Langsung ke konten utama

MENCOBA TELUR REBUS DI KAWAH SIKIDANG


Legenda keberadaan anak-anak gimbal Dieng bermula disini. Dari kisah Puteri Shinta Dewi yang membuat Pangeran Kidang Gerungan terus hidup melalui kesaktiannya di Kawah Sikidang. (Oleh : Anita W.R.)

Tidak jauh dari Kawasan Candi Arjuna, telah menanti untuk dikunjungi yaitu Kawah Sikidang. Manfaatkan saja tiket terusan dari Candi, agar tidak terlalu repot. 10K sudah bisa mengunjungi 3 lokasi. Candi, Sikidang dan Kailasa.(Foto diunduh dari sini)

Hujan masih setia mengawal pesiar siang itu. Meski ribet harus berpayung, namun ini pertanda suhu sedikit menurun di saat kulminasi. Hanya saja masker tetap tak boleh lepas. Bukan masalah takut matahari. Tapi karena aroma belerang sudah menusuk dari kejauhan. Tak usah khawatir jika lupa membawa. Pedagang masker sudah siap menanti.

Kawah Sikidang merupakan salah satu kawah aktif yang merupakan kepundan bagi aktivitas vulkanik di bawah dataran tinggi bersama dengan Kawah Sibanteng, Sinila, Candradimuka, Siglagah, Sikendang, Sileri dan Timbang. Kawah ini bukan berada di puncak gunung melainkan di daratan. Dan Sikidang ini paling populer dan banyak dikunjungi.

Sepanjang menuju kawah, deretan panjang penjual oleh-oleh terus merayu. Mulai dari carica, terong Belanda, purwaceng, kentang merah, cabai Dieng yang berukuran ekstra hingga souvenir macam edelwise dalam vas kayu ukir dan tongkat pringgondani. Silakan menawar dulu, dan berbelanjalah nanti. Usai menikmati uap panas Sikidang.


Bagi yang baru pertama kali kesini mungkin dibuat bingung. Manakah yang harus dituju. Sebuah cekungan luas berasap dengan pagar atau bumbungan asap tinggi yang terus mengepul. Tentu saja kawah yang dikelilingi pagar itu. Bukan tanpa alasan ya. Selain panas, letusan Sikidang pun acap berpindah. Tapi tetap kok didalam kalangan. Eiitttss, macam ebeg saja yah pakai kalangan. Nah saking lincahnya maka kawah ini disebut Sikidang. Kidang = Menjangan = Kijang.

Legenda mengisahkan bahwa Pangeran Kidang Garungan yang bersosok manusia gagah berkepala kijang hendak meminang Puteri Shinta Dewi yang tidak menyambut cintanya. Karena takut untuk menolak, sang Puteri mengajukan syarat minta dibuatkan sumur besar lagi dalam. Belum juga selesai, Puteri meminta bantuan rakyatnya untuk mengubur Pangeran didalam sumur yang tengah digalinya itu. Kekecewaan Pangeran Kidang Garungan membuatnya mengeluarkan kutukan rambut gimbal pada setiap keturunan Puteri Shinta Dewi. Dan berkat kesaktiannya, Pangeran itu terus hidup dalam rupa letusan panas bumi yang terus berpindah layaknya kijang. Dan anak-anak yang disebut sebagai keturunan Puteri Shinta Dewi itulah yang kemudian diruwat di halaman candi Puntadewa setiap tahunnya. 

Dan selain letusan yang berpindah-pindah, keberadaan penjual telur (mereka menuliskannya telor) rebus kawah menjadi sesuatu yang menarik. Telur itu akan dibungkus plastik dan dicelupkan ke kawah. Untuk mengambilnya diperlukan semacam kail. Dan ini hanya boleh dilakukan penjualnya saja. Kalau ingin melihat dari dekat, bisa membeli telur rebus kawah dibawah, pada deretan penjual oleh-oleh. Telurnya akan direbus dalam tempayan dengan panas bumi yang muncul di lokasi itu. Penasaran ? Bisa buka tempayannya kok. Tidak se-ekstrim mancing telur di kawah kan ? Soal rasa, katanya sih sama. Berhubung ada nasihat dokter untuk mantang amis-amis, sayapun memilih tidak mencobanya.

Selain telur rebus kawah, Sikidang pun menawarkan sauna gratis. Jika kuat, bisa membiarkan uap kawah menerpa wajah. Seperti habis disteam, maka wajah akan berkeringat dan setelahnya terasa halus. Seandainya ragu, beli saja sulfur batangan yang memiliki ragam khasiat itu.

Sementara itu bumbungan asap tinggi dari sisi kiri jauh kawah Sikidang adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap Bumi. Jangan terlampau dekat ya. 
Tak hanya kawah, tempat ini juga menawarkan pemandangan unik. Batuan kapur yang dikelilingi perbukitan hijau. Bagi yang ingin berkeliling bisa menyewa kuda atau trail. Viewnya cocok untuk berpose bak prajurit kolosal Eropa atau bahkan berperan macam Harry Potter. Apalagi ada sewaan model burung hantu. Hmmmm,.... tidak-tidak-tidak.

Puas berkeliling, siapkan isi dompet untuk mulai memilih buah tangan. Semacam kentang pada foto disamping itu. kata si ibu' penjual "kentangnya enak lho kalau di rendang". Bahasa lokal perlu dikuasai agar tak terjebak saat bermain pola tawar menawar. Pilihan teruntuk Ibu' dirumah kali ini adalah keripik carica yang ternyata manis asam gurih dan kriuk-nya kece serta anggrek gunung yang semoga cepat berbunga.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...