Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Kesenian

Digendong Mbah Buncis kemana-mana

"Tak Gendong Kemana-mana". Penggalan lirik lagu milik almarhum Mbah Surip ini entah mengapa terus saya dengungkan dalam hati saat melihat Mbah Buncis menggendong dan menari beberapa bulan lalu. Mungkin karena keduanya sama-sama mengartikan solidaritas. •Oleh : Anita Wiryo Rahardjo• Mbah Buncis merupakan salah satu tokoh sentral dalam seni Golek Gendong. Golek dalam bahasa Banyumasan berarti boneka. Boneka, seperti kita ketahui bersama, sering diikutsertakan dalam pertunjukan tradisi. Entah sekedar dolanan bocah hingga ritual. Tentu saja dengan bentuk beraneka rupa. Bedanya, dalam Golek Gendong bukan boneka yang digendong si penari. Melainkan penari (yang seolah) digendong boneka. Adalah takut yang teramat sangat, saat saya kecil melihat rombongan Golek Gendong ngamen ke rumah. Penampilan seram Mbah Buncis penyebabnya. Ditambah lagi orang-orang dewasa disekitar saya berujar "arep ana pageblug apa maning kiye", seraya menutup pintu. Entah benar atau tidak. Mungkin ...

HARUSKAH SAYA TAKUT SAAT NONTON EBEG ?

Salah satu kesenian yang saya "takuti" adalah EBEG. Saya bisa ikut jegjegnong (seketika kabur) sendiri begitu mendengar alunan gamelan bertambah cepat seiring “Eling-Eling” dinyanyikan.  Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Dulu sebenarnya saya tidak masalah menyaksikan kesenian rakyat ini. Namun ketika beberapa kali melihat aksi brutal anak-anak muda yang bahkan kadang cewek membuat saya ngeri.  Bagaimana tidak, kita yang semestinya senang melihat tarian gagah para prajurit penunggang kuda malah jadi dibuat kedodoran ketika pecut mulai disabetkan ke tanah. Okay saya maklum ketika para penari itu kemudian mengalami trance. Memang begitu adanya setiap kesenian tradisional ini dilangsungkan.  Trance atau wuru atau mendem atau ndadi (terserah bagaimana kita menyebutnya) memang menjadi wujud puncak dari sebuah atraksi seni tradisi. Tak hanya ebeg kok. Ini melambangkan ke-khusyuk-an pelaku dalam berkesenian. Karena pada dasarnya setiap berlangsungnya seni tradisional juga menjadi w...

MENGENAL JEMBLUNG LEBIH DEKAT

Jemblung. Biasanya mengikuti kata dalang. Ya betul, Dalang Jemblung. Bukan dalang gemblung loh. Karena jemblung mengacu pada suatu bentuk berbeda dari pementasan wayang. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Pengganti Wayang Kulit Sebagai warga wilayah yang dilarang nanggap wayang kulit, orang tua kami sering menceritakan "jemblungan". Masalahnya hingga kini belum sekalipun melihat pementasan dalang jemblung.  Ki Dalang Tarko "Gareng" mengungkapkan jika jemblung saat ini sudah mulai ditinggalkan. "Jujur, jika kami diminta satu panggung dengan kesenian lain kami tentu saja kalah. Kami lebih cocok dibuatkan panggung yang memang untuk tanggapan, biasanya ruwatan atau panggung apresiasi. Diluar itu kami sering ditinggal bubar penonton", kisahnya. Seruwet itukah ? foto saya ambil dari KratonPedia Jemblung banyak berkembang di Banyumas Raya. Sebuah seni yang sudah ada sejak turun temurun. Tarko Gareng sebagai pelaku jemblungan mengaku mengenal seni ini dari leluhurnya....

KETOPRAK TOBONG, RIWAYATMU KINI

Salah satu sudut rumah pasangan seniman ketoprak tobong Sumarni - Sukirman “ Ora ana wong kere, kaya dene kere-ne ketoprak. Lan ora ana wong dadi Raja kaya dene raja ketoprak ” Ungkapan ini beberapa kali terucap dari bibir pasangan mantan pemain ketoprak Sukirman – Sumarni, di kediaman mereka di Purbalingga. Setelah berbulan-bulan mencoba menggali informasi tentang kesenian rakyat ini, akhirnya sedikit kisah tentang ketoprak tobong terbuka juga. Bagaimana lengkapnya ? Oleh : Anita Wiryo Rahardjo PENGUNGSIAN Sore yang cerah menjadi semakin hangat dengan obrolan pasangan ini yang diawali dengan kenangan masa kecil mereka yang dilewatkan di tobong ketoprak. Mereka sama-sama putra seniman ketoprak. Sehingga sejak awal seni peran tradisional ini sudah mendarah daging. “ Lah wong kita ini lahir dibawah kelir kok ”, seloroh mereka. Dan seperti lazimnya para seniman ketoprak tobong merekapun bukan penduduk asli alias pendatang. Sumarni sendiri berasal dari Gombong Kebumen, sementara Suk...

BRAEN, SENI YANG MENGAJARKAN KEIHLASAN

"Awang uwung,.." Ini adalah penggalan kalimat yang dilantunkan Mbah Salihah salah seorang Rubiyah dalam kesenian Braen. Dalam usianya yang sudah mencapai tujuh dasawarsa, nenek berparas cantik ini berbagi kisahnya dalam upaya melestarikan kesenian peninggalan leluhurnya, Syech Machdum Kusen atau Machdum Husen. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Keturunan Wali Mbah Salihah atau yang dikenal juga dengan sebutan Bu Karso adalah keturunan putri ke-13 dari Syech Machdum Kusen salah seorang penyebar Islam di Purbalingga. Dan hanya keturunan Machdum Kusen yang boleh memainkan kesenian ini. Braen merupakan salah satu kesenian sakral yang tidak dimainkan pada setiap waktu. Braen hanya dimainkan pada upacara kelahiran, kematian, peringatan meninggalnya seseorang ataupun hajatan tertentu lainnya. Di wilayah Purbalingga, hanya cakupan Tanah Perdikan Cahyana yang memiliki seni khas ini. Jadi selain Rajawana, Tajug dan Makam pun masih melestarikan Braen. Sebenarnya Cirebon juga mengenal seni ser...

Begalan, Seni "Merampok" Dalam Upacara Mantenan

Jika kata BEGAL berarti rampok, maka begalan bisa dimaksudkan sebagai perampokan dong . Namun, bukan sembarang perampokan yang kita maksud disini. Karena mereka ini di request secara khusus untuk mbegal di kediaman pengantin perempuan. Begalan ini memang khas di wilayah Banyumasan. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Meski khas tidak mudah untuk kita dapat menyaksikannya pada setiap acara pernikahan adat Banyumas. Jejodohan tertentu lah yang kerap nanggap begalan ini. Tujuan Begalan Begalan dilakukan pada pernikahan atara sulung dengan sulung, sulung dengan bungsu atau bungsu dengan bungsu. “Atau untuk keluarga yang baru pernah mantu, walau bukan anak sulung ya terkadang nanggap begalan juga” , terang salah seorang seniman begalan asal Grendeng Purwokerto, Rendy dari kelompok Singa Mas. Begalan selain berfungsi sebagai hiburan, hakikat utamanya adalah berperan sebagai pengruwat. Untuk membuang sukerta atau rereged pada temanten kekalih (hambatan yang terdapat pada kedua pengantin) Rereged...