Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2013

MAKAM KUNO & KALONG RAKSASA DI SITUS BANDINGAN

Mengunjungi sebuah tempat peninggalan masa lalu langsung di alam yang dipertahankan keasliannya tentulah membawa suasana tersendiri. Melihat berbagai macam batuan yang sudah dipenuhi lumut di tengah-tengah rindangnya pepohonan yang dihuni ribuan kalong raksasa seolah membawa kita keluar dari hiruk pikuk dunia. Dan salah satu tempat yang masih alami tersebut adalah Situs Bandingan di Dukuh Bandingan, Desa Karang Jambu Purbalingga. Atau dikenal juga sebagai kompleks makam kuno Karang Jambu. Mengunjungi makam kuno ini memang terasa menyenangkan. Alunan suara merdu para santri yang tengah mengaji menjadi pengiring menikmati kesejukan dan asrinya perjalanan di dalam “hutan alam” situs Bandingan. MAKAM KUNO Situs Bandingan memiliki rangkaian sejarah yang cukup komplit. Menurut salah seorang arkeolog di Kabupaten Purbalingga, Adi Purwanto, Situs Bandingan ini dikaitkan dengan masa pra sejarah, Hindu-Budha sampai ke masa penyebaran Islam di tempat ini. “Jadi ini adalah peninggalan pra seja...

LOKASTITHI GIRI BADRA

Lokastithi Giri Badra merupakan museum terbuka milik perorangan yang terletak di Dusun Pangebonan, Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga. Memiliki koleksi utama berupa artefak temuan lokal dari masa klasik berupa Arca Ganesha. Mari kita tengok lebih dekat.   Diatas lahan sekira 4.000 m ² , sejumlah objek berbahan batu ditempatkan. Dalam suasana alam terbuka. Memang ada yang telah dilengkapi mounting permanen, diberi atap dan pagar pembatas. Namun tetap membiarkan udara Dusun Pangebonan yang terkadang lembab menyapa koleksi secara langsung. Beruntung, pihak pengelola terbilang mampu ngopeni (merawat) dengan cukup baik. Lokasi Museum Bukan berada di jalur utama, membutuhkan usaha lebih untuk mencapai lokasi. Lebih mudah dan disarankan dengan kendaraan pribadi. Selain mempercepat juga bisa sekaligus mengunjungi beberapa destinasi terkait. Arahkan saja layanan mesin pencari ke Watu Tulis Cipaku Purbalingga. Karena museum ini persis bersebelahan dengan Watu Tulis...

KETOPRAK TOBONG, RIWAYATMU KINI

Salah satu sudut rumah pasangan seniman ketoprak tobong Sumarni - Sukirman “ Ora ana wong kere, kaya dene kere-ne ketoprak. Lan ora ana wong dadi Raja kaya dene raja ketoprak ” Ungkapan ini beberapa kali terucap dari bibir pasangan mantan pemain ketoprak Sukirman – Sumarni, di kediaman mereka di Purbalingga. Setelah berbulan-bulan mencoba menggali informasi tentang kesenian rakyat ini, akhirnya sedikit kisah tentang ketoprak tobong terbuka juga. Bagaimana lengkapnya ? PENGUNGSIAN Sore yang cerah menjadi semakin hangat dengan obrolan pasangan ini yang diawali dengan kenangan masa kecil mereka yang dilewatkan di tobong ketoprak. Mereka sama-sama putra seniman ketoprak. Sehingga sejak awal seni peran tradisional ini sudah mendarah daging. “Lah wong kita ini lahir dibawah kelir kok”, seloroh mereka. Dan seperti lazimnya para seniman ketoprak tobong merekapun bukan penduduk asli alias pendatang. Sumarni sendiri berasal dari Gombong Kebumen, sementara Sukirman asli Kulon Progo, Jogjak...

MAKAM WANGI

Pernahkah membayangkan tempat dengan nama MAKAM WANGI ? Apa yang ada di pikiran ? Makam yang berada di antara pohon wangi seperti halnya di Trunyan, Bali ? Owh, ini berbeda. Dan berbekal informasi yang sangat minim, kami menuju ke lokasi kompleks pemakaman yang masih dikeramatkan sampai hari ini di Purbalingga ini. MEDAN EKSTREM Makam Wangi terletak di desa Pagerandong kecamatan Kaligondang. Seandainya saja ada jalur darat di tepian Sungai Gintung saja, maka akan sangat mudah menjangkau tempat ini. Karena Makam Wangi berada di bantaran Sungai Gintung. Namun karena akses jalannya belum ada, maka kami harus menuju ke Pagerandong terlebih dulu. Masyarakat sepanjang dari Sungai Gintung sampai ke Pagerandong sepertinya cukup akrab dengan nama ini. So, meski harus keluar masuk jalur setapak arahan rute mereka sangatlah membantu sampai ke lokasi. Sebuah pertigaan kecil dengan kondisi belum teraspal (masih baru tahap disemen) akan mengantar kita ke Makam Wangi. jalan berkelok, turunan tajam ...

