Lagi dan lagi
saya harus ngugemin soal dunung atau belum. Setelah kali ketiga mengunjungi
Masjid Raden Sayyid Kuning, barulah saya dapat berbincang dengan Kyai Maksudi,
sang Imam Masjid sekaligus generasi penerus Ngabdullah Syarif.
• Oleh :
Anita Wiryo Rahardjo •
Jauh sebelum
Kadipaten Onje berdiri, sebuah tempat peribadatan umat Islam telah lebih dulu
ada di Onje. Ya, Onje yang tengah kita bicarakan ini adalah desa Onje yang
berada di kecamatan Mrebet. Disanalah, Masjid Raden Sayyid Kuning berdiri untuk
terus mensyiarkan agama Islam. (Foto masjid tahun 2013)
Dalam cerita
turun temurun yang dipercaya masyarakat Onje, seorang pengelana asal tanah Arab
datang ke tanah Jawa. Seorