Langsung ke konten utama

Postingan

2015 Tahunnya Desa Wisata

2015 ini, kalau menurut seorang teman yang berprofesi sebagai tour guide adalah tahunnya desa wisata. Mengapa bisa demikian ? Katanya sih karena orang-orang sudah mulai bosan dengan objek wisata buatan yang hanya itu-itu saja. Orang-orang sudah mulai menginginkan suasana pedesaan yang masih bersih dan asri dengan keramahan dan kesahajaannya yang mbetahi . Bagaimana dengan saya ? Mungkin karena saya asli orang ndusun , tanpa tren atau apa, kampung halaman itu memang jauh lebih anteb di pikiran. Bicara soal desa wisata, Purbalingga sendiri sudah dikenal dengan desa wisata Karang Banjar-nya. Gelung bunder adalah trade marknya selain Bumper &Taman Reptil. Namun sebenarnya selain itu ada juga desa wisata Siwarak yang terkenal dengan Gua Lawa-nya. Dan terbaru ada 4 lokasi yang digagas menjadi desa wisata yaitu ; Serang, Limbasari, Tanalum & Panusupan. Nah, akhir tahun lalu, saya sempat bertemu dengan Pak Isro Hidayat dan Pak Hadiman dari Pokdarwis Ardi Mandala Giri yang mala...

Oleh-olehnya Nggak Bakal Basi Kok,...

Tinggal di sebuah tempat sendiri tanpa keluarga besar, tentunya akan membuat seseorang jadi berpikir keras ketika akan berjumpa keluarga. Apalagi coba yang jadi masalah kalau bukan oleh-oleh, buah tangan, bawaan, atau apa sajalah istilahnya. Makanan khas adalah salah satu oleh-oleh favorit. Karena semurah apapun harganya, kalau khas pasti bakal ngangenin. Tapi ribetnya nih, kadang yang namanya makanan khas bisa jadi berbentuk makanan basah alias nggak tahan lama dan mudah basi. Kayak (beberapa) yang khas dari Purbalingga ini. Mendoan (kalau nggak anget nggak enak lagi), Gecot (kalau nempuh 8 jam perjalanan ya pasti udah nggak nikmat), Jaesu (kalau udah diseduh ya sampai di tangan bis ajadi nggak anget dan nggak serrr lagi). Jadi ? Karena saya hoby mampir-mampir sebelum sampai tujuan maka ini adalah pilihan oleh-oleh khas paling pas.  Ini adalah salah satu bentuk oleh-oleh (fashion) khas Purbalingga. Makanya nggak heran kalau yang jadi tema produk t-shirt atau jumpernya...

Mendengar Hebohnya Bebatuan Klawing, Saya Jadi Ingat,........

Belakangan ini orang-orang heboh ngomongin batu klawing. Bahkan anak-anak SD pun ikut keranjingan menyusuri sungai hanya untuk mendapatkah sebongkah batuan unik khas dengan motif dan warna-warninya yang cantik. Dan seperti terhipnotis tren, saya pun iseng ikutan memajang di sosmed beberapa koleksi milik teman-teman sekantor yang memang tengah gila batu klawing. Hasilnya ? Meski hanya like this yang terbaca, namun saya tau satu dua barang sudah berpindah kepemilikan dengan harga yang mencengangkan.  Kalau tidak salah ini yang disebut Nogosui atau Batuan Darah Kristus                                           Nah, seketika saya pun teringat. Tiga tahunan lalu, saya sempat “ main-main ” ke Limbasari bersama seorang teman jurnalis (halo mba Engky) dan seorang arkeolog (...

Mencari Rasa Dari Secangkir Kopi

Kopi instan. Mendengar ini yang saya pikirkan adalah : minuman berwarna cokelat muda dengan aroma campuran susu, kopi, cokelat. Bukan sebuah minuman favorit. Eits,.... Ralat. Tepatnya sudah bukan lagi favorit. Belasan tahun silam,   saat masih berseragam putih abu-abu kopi isntan adalah pelengkap untuk dicap keren. Tentu saja selain harus menjadi pengurus OSIS, anak band, dan bisa main basket. Dan stempel keren itulah yang membuat saya akrab dengan kopi instan. Bahkan sampai memasuki dunia kerja. (gambar diambil dari sini) Jangan pernah mengartikan semua kebiasaan itu membuat saya menjadi penggila kopi. Tidak. Saya meminumnya hanya ketika menginginkannya. Bisa jadi setiap hari, dua kali sehari atau bahkan sebulan sekali. Ikut mood saja. Tujuannya adalah biar saya mendapatkan rasa seperti yang tertera dalam bungkus sachetnya. Karena buat saya, sebenarnya semua rasa kopi instan adalah sama. Paling hanya tingkat manisnya saja yang sedikit berbeda. Itupun tipis. Emmm, ini...