BRAEN, SENI YANG MENGAJARKAN KEIHLASAN

"Awang uwung,.." Ini adalah penggalan kalimat yang dilantunkan Mbah Salihah salah seorang Rubiyah dalam kesenian Braen. Dalam usianya yang sudah mencapai tujuh dasawarsa, nenek berparas cantik ini berbagi kisahnya dalam upaya melestarikan kesenian peninggalan leluhurnya, Syech Machdum Kusen atau Machdum Husen. Keturunan Wali Mbah Salihah atau yang dikenal juga dengan sebutan Bu Karso adalah keturunan putri ke-13 dari Syech Machdum Kusen salah seorang penyebar Islam di Purbalingga. Dan hanya keturunan Machdum Kusen yang boleh memainkan kesenian ini. Braen merupakan salah satu kesenian sakral yang tidak dimainkan pada setiap waktu. Braen hanya dimainkan pada upacara kelahiran, kematian, peringatan meninggalnya seseorang ataupun hajatan tertentu lainnya. Di wilayah Purbalingga, hanya cakupan Tanah Perdikan Cahyana yang memiliki seni khas ini. Jadi selain Rajawana, Tajug dan Makam pun masih melestarikan Braen. Sebenarnya Cirebon juga mengenal seni serupa yang mereka sebut dengan...

WATU GUMILANG, MISTERI YANG BELUM TERPECAH

Meski kerap mendengar, nama Watu Gumilang masih tetaplah asing disebut sebagai salah satu objek wisata lokal di Purbalingga. Padahal, batu ini menyimpan keunikan tersendiri. Yaitu ribuan jejak tapak kaki yang menempel di permukaannya. Mulai dari tapak kaki manusia sampai bermacam jenis kaki binatang. Lokasi Watu Gumilang terletak di dusun Gumilang desa Picung, kini masuk kecamatan Kertanegara. Sebelum dilakukan pemekaran, Gumilang masih merupakan bagian dari Kecamatan Karang Anyar. Watu Gumilang ini berada di kaki Gunung Batur, sehingga memakan jarak yang cukup jauh untuk menggapainya. Untuk menuju Watu Gumilang kita bisa melalui rute : Purbalingga - Bobotsari - Karang Anyar - Pertigaan Kasih - Adiarsa - Krangean - Karang Gude - Picung. Watu Gumilang berada di atas lahan milik warga, tepat di belakang MI Gumilang. Batu ini berukuran tinggi sekira 10 meter, panjang 10 meter dan lebar 5 meter. Benar-benar berukuran sangat besar. Seperti sebuah gunungan batu yang berada di tengah-tengah p...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Brambang Jahe . Nama yang unik yach . Lalu apa yang ada di benak kalian ? Perpaduan bawang merah (brambang) dan jahe ? Tentu saja bukan. Karena nama ini merujuk pada Petilasan Brambang Jahe di Kelurahan Purbalingga Kidul, Purbalingga. Petilasan Petilasan adalah tempat yang pernah disinggahi. Umumnya berkaitan dengan peristiwa atau tokoh tertentu. Petilasan Brambang Jahe ini termasuk salah satu objek dalam pelindungan instansi yang menaungi urusan kebudayaan. Memang perihal sejarahnya masih dipertanyakan, namun masyarakat setempat masih menyuburkan cerita rakyat yang ada. Keberadaan petilasan ini yang diyakini menjadi alasan tabu atau larangan pementasan wayang kulit di Purbalingga Kidul. Jika dilihat dari bentuknya, petilasan ini mirip dengan makam atau pekuburan. Lokasinya tepat di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Awalnya, berada di tengah-tengah persawahan. Ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya da...

Begalan, Seni "Merampok" Dalam Upacara Mantenan

Jika kata BEGAL berarti rampok, maka begalan bisa dimaksudkan sebagai perampokan dong . Namun, bukan sembarang perampokan yang kita maksud disini. Karena mereka ini di request secara khusus untuk mbegal di kediaman pengantin perempuan. Begalan ini memang khas di wilayah Banyumasan. Meski khas tidak mudah untuk kita dapat menyaksikannya pada setiap acara pernikahan adat Banyumas. Jejodohan tertentu lah yang kerap nanggap begalan ini. Tujuan Begalan Begalan dilakukan pada pernikahan atara sulung dengan sulung, sulung dengan bungsu atau bungsu dengan bungsu. “Atau untuk keluarga yang baru pernah mantu, walau bukan anak sulung ya terkadang nanggap begalan juga” , terang salah seorang seniman begalan asal Grendeng Purwokerto, Rendy dari kelompok Singa Mas. Begalan selain berfungsi sebagai hiburan, hakikat utamanya adalah berperan sebagai pengruwat. Untuk membuang sukerta atau rereged pada temanten kekalih (hambatan yang terdapat pada kedua pengantin) Rereged yang dimaksud disini mengar...