Langsung ke konten utama

WATU GUMILANG, MISTERI YANG BELUM TERPECAH

Meski kerap mendengar, nama Watu Gumilang masih tetaplah asing disebut sebagai salah satu objek wisata lokal di Purbalingga. Padahal, batu ini menyimpan keunikan tersendiri. Yaitu ribuan jejak tapak kaki yang menempel di permukaannya. Mulai dari tapak kaki manusia sampai bermacam jenis kaki binatang.

Oleh : Anita Wiryo Rahardjo



Lokasi

Watu Gumilang terletak di dusun Gumilang desa Picung, kini masuk kecamatan Kertanegara. Sebelum dilakukan pemekaran, Gumilang masih merupakan bagian dari Kecamatan Karang Anyar. Watu Gumilang ini berada di kaki Gunung Batur, sehingga memakan jarak yang cukup jauh untuk menggapainya.

Untuk menuju Watu Gumilang kita bisa melalui rute : Purbalingga - Bobotsari - Karang Anyar - Pertigaan Kasih - Adiarsa - Krangean - Karang Gude - Picung.

Watu Gumilang berada di atas lahan milik warga, tepat di belakang MI Gumilang. Batu ini berukuran tinggi sekira 10 meter, panjang 10 meter dan lebar 5 meter. Benar-benar berukuran sangat besar. Seperti sebuah gunungan batu yang berada di tengah-tengah pemukiman.

Batu Bermotif Tapak Kaki


Pada salah satu sisi, tampak pohon kelapa bisa tumbuh diatasnya. Ya, karena asimetris pada beberapa bagian yang lebih rendah, batu ini terlihat tertimbun tanah yang cukup tebal dan bisa menjadi media tumbuh tanaman. Bahkan menurut Kadus Gumilang, Daryo, beberapa tahun lalu masih terdapat pohon mangga tua yang menjadi peneduh diatas batu. Sayang, akibat angin besar yang menerpa, pohon tersebut tumbang dan memecahkan salah satu sisi batu.

Watu Gumilang sampai saat ini belumlah diketahui asal usulnya. Begitupun ketika kami mencari tahu peninggalan dari jaman apakah batu ini, dinas terkait masih belum menemukan jawabannya. Jika berminat, disarankan untuk Anda mengunjungi watu gumilang tidak pada musim penghujan, karena tekstur batuan cukup licin untuk didaki jika terkena air.

Yang pasti, pada sekitar 90 % sisi Watu Gumilang dipenuhi jejak tapak kaki binatang dengan jumlah yang buanyak sekali. Satu dua tapak memang masih dapat kita prediksi sebagai tapak binatang jenis apa. Namun jika melihat ukurannya, yang pasti lebih besar dari tapak kaki binatang yang kita temui saat ini.



Bahkan pada salah satu sisi yang terlihat seperti tebing batu, juga terlihat jejak telapak kaki sebelah kanan manusia dengan ukuran panjang 50 cm.

Mengapa Gumilang ?


Ketika kami menanyakan perihal batu ini pada warga sekitar, mereka hanya menjawab jika watu gumilang sudah ada sejak jaman dahulu dan tanpa bisa mengira eranya. Hal serupa juga diakui oleh Daryo. Sebagai perangkat, pihaknya bahkan sudah pernah mengusulkan Watu gumilang sebagai salah satu objek wisata, karena banyaknya kunjungan ke tempat ini. Bahkan akses jalan setapak menuju lokasi pun sudah dibangun. Namun disebabkan sudah tidak ada lagi seorangpun yang mengetahui misteri batu dengan ribuan jejak tapak kaki ini, maka niatan tersebut pun diurungkan. Karena tidak ada muatan edukasi maupun sejarah yang dapat dibagikan pada pengunjung.

"Juru kuncinya meninggal tahun 90'an dan tidak ada penerus. Dulu saya masih muda dan tidak terpikir menanyakan soal batu ini", sesalnya. Ya, sebuah kejadian yang seharusnya tidak lagi berulang.


Komentar

Banyak Dicari

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

TRADISI WISUHAN

Daur hidup manusia tak lepas dari rangkaian adat istiadat. Saat memasuki 40 hari, dilaksanakanlah tradisi Wisuh atau Wisuhan. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Pagi itu seorang pria pensiunan Polantas sibuk mencari anak-anak kecil. Minggu pagi memang tak mudah mencari para bocah di rumah. Mereka sedang asyik jalan-jalan bersama keluarga tentunya. Beruntung ada tiga bocah kelas 1 SD yang baru bangun keluar rumah dan kemudian dimintalah mereka bersiap memperebutkan uang. Ketiganya hanya mantuk-mantuk bingung. Mereka tak tahu bahwa mereka tengah dilibatkan dalam tradisi Wisuh. • Cukur rambut • Didalam rumah, seorang bayi mungil sedang dicukur bergantian oleh dukun bayi dan pihak keluarga. Dalam kebiasaan lain, saat seperti ini juga sambil dibacakan shalawat. Namun tidak hari itu. Pemandangan ini berbeda dengan yang pernah dilakoni saudara sepupu saya. Menjelang hari ke-40 (bisa dimulai dari hari ke-35 atau selapan dina), dukun bayi yang biasa mengurus ia dan puteri kecilnya secara khus...