#NP
: Ihsan Tarore ft Dira Sugandhi – Bawalah Aku Kembali
........ tiada tempat yang paling indah
selain rumah,
tiada masa yang lebih indah selain bersama mereka yang tercinta..............
tiada masa yang lebih indah selain bersama mereka yang tercinta..............
Tanpa
sadar alunan salah satu soundtrack film ini menggiring saya untuk segera
meluncur ke sebuah dusun tempat saya melewatkan separuh masa kecil. Beberapa
kenangan pun berkelebatan. Mulai dari menangkap buah-buahan yang dilemparkan
sepupu-sepupu saya yang memanjat pohon, berlarian di sepanjang pematang sawah,
bermain di sungai, mengeriting rambut dengan tangkai daun waru sampai
tebak-tebakan warna kembang waru.
Ya,
kembang waru ini memang jadi favorit saya dan sepupu ketika ngumpul. Tangkai
kembang bernama latin Hibiscus tiliaceus
L. ini akan menempel semalaman di kepala dan baru akan dilepas keesokan
paginya. Taaaarrrrrraaa, rambut kecoklatan kami pun akan menjadi lebih berombak
dibanding biasanya. *Kemayu. Atau di
satu waktu kami pun akan diam-diam berlarian ke pinggir sungai untuk memungut
daun kembang waru sungai yang berukuran lebih besar dan kami jahit sekenanya
untuk menjadi tas properti bermain. Daunnya yang berbentuk seperti jantung dengan
gerigit ini kadang kala juga kami temukan sebagai pembungkus nasi oleh-oleh
kondangan. Dan yang seru lagi adalah tebak-tebakan warna kembang waru, yang
baru saya ketahui belakangan jika warnanya memang selalu berubah seiring waktu.

Saya
dan sepupu memang sering menemukan kembang waru berwarna merah tergeletak di
tanah tapi tidak demikian dengan yang nempel di atas pohon. Ada yang berwarna
putih ada juga yang kuning atau bahkan kadang berwarna jingga. Ternyata tanaman
perdu ini memang unik. Dia adalah jam biologi. Kembang waru akan berwarna
kuning seperti halnya pagi yang cerah, atau berubah menjadi jingga saat panas
menjelang dan kemudian berganti menjadi sehangat senja yang merah. Dan seperti
halnya hidup, sesudah menjadi merah, kembang ini bersiap untuk segera gugur
saat matahari terbenam. Bahkan katanya, jika tak sempat gugur pada senja ini,
kembang waru akan menunggu senja esoknya untuk kembali ke bhumi. Keistimewaannya
inilah yang membuat masyarakat Sasak Lombok memiliki tradisi unik Pujawali - Rarak
Kembang Waru yang digelar setahun sekali pada purnama ketujuh kalender Sasak. Dan juga adat Taek Lauk Taek Daya (Karang Bajo, Bayan , Lombok Utara) yang
diadakan hari Kamis atau Jumat minggu pertama setiap bulan Rajab. Puncak dari
adat ini adalah gugur atau rontoknya kembang waru. Gugurnya kembang ini
mengartikan juga bahwasannya hidup pasti silih berganti.
............bawalah aku kembali ke masa
kecilku dulu.
dan biarkan ku kenang rasa itu sebagai pelepas rinduku...................
dan biarkan ku kenang rasa itu sebagai pelepas rinduku...................
Komentar
Posting Komentar