Langsung ke konten utama

WATU GUMILANG, MISTERI YANG BELUM TERPECAH



Meski kerap mendengar, nama Watu Gumilang masih tetaplah asing disebut sebagai salah satu objek wisata lokal di Purbalingga. Padahal, batu ini menyimpan keunikan tersendiri. Yaitu ribuan jejak tapak kaki yang menempel di permukaannya. Mulai dari tapak kaki manusia sampai bermacam jenis kaki binatang.

Watu Gumilang terletak di dusun Gumilang desa Picung, kini masuk kecamatan Kertanegara. Sebelum dilakukan pemekaran, Gumilang masih merupakan bagian dari Kecamatan Karang Anyar. Watu Gumilang ini berada di kaki Gunung Batur, sehingga memakan jarak yang cukup jauh untuk menggapainya.

Untuk menuju Watu Gumilang kita bisa melalui rute : Purbalingga - Bobotsari - Karang Anyar - Pertigaan Kasih - Adiarsa - Krangean - Karang Gude - Picung.


BATU SUPER BESAR
Watu Gumilang berada di atas lahan milik warga, tepat di belakang MI Gumilang. Batu ini berukuran tinggi sekira 10 meter, panjang 10 meter dan lebar 5 meter. Benar-benar berukuran sangat besar. Seperti sebuah gunungan batu yang berada di tengah-tengah pemukiman.

Pada salah satu sisi, tampak pohon kelapa bisa tumbuh diatasnya. Ya, karena asimetris pada beberapa bagian yang lebih rendah, batu ini terlihat tertimbun tanah yang cukup tebal dan bisa menjadi media tumbuh tanaman. Bahkan menurut Kadus Gumilang, Daryo, beberapa tahun lalu masih terdapat pohon mangga tua yang menjadi peneduh diatas batu. Sayang, akibat angin besar yang menerpa, pohon tersebut tumbang dan memecahkan salah satu sisi batu.



MISTERIUS
Watu Gumilang sampai saat ini belumlah diketahui asal usulnya. Begitupun ketika kami mencari tahu peninggalan dari jaman apakah batu ini, dinas terkait masih belum menemukan jawabannya. Jika berminat, disarankan untuk Anda mengunjungi watu gumilang tidak pada musim penghujan, karena tekstur batuan cukup licin untuk didaki jika terkena air.

Yang pasti, pada sekitar 90 % sisi Watu Gumilang dipenuhi jejak tapak kaki binatang dengan jumlah yang mungkin bisa mencapai ribuan. Satu dua tapak memang masih dapat kita prediksi sebagai tapak binatang jenis apa. Namun jika melihat ukurannya, yang pasti lebih besar dari tapak kaki binatang yang kita temui saat ini.

Bahkan pada salah satu sisi yang terlihat seperti tebing batu, juga terlihat jejak telapak kaki sebelah kanan manusia dengan ukuran panjang 50 cm.

Ketika kami menanyakan perihal batu ini pada warga sekitar, mereka hanya menjawab jika watu gumilang sudah ada sejak jaman dahulu kala. Hal serupa juga dakui oleh Daryo. Sebagai perangkat, pihaknya bahkan sudah pernah mengusulkan Watu gumilang sebagai salah satu objek wisata, karena banyaknya kunjungan ke tempat ini. Bahkan akses jalan setapak menuju lokasi pun sudah dibangun. Namun disebabkan sudah tidak ada lagi seorangpun yang mengetahui misteri batu dengan ribuan jejak tapak kaki ini, maka niatan tersebut pun diurungkan. Karena tidak ada muatan edukasi maupun sejarah yang dapat dibagikan pada pengunjung.

"Juru kuncinya meninggal tahun 90'an dan tidak ada penerus. Dulu saya masih muda dan tidak terpikir menanyakan soal batu ini", sesalnya. Ya, sebuah kejadian yang seharusnya tidak lagi berulang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...