Langsung ke konten utama

2015 Tahunnya Desa Wisata

2015 ini, kalau menurut seorang teman yang berprofesi sebagai tour guide adalah tahunnya desa wisata. Mengapa bisa demikian ? 

• oleh : Anita Wiryo Rahardjo

Katanya sih karena orang-orang sudah mulai bosan dengan objek wisata buatan yang hanya itu-itu saja. Orang-orang sudah mulai menginginkan suasana pedesaan yang masih bersih dan asri dengan keramahan dan kesahajaannya yang mbetahi. Bagaimana dengan saya ? Mungkin karena saya asli orang ndusun, tanpa tren atau apa, kampung halaman itu memang jauh lebih anteb di pikiran.

Bicara soal desa wisata, Purbalingga sendiri sudah dikenal dengan desa wisata Karang Banjar-nya. Gelung bunder adalah trade marknya selain Bumper &Taman Reptil. Namun sebenarnya selain itu ada juga desa wisata Siwarak yang terkenal dengan Gua Lawa-nya. Dan terbaru ada 4 lokasi yang digagas menjadi desa wisata yaitu : Serang, Limbasari, Tanalum & Panusupan. 

Nah, akhir tahun lalu, saya sempat bertemu dengan Pak Isro Hidayat dan Pak Hadiman dari Pokdarwis Ardi Mandala Giri yang malah semakin bikin kami ngiler untuk segera booking paket-paket wisata yang mereka tawarkan. 


Meski semua ini baru katanya saja, tapi saya sudah nggak sabar nih untuk ngeliat seperti apa desa wisata Panusupan ini. Well, kita semua mungkin sudah paham benar jika Panusupan identik dengan Petilasan Ardi Lawet. 

Nyatanya selain itu desa yang ikut kecamatan Rembang ini juga punya potensi kerajinan tangan yang cukup terkenal, punya peninggalan purbakala (Ayo Pak Adi Arkeolog, hajjjaaarrr ni lokasi), punya kesenian khas Manongan (hiks saya belum pernah nontoooonnn), punya kuliner unik (Mba akudankisahsemusim c’mon perlu coba nih) sampai punya wanatirta yang cocok buat yang hobi ngebolang. Eh, udah ada 20 homestay juga lho katanya.


Dari semua paket tersebut yang menarik perhatian saya tentu saja peninggalan purbakala, kuliner dan wana tirta-nya. Untungnya Pak Isro baik hati banget mengenalkan saya pada Pak Kus yang mencatat apa-apa saja peninggalan prasejarah yang ada disana. (Matur nuwun emailnya Pak Kus) Mulai dari watu tumbu, watu tenong, watu kukusan atau dandang, watu pipisan dan sebagainya. Hehehe, tapi kalau belum liat sendiri plus belum berhasil memaksa Pak Adi Arkeolog buka suara, belum puas nih. Okay laah, semoga lain waktu bisa diagendakan khusus kesana.


Nah, dua favorit lainnya adalah : main di curug dan kuliner. Ya, wilayah Rembang memang kaya akan ratusan curug, begitupun di Panusupan. Ada nama Curug Pesantren, curug Pesarean sampai Curug Silawe. Dan saking penasarannya saya coba mengunduh beberapa file foto dari fans page mereka. Lumayan juga ya. Dan saya semakin penasaran dengan 90 meternya Curug Silawe. Nah, konon karena ketinggiannya itulah, maka dia dinamai Silawe. Lawe adalah bahasa Jawa yang berarti benang. Dari kejauhan saking tingginya aliran air, maka curug ini akan terlihat mirip seutas benang. Hingga kemudian dikenal dengan nama Silawe.



Dan yang tidak boleh ketinggalan adalah icip-icip menu khas. Mereka mengandalkan cimplung kajut dan keripik keji. Eits !!! Kok asing sekali ya namanya ?? Nah ternyata kajut adalah sejenis umbi berwarna kuning dan bisa memiliki panjang sampai satu meteran. Paling enak memang dimasak dengan air nira atau yang disebut dengan Cimplung. Rasanya ? Kata seorang teman sih “kaes-kaes emod”. Hahaha, saya yakin tidak ada kamus yang bisa mentransletnya dengan baik. Menu ini tidak dijual bebas dipasaran. Hanya akan ada saat dipesan dilokasi. Weits, menu tamu nih kayaknya, hahaha. Lalu keripik keji ? Ya, keji adalah sejenis tanaman perdu yang banyak ditemukan di hutan-hutan Panusupan. Tanaman ini diambil daunnya oleh masyarakat setempat. Jaman dahulu, dimanfaatkan sebagai lalapan. Uniknya, rasa daun keji ini akan berubah ketika dikunyah dan bertemu nasi. Jadi apa ? Jadi seperti petai. Waaaaaahhh, sayangnya saya nggak suka petai. Nah, semua paket-paket wisata ini rencananya akan dilaunching minggu-minggu akhir Februari ini. Ehem, semoga saya dapat undanganya yah...

(semua foto saya ambil dari https://www.facebook.com/DesawisataPanusupan)

Komentar

  1. Mampir baca2 disini trnyata itu brosur paketannya masih yg lama . Sekali2 nyoba bukit njelir mba di Desa Siwarak :-).
    www.desawisatasiwarak.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah iya tah ? Hehehe... mau dong Mas Tom pamflet yang baru.. Iya maaf nggak bisa ikut yang ke Siwarak hari ini.

      Hapus
  2. oke mba gpp hehee,,, utk pamflet Desa Wisata Panusupan sudah ada di fanspage nya,, yg paket Busur & Buset :-)

    BalasHapus

Posting Komentar

Banyak Dicari

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

TRADISI WISUHAN

Daur hidup manusia tak lepas dari rangkaian adat istiadat. Saat memasuki 40 hari, dilaksanakanlah tradisi Wisuh atau Wisuhan. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Pagi itu seorang pria pensiunan Polantas sibuk mencari anak-anak kecil. Minggu pagi memang tak mudah mencari para bocah di rumah. Mereka sedang asyik jalan-jalan bersama keluarga tentunya. Beruntung ada tiga bocah kelas 1 SD yang baru bangun keluar rumah dan kemudian dimintalah mereka bersiap memperebutkan uang. Ketiganya hanya mantuk-mantuk bingung. Mereka tak tahu bahwa mereka tengah dilibatkan dalam tradisi Wisuh. • Cukur rambut • Didalam rumah, seorang bayi mungil sedang dicukur bergantian oleh dukun bayi dan pihak keluarga. Dalam kebiasaan lain, saat seperti ini juga sambil dibacakan shalawat. Namun tidak hari itu. Pemandangan ini berbeda dengan yang pernah dilakoni saudara sepupu saya. Menjelang hari ke-40 (bisa dimulai dari hari ke-35 atau selapan dina), dukun bayi yang biasa mengurus ia dan puteri kecilnya secara khus...