Langsung ke konten utama

Postingan

MASJID SAYYID KUNING ONJE

Lagi dan lagi saya harus ngugemin soal dunung atau belum. Setelah kali ketiga mengunjungi Masjid Raden Sayyid Kuning, barulah saya dapat berbincang dengan Kyai Maksudi, sang Imam Masjid sekaligus generasi penerus Ngabdullah Syarif. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo •   Jauh sebelum Kadipaten Onje berdiri, sebuah tempat peribadatan umat Islam telah lebih dulu ada di Onje. Ya, Onje yang tengah kita bicarakan ini adalah desa Onje yang berada di kecamatan Mrebet. Disanalah, Masjid Raden Sayyid Kuning berdiri untuk terus mensyiarkan agama Islam. (Foto masjid tahun 2013) Dalam cerita turun temurun yang dipercaya masyarakat Onje, seorang pengelana asal tanah Arab datang ke tanah Jawa. Seorang bernama Syekh Mubakhir dan seorang lagi Syekh Samsudin. Ini seperti yang dikisahkan Kyai Maksudi setahunan lalu. Dan Onje, yang kala itu masih berupa hutan tak bertuan menjadi salah satu tempat yang pernah dilalui oleh seorang wali dalam perjalanannya menyebarkan Islam. Namanya adalah Syekh Samsudi...

KEMBALI DI NEGERI 1000 CURUG

​Jalanan berkelok dengan pemandangan bukit di kanan kiri seolah menahan kalimat "masih lammmaaaa?" untuk tidak terlontar. Ya, alam di bagian utara Purbalingga memang dikenal mempesona. Salah satunya Curug Kali Karang. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Curug Karang atau Curug Kali Karang sudah lama masyur di kalangan pecinta travelling. Muda-mudi pun sudah sejak dulu memanfaatkannya sebagai objek wisata alam. Hanya saja bagi yang hendak bernostalgia ke curug ini, siapkan uang pecahan Rp. 5.000,- untuk biaya masuk per orang. Murah ya ? Apalagi ini sudah plus asuransi. Curug karang ada di dusun Buret, desa Tanalum, kecamatan Rembang. Tanalum memang surga bagi pecinta curug. Jika sebelumnya curug Aul mampu mendinginkan pikiran, maka curug Karang ini cenderung beraura hangat. Cocok untuk dinikmati bersama keluarga. • Sungai Karang • Siang itu, sungai Karang yang mengalir deras si bawah curug malah menggoda hati. Mungkin karena tak lagi jamannya takut pada Puterajala ya, maka b...

MASJID CHENG HOO PURBALINGGA

Dari arsitektur dan ornamennya saja, sudah dapat ditebak jika rumah ibadah ini diprakarsai oleh para etnis keturunan Tionghoa. Masjid Jami PITI Muhammad Cheng Hoo Purbalingga. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Bentuk bangunannya mengingatkan kita akan Klenteng. Memang inspirasinya dari sana. Begitu pula dengan dominasi merah, hijau dan kuning di setiap sudut. "Merah-nya melambangkan warna yang identik dengan budaya masyarakat Tionghoa, Begitu pula kuning. Kalau hijau-nya melambangkan warna religi. 'Arsy ", kata Pak Heri Susetyo (Thio Hwa Kong) saat kami bertemu beberapa tahun silam. Masjid ini sebenarnya sudah mulai dibangun pada Maret 2005, namun sempat terhenti pembangunannya karena terkendala pendanaan setelah berjalan 2,5 tahun. "Alhamdulillah, ada donatur dari Pekalongan", lanjut Pak Heri. Ini terjadi pada sekitar 2010 silam. Pembangunan pun dilanjutkan hingga diresmikan 5 Juli 2011 oleh Bupati Purbalingga saat itu, Drs. Heru Sudjatmoko, M.Si. • Bentuk ...

