya. Hahaha... Penasaran ? Silakan meluncur saja ke Wangon, Banyumas.

(Matur nuwun Mba Susy & Mas Heri untuk medang-medangnya, lain kali saya tunggu perkedel talas khas-nya)


Note : *kampelan berarti juga pelukan dalam bahasa Jawa

Komentar

Banyak Dicari

PUTRI AYU LIMBASARI, SYECH GANDIWASI DAN PATRAWISA

Selalu saja ada yang menarik ketika berkunjung ke Limbasari. Desa ini terletak sekira 15 km dari pusat kota Purbalingga. Terletak di Kecamatan Bobotsari, Limbasari menyimpan banyak kekayaan. Mulai dari potensi temuan peninggalan neolitikum, wisata alam Patrawisa sampai legenda Putri Ayu Limbasari. Nah, untuk melepas lelah sepertinya berwisata akhir pekan ke Patrawisa bisa menjadi pilihan. Terletak di lembah Gunung Tukung dan Gunung Pelana, menjadikan pesona kecantikan alam Patrawisa mampu memikat seseorang untuk datang lagi dan lagi.  Untuk menuju bendungan Patrawisa hanya dibutuhkan waktu sekira 30 menit berjalan kaki sejauh 1,7 km. Ya, Patrawisa adalah bendungan atau dam yang membendung pertempuran Sungai Tuntung Gunung dan Sungai Wlingi. Tidak hanya itu, air terjun mini serta sendang-sendang jernih semakin menyegarkan sesampainya di lokasi. Lalu siapakah Patrawisa sehingga namanya diabadikan untuk tempat indah ini? Patrawisa adalah nama salah seorang cantrik Syech Gandiwas...

NYUWUN AGUNGING PANGAKSAMI

Satu hal yang saya tunggu-tunggu dari Lebaran adalah “SUNGKEMAN”. Yes, selain plong karena (pada akhirnya) mampu juga mengungkapkan segala perasaan bersalah pada orangtua, rasa dag-dig-dug belibet salah ngomong pun pasti menghampiri. Di keluarga inti, usai melaksanakan Sholat Ied, maka sungkeman perlu dilaksanakan sebelum sarapan menu Lebaran & bersilaturahmi ke tetangga. Yang seru adalah kami harus menggunakan bahasa Jawa krama. Yeah. Jadilah sejak semalam sebelumnya kami kerap menghapal terlebih dahulu naskah sungkeman dari masa ke masa. Hahaha. Seperti ini : “Bapak / Ibu’/ Embah, kulo ngaturaken sembah sungkem, sedoyo lepat nyuwun agunging pangapunten”. Hihihi, meski sudah merupakan mantra menahun, namun bagi sebagian keluarga yang (mayoritas) tinggal di luar JaTeng hal ini sangatlah merepotkan. So, mereka akan sungkeman dengan berkata “$#^&**&*&^%^^%^$#....pangapunten”. Wuiih,.. apa ya afdol ? Hehe. Makanya, sangat tidak mengherankan jika setiap Lebaran selain sun...