Langsung ke konten utama

Oleh-olehnya Nggak Bakal Basi Kok,...

Tinggal di sebuah tempat sendiri tanpa keluarga besar, tentunya akan membuat seseorang jadi berpikir keras ketika akan berjumpa keluarga. Apalagi coba yang jadi masalah kalau bukan oleh-oleh, buah tangan, bawaan, atau apa sajalah istilahnya.

Makanan khas adalah salah satu oleh-oleh favorit. Karena semurah apapun harganya, kalau khas pasti bakal ngangenin. Tapi ribetnya nih, kadang yang namanya makanan khas bisa jadi berbentuk makanan basah alias nggak tahan lama dan mudah basi. Kayak (beberapa) yang khas dari Purbalingga ini. Mendoan (kalau nggak anget nggak enak lagi), Gecot (kalau nempuh 8 jam perjalanan ya pasti udah nggak nikmat), Jaesu (kalau udah diseduh ya sampai di tangan bis ajadi nggak anget dan nggak serrr lagi). Jadi ? Karena saya hoby mampir-mampir sebelum sampai tujuan maka ini adalah pilihan oleh-oleh khas paling pas. 



Ini adalah salah satu bentuk oleh-oleh (fashion) khas Purbalingga. Makanya nggak heran kalau yang jadi tema produk t-shirt atau jumpernya juga serba ngapak. Brand ini sudah dikenal sejak 2010 lho. Dan kerennya lagi udah sering banget jadi salah satu oleh-oleh yang dibawa sampai ke ibu kota atau luar Jawa. tergantung dimana posisi orang asli Purbalingga itu kini bermukim. 

Nah, serie makanan khas ini hanya salah satunya saja lho. Yang lain, masih banyak bangeeett. Tapi, ada satu yang ditakuti keluarga besar saya yaitu seri "KENCOT MANING". Hahaha, maklum lah keluarga saya khan size XL. Ngewri aja jadinya, hehehe.  


Kepriben Son olih-olieh? Nyamleng mbok ? Masalah rasa langsung tersurat, hahaha. Masalah basi jelas nggak bakal dong.

Komentar

Banyak Dicari

PUTRI AYU LIMBASARI, SYECH GANDIWASI DAN PATRAWISA

Selalu saja ada yang menarik ketika berkunjung ke Limbasari. Desa ini terletak sekira 15 km dari pusat kota Purbalingga. terletak di Kecamatan Bobotsari, Limbasari menyimpan banyak kekayaan. Mulai dari potensi temuan peninggalan neolitikum, batik tulis, wisata alam Patrawisa sampai legenda Putri Ayu Limbasari. Nah, untuk melepas lelah sepertinya berwisata akhir pekan ke Patrawisa bisa menjadi pilihan. Terletak di lembah Gunung Tukung dan Gunung Pelana, menjadikan pesona kecantikan alam Patrawisa mampu memikat seseorang untuk datang lagi dan lagi. Untuk menuju bendungan Patrawisa hanya dibutuhkan waktu sekira 30 menit berjalan kaki sejauh 1,7 km. Ya, Patrawisa adalah bendungan atau dam yang membendung pertempuran Sungai Tuntung Gunung dan Sungai Wlingi. Tidak hanya itu, air terjun mini serta sendang-sendang jernih semakin menyegarkan sesampainya di lokasi. Lalu siapakah Patrawisa sehingga namanya diabadikan untuk tempat indah ini? Patrawisa adalah...

NYUWUN AGUNGING PANGAKSAMI

Satu hal yang saya tunggu-tunggu dari Lebaran adalah “SUNGKEMAN”. Yes, selain plong karena (pada akhirnya) mampu juga mengungkapkan segala perasaan bersalah pada orangtua, rasa dag-dig-dug belibet salah ngomong pun pasti menghampiri.  Di keluarga inti, usai melaksanakan Sholat Ied, maka sungkeman perlu dilaksanakan sebelum sarapan menu Lebaran & bersilaturahmi ke tetangga. Yang seru adalah kami harus menggunakan bahasa Jawa krama. Yeah. Jadilah sejak semalam sebelumnya kami kerap menghapal terlebih dahulu naskah sungkeman dari masa ke masa. Hahaha. Seperti ini : “Bapak / Ibu’/ Embah, kulo ngaturaken sembah sungkem, sedoyo lepat nyuwun agunging pangapunten” . Hihihi, meski sudah merupakan mantra menahun, namun bagi sebagian keluarga yang (mayoritas) tinggal di luar JaTeng hal ini sangatlah merepotkan. So, mereka akan sungkeman dengan berkata “$#^&**&*&^%^^%^$#....pangapunten” . Wuiih,.. apa ya afdol ? Hehe. Makanya, sangat tidak mengherankan jika setiap ...