PENSUCIAN PATUNG DEWA DEWI DI HOK TEK BIO PURBALINGGA

Sejak pukul 05.30 pagi tiga perempuan tampak sibuk membersihkan patung Dewa Dewi di Klenteng Hok Tek Bio Purbalingga. Hari ini adalah tanggal 24 Imlek. Saatnya ritual Kimsin (Kimsen). • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Hok Tek Bio Purbalingga pagi ini mulai bersolek. 121 lampion terpasang di setiap sudut Klenteng. Satu warna baru pada perayaan Imlek 2568 di kota Purbalingga. Menurut ketua pengurus Klenteng, Lim Nga Min bahwa lampion ini akan dinyalakan selama setahun. "Lampion-lampion ini pesanan para umat Klenteng. Isinya pengharapan baik di tahun baru", lanjutnya. • Kimsin • Para umat Klenteng yang hadir pagi itu bersegera membawa keluar Patung Dewa Dewi dan memandikannya dengan air kembang. "Cukup mawar merah putih saja kok. Kalau yang kuningan pakai brasso juga", terang sesepuh Klenteng Hok Tek Tjeng Sin ini. Beberapa orang lain juga tampak membersihkan tempat dupa, altar hio, meja altar hingga bangunan Klenteng. Semua bergerak cepat, agar tak kesiangan. ...

TUGU LANCIP, icon BOBOTSARI

​Bobotsari. Tapi tak banyak yang saya kenal dari tempat ini. Selain Bakso Tukiman, Terminal Bobotsari serta Tugu Lancip. Dan tugu kembar di Jalan Andong Sinawi lah yang secara khusus menarik perhatian saya. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Tugu Lancip Bobotsari berada di ruas jalan Bobotsari - Karang Reja. Berada di kanan-kiri jalan utama. Serupa gapura. Ya, gapura menuju titik akhir dari perjalanan hasil panenan sistem tanam paksa di utara Purbalingga. Tanam paksa ? "Jadi kerugian akibat perang Diponegoro dan ditambah sisa hutang VOC, membuat pemerintahan Hindia Belanda memberlakukan tanam paksa. Yang ditanam adalah yang laku dijual di pasar internasional. Lada, kopi, kina, hingga teh. Dan saat itu, Purbalingga kebagian teh dan kopi yang banyak ditanam di wilayah utara", kata Mas Moko, salah seorang guru sejarah di SMP N 2 Purbalingga. (Maaf, maaf, maaf.. saya lupa nama lengkap Mas Moko) Hasil perkebunan itu diantar ke Bobotsari untuk kemudian jadi komoditas jualan pemeri...

Mengintip saja di Watu Lawang Kalapacung

Sore itu teramat mendung. Namun lagi-lagi beginilah ketika keinginan mbolang muncul. Gayung bersambut, seorang kawan menawari jalan-jalan ke desa Kalapacung, Bobotsari. “Ada Watu Lawang lho Mbak disana”, katanya. Okay, kita kesana. Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Sungguh saya tak punya gambaran apapun tentang tempat ini. Beberapa sms masuk hanya mengatakan : lokasinya sulit, angker, atau bahkan “kamu mau minta nomor ya?”.  Iyyyyeeess, yang terakhir ini sebenarnya sudah biasa banget ditanyakan saat saya main-main ke petilasan atau yang serupa. Sudahlah, monggo kerso. Lebih baik segera ganti alas kaki untuk menuju ke watu lawang.  Ya, saya disarankan mengenakan sandal jepit setelah hujan mengguyur deras desa Kalapacung. Karena untuk menuju Watu Lawang, kita harus melewati areal perkebunan dan semak rimbun yang naik turun. Mirip perbukitan namun cukup landai. Arahan penduduk setempat memang sepatutnya jadi acuan saat main-main model begini. Bertiga, kami menemui Pak Kasmad terlebih...

Belajar pada Alam di Rintisan Agrowisata Giri Badhra

November ini harusnya saya sudah di Giri Badhra lagi. Menengok pepaya California yang mulai matang. Pepaya hasil penanaman dengan teknik toping yang membuat Romo disebut sinting. Ach !! • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Lokastithi Giri Badhra bukanlah tempat baru bagi saya. Empat tahunan yang lalu, untuk sebuah proses "liputan" sejarah, saya berjam-jam di tempat ini. Memunguti rentetan informasi yang disampaikan Romo Hariyadi dengan sabar. Kali ini kedatangan saya ke museum yang berlokasi di dusun Pangubonan, desa Cipaku berbeda. Bukan lagi sekedar belajar ilmu leluhur, namun belajar bagaimana Romo dan Pak Suroso menerapkannya dalam aktivitas bertani. Lik Roso, begitu Suroso biasa dipanggil, memang bertanggung jawab penuh pada lahan pertanian di Giri Bahdra ini. Terhitung April 2016, lahan yang berada di belakang Situs Watu Tulis Cipaku ini ditanami bibit pepaya California. Dengan sistem toping. "Ini sistem yang bikin Romo disebut wong edan sama orang-orang sekitar...