Langsung ke konten utama

One Motif One Product Batik Sekarsari


Anak gaul dan produk distro itu ibarat best friend. Sebisa mungkin selalu berdampingan. Kalau nggak distro ya nggak gaul. Ooooh, pantes saja saya sering dibilang “nggak gaul banget”. Ya deh saya sih ikhlas saya disebut demikian, karena pada kenyataannya saya memang enggan melangkahkan kaki masuk distro dan belanja produk fashion disana. Mengapa ? Betul sekali. Mahal. Ini memang masalah style ya. Bagi anak-anak muda yang pengen disebut  gaul, berapapun harganya pasti oke. Tapi pernah nggak sih langsung setuju tanpa ragu ketika ditawari beli batik yang dikonsep a la – a la  distro gitu ? Alias produknya ini berjumlah terbatas. Mau nggak ? *Monggo jawab dalam hati saja lah.

gambar diunduh dari berbah.com

Tidak hanya diproduksi dalam jumlah terbatas, bahkan batik ini lebih eksklusif lagi. One Motif One Product. Konsep ini digagas batik Sekarsari desa Gambarsari RT 4 RW 2 kecamatan Kemangkon. Kreatif banget ya ? 

(gambar : Motif Pring Sejagad)  

Konsep ini bermula dari keprihatinan pemilik Batik Sekarsari, Edi Winarto saat mendengar batik diklaim milik negeri tetangga. Edi yang saat peristiwa itu sebenarnya sudah menggeluti usaha batik selama kurang lebih dua tahun langsung bergiat membenahi usahanya. Dalam pikirannya saat itu, “Kalau bukan generasi mudanya yang melestarikan, maka kemungkinan kejadian pengklaiman batik akan kembali terjadi suatu saat nanti”.

Setelah kembali menimba ilmu pada salah seorang pengusaha batik Yoga Prabowo, Edi dan salah seorang kawannya Eka memulai brand sendiri yaitu Sekarsari. Melalui Sekarsari ini kita ditawari banyak varian ragam corak. Tak hanya corak motif Banyumasan, tapi juga batik luar Jawa seperti batik Kalimantan maupun Sumatera. Bahkan kadang mereka mengcombine-nya agar lebih unik lagi. *bayangin. Kayak gemana coba yah batik Purbalingga di mix ama batik Sumatera ? Hihihihi, sebagai keturunan dua nagari tersebut  saya jadi penasaran. Siapa tau bisamewakili karakter saya. Lhooooo,.. apa sih ?  Oya tapi ngomong-ngomong yang corak asli Gambarsari sendiri ada nggak sih ? “Ada, namanya batik Kendil Wonosari”, kisahnya beberapa waktu lalu saat ditemui di helatan Purbalingga Expo akhir 2014. Ya, kendil adalah salah satu gerabah penampung air yang banyak di produksi di Gambarsari. Sehingga corak Kendil Wonosari pun tercipta sebagai trade mark desa Gambarsari.

(ilustrasi disamping diunduh dari www.gantibaju.com) 

Lalu ide One Motif One Product itu muncul dari mana ? Katanya sih justru dari pembelinya sendiri. Para kolektor batik ternyata lebih banyak memburu batik yang limited edition. Atau syukur-syukur sih satu-satunya. Sehingga mereka berduapun terus berinovasi dengan membuat corak-corak yang berbeda satu sama lain. “Sampai ada juga kolektor yang beli blak-blakan nya lho”, kekehnya. Haiyo blak-blakan itu apa haiyo,... Hahaha. Yap, blak-blakan disini adalah kertas rancangan design motif batiknya. Wuiiihh, sampai segitunya ya. Eh, tapi kalau sudah kelasnya begini, jangan-jangan harganya tidak terjangkau kantong sekelas saya nih. “Harga bermacam kok Mba, kan ada batik tulis dan batik seminya juga”, katanya. Nah, jadi nggak usah ngeper dulu nih. Iya untuk batik tulisnya sendiri memang harga bisa mencapai 250 Ribu s.d jutaan. Tapi kalau semi (campuran cap dan tulis) bisa lah lebih bersahabat dari batik tulis. Aseeeekk. Bisa beli ? Saya sih tetep enggak bisa beli juga deh kayaknya. Hehehe.

Nah, meski kini Gambarsari dikenal sebagai salah satu sentra batik, namun Edi sendiri justru menyebut bahwa tenaga kerja adalah satu permasalahan terbesarnya. Hal ini dikarenakan minimnya orang yang mau belajar membatik. “Beda kalau di Limbasari, mereka walaupun sudah sepuh memang sudah punya bakat membatik.  Di Gambarsari kami malah justru harus mengajari dari awal “, ungkapnya. Dan yang bikin kaget lagi adalah meski pembatik pemula mereka pun sudah termasuk berusia sepuh. Sehingga tujuan regenerasi batik masih belum bisa tercapai. Ayo,ayo,... yang anak muda mana ini ? Belajar ngebatik dong ah. Nanti kalau kita nggak ada yang belajar, terus di klaim negara lain lagi, bisanya cuman protes.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...