Langsung ke konten utama

Begalan, Seni "Merampok" Dalam Upacara Mantenan



Jika kata BEGAL berarti rampok, maka begalan bias dimaksudkan sebagai permapokan. Namun, bukan sembarang perampokan yang kita maksud disini. Karena perampok-perampok ini direquest secara khusus untuk mbegal di kediaman pengantin putri. Ya, karena begalan merupakan sebuah kesenian khas wilayah Banyumas.
Meski khas tidak mudah untuk kita dapat menyaksikannya pada setiap acara pernikahan adat Banyumas. Jejodohan tertentu lah yang kerap nanggap begalan ini.

TUJUAN

Begalan dilakukan pada pernikahan atara sulung dengan sulung, sulung dengan bungsu atau bungsu dengan bungsu. “Atau untuk keluarga yang baru pernah mantu, walau bukan anak sulung ya terkadang nanggap begalan juga”, terang salah seorang seniman begalan asal Grendeng Purwokerto, Rendy Singa Mas.

 Rendy Singa Mas dalam sebuah acara Begalan

Begalan selain berfungsi sebagai hiburan, hakikat utamanya adalah berperan sebagai pengruwat. Untuk membuang sukerta atau rereged pada temanten kekalih.

Rereged yang dimaksud disini mengarah pada perilaku atau sifat negative seseorang. Semisal manja, malas, temperamen dan lain-lain. Dan melalui begalan kedua mempelai akan diwejang secara khusus agar dapat meninggalkan reregednya selama ini. Dan wejangan ini deiberikan secara unik. Melalui sandiwara bertema perampokan. Bagaimana bisa ya ?

SEJARAH

Dalam bayangan saya, karena berkisah akan perampokan maka perlu banyak orang untuk memerankannya. Pada kenyataannya dalam kondisi darurat ataupun pertimbangan biaya, dua orang saja sudah cukup untuk masing-masing berperan sebagai Suradenta dan Suraduta. Plus,… jangan lupa lokasi yang cukup untuk sebuiah adegan perkelahian. Lalu apa kejadian mengawali dicetuskannya seni begalan dalam pernikahan ini ?

Dikisahkan begalan ini bermula dari kejadian yang dialami pada saat pernikahan putri bungsu Adipati Wirasaba yaitu Dewi Sukesi dengan putra Adipati Banyumas, Pangeran Tirtokencono. Ketika hendak ngunduh manten, rombongan yang berangkat dari Wirasaba ini dihadang sekelompok orang berpakaian serba hitam yang berniat merampok barang bawaan. Beruntung para pembegal ini berhasil dilumpuhkan. Dan sesampainya di Banyumas, para sesepuh menyarankan tradisi begalan untuk jejodohan mbarep dan wuragil agar selamat.

Sejak itulah tradisi begalan terus berkembang sampai saat ini. Bahkan menurut Rendy, belakangan ini tidak hanya jejodohan khusus yang nanggap begalan. “Mereka nanggap begalan karena memang butuh atau pengen diwejang selain sebagai hiburan yang khas”, tutur Rendy di sela-sela persiap pertunjukan.

Pada pelaksaan begalan, suradenta memerankan tokoh para pembegal yang begngis. Ini terlihat dari make up yang mereka pakai. Terkadang juga menggunakan topeng. Suradenta ini berkostum hitam, celana komprang hitam, iket wulung dan membawa wlira. Wlira adalah galah atau tongkat dari rotan sepanjang sekira 80 cm. Kadang juga ditambahkan atau diganti pecut. Apa saja asal mengesankan antagonis.

Sementara itu Suraduta atau Surantani atau Jurutani memerankan sosok kakek sakti yang menjadi utusan atau duta keluarga pengantin putra untuk mengantar satu perangkat peralatan rumah tangga yang disebut brenong kepang. Kira-kira apa ya yang akan dilakukan mereka di sebuah acara mantenan ?

PELAKSANAAN

Begalan biasanya dilakukan usai panggih atau temu penganten. Surantani akan masuk terlebih dulu. Sembari membawa brenong kepangnya, surantani akan menari diiringi gending Banyumasan.. Tak lama kemudian suradenta akan masuk dan berniat merampok barang bawaan surantani. Saat itulah terjadi dialog dimana surantani akan mempertahankan brenong kepangnya. Ketika “adu  mulut” berlangsung, surantani pun terus menerangkan satu per satu makna kias barang bawaannya.

Pada akhirnya ketika kendil berisi beras kuning dipecahkan, itu tandanya surantani menunjukkan kesaktiannya memukul mundur para pembegal. Selalu, kejahatan memang harus dikalahkan oleh kebenaran. Dan dengan berakhirnya “pertempuran” tersebut, maka para tamu pun sudah diijinkan memperebutkan isi brenong kepang.

BRENONG KEPANG

Brenong kepang merupakan sepikul peralatan dapur tradisional yang memilik sanepo atau makna kias tinggi. Biasanya terdiri dari pikulan, kusan, ian-ilir, kipas, cething, kendil, cobek dan ulekan, sorok, siwur, palawija, dan banyak macamnya.



Masing-masing bermakna sebagai berikut :

  1. Pikulan : pikulan biasanya terbuat dari pring tali. Bambu ini bersifat elastis. Lentur dan kaku. Dalam hidup berpasangan ketika yang satu emosi maka yang lain harus dapat melenturkan hati yang tengah kaku tersebut.
  2. Kusan : Berbentuik kerucut terbuat dari anyaman bamboo. Berujung satu dan bersudut lima atau enam. Lima melambangkan Rukun Islam dan enam untuk Rukun Iman. Sementara kerucutnya memiliki maksud bahwa kehidupan berkeluarga haruslah didasarkan pada ajaran agama dengan tujuan beribadah pada Hyang Satu.
  3. Ian-ilir : Ian berbentuk segiempat berguna untuk tempat nasi dan ilir berfungsi sebagai ibit atau kipas agar nasi menjadi cepat dingin. Pasangan haruslah mampu menjadi pereda emosi.
  4. Cething : bakulan tempat nasi. Gambarannya cething memiliki bentuk sing amba cangkeme, wetenge gedhe nanging bokonge ciut. Maksudnya, suami haruslah mampu mencari nafkah sebanyak-banyaknya  dan berkah untuk kemudian disimpan dan dikelola oleh istri secara hemat dan cermat. Agar tidak besar pasak dariapda tiang.
  5. Sorok : untuk menyaring penganan yang masih panas dari penggorengan. Menyatukan dua pribadi bukanlah hal yang mudah. Ada kalanya kita termakan omongan dari luar yang tidak bertanggung jawab tentang pasangan kita. Ketika mengalaminya, jangan terlalu cepat menyimpulkan. Analisa terlebih dulu, saring dulu seperti fungsi sorok. Jangan sampai menjadikan padudon apalagi untuk usia pernikahan yang masih baru seumur jagung.
  6. Siwur : Asih-e aja diuwur-uwur. Istilah mudahnya, setelah menikah maka no one else.
  7. Ciri – muthu : Cobek dan ulekan ini berfungsi untuk membuat bumbu. Menyatukan bermacam perbedaan sehingga melebur menjadi satu kesatuan.
  8. Suluh atau kayu bakar : suluh ini menjadi salah satu poin penting menjadikan api berkobar. Dalam kehidupan berkeluarga seyogyanya untuk tidak memprovokasi atau ngobar-ngobari.
  9. Suket : Rumput ini bisa tumbuh dimana-mana. Ketika sudah menikah, suami harus dapat mencari nafkah dimanapun mereka tinggal dan istri dapat mengikuti kemanapun suami pergi dan bagaimana pun keadaannya tetap harus disupport.
Dan masih banyak lainnya.

Begalan yang komplit biasanya akan menghadirkan satu team gamelan, pembegal dalam jumlah lebih dari satu, parikan, dandhang gula serta brenong kepang yang berisi komplit. Mulai dari abrag-abrag sampai yang dapat diamkan seperti palawija, pala pendem, pala gumatung, tebu, dsb. Benda-benda ini merupakan perlambang bawaan keluarga pengantin putra. Jika biaya tidka memungkinkan boleh diambil beberapa barang saja. Terpenting apapun yang diserahkan saat begalan selain pertimbangan permintaan si penanggap juga haruslah memiliki makna kias.

TEMBUNGE KAKI

Seperti halnya seni tradisional lain, tidak semua orang bisa memerankan suradenta dan surantani ini. Karena berbentuk wejangan, maka selain mumpuni dalam hal kesenian merekapun harus sudah menikah. “Rasanya nggak tepat khan kalau wejangan pernikahan diberikan oleh orang yang belum menikah. Wong yang ngwejang belum nglakoni, takutnya jarkoni..”, ujar Rendy

Selain itu kostum tradisional juga lekat digunakan disini. Mulai dari blankon, kain hitam, iket wulung sampai kucing anjlog atau beskap khas Banyumas.Yang mayoritas berwarna hitam. Mengapa hitam yang dipilih ?

Hitam ini menggambarkan surantani dan suradenta. Bagi si pembegal hitam bermakna kelam, bengis dan misterius. Sementara bagi sang surantani hitam bermakna kuat pendirian dan bijaksana.

Ya, seperti makna hitam pada tokoh surantani atau suraduta , begelan ini ibaratnya tembunge si kaki. Petuah bijak dari sang kakek. Pengucap yang baik untuk kehidupan yang lebih baik.

Komentar

  1. Sae sanget kagem nguri-uri budaya ingkang adi luhung

    BalasHapus
  2. Sae Sanget, kagem nguri-uri kabudayan kita ingkang adi luhung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Matur nuwun Pak Joko.. Nggeh Pak, kabudayan kito sakjane ki luar biasa. Mbok bilih badhe nambahi info nggeh monggo Pak Joko..

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...