Langsung ke konten utama

BADAI PASIR bukan "BADHE PASIR" lho,...



Apa kabar ya Pantai Petanahan ? Hmmm, gara-gara membongkar file lawas, koleksi foto di pantai kawasn Kebumen inipun seolah kembali merangkai cerita. Jujur tidak banyak yang saya ketahui dari pantai ini. Hanya karena nyasar sajalah, akhirnya kami sampai di tempat ini.

Pantai Petanahan ini tidak terlalu ramai jika dibanding Pantai Ayah yang terkenal itu. Namun beberapa warung di pinggiran pantai sepertinya mengatakan jika tempat inipun bukan tanpa pengunjung. Tidak ada pasir putih, tidak ada dermaga, tapi ombaknya manap. Satu hal yang paling saya ingat dari Pantai Petanahan ini adalah "BADAI PASIR".

Entah apa yang ada di otak saya waktu itu, hingga peringatan dari penjaja makanan pun saya abaikan. "Kukud mawon, sekedap malih badai pasir Mba", ujar mereka. Dan seperti biasa, saya cuma nggah-nggih mboten kepanggih. Dalam selintas bayangan saya, badai pasir adalah suatu kondisi dimana pasir-pasir beterbangan tersapu angin laut. Sementara teman-teman lain malah lebih nggak mudhengi lagi. Karena kalimat yang mereka angkap adalah bernada tawaran "badhe pasir?". Pantesan temen-temen saya waktu itu serempak menjawab "Mbottteeeennn...". Eh ?????

Badai Pasir di Pantai Petanahan kabarnya adalah hal yang biasa. Badai ini kerap datang selepas tenagh hari. Makanya jumlah pengunjung beringsut habis saat siang. Dan selain para pedagang yang tengah berkemas, siang itu kami adalah rombongan terakhir yang masih nggak ngeh dengan kondisi alam. Baru deh, setelah angin kencang menerbangkan atap-atap seng warung, kamipun berebut masuk kendaraan dan langsung saja tancap gas. Dan begitu keluar dari lokasi, terpaan angin besar yang membawa pasir ini tak lagi berasa. Yaaaahhhhhh...





Sayangnya kami terlambat mengetahui jika badai pasir ini adalah hal yang biasa terjadi di Pantai Petanahan. Kalau tahu sejak awal, bisa saja kami bertahan untuk membidik moment lebih banyak lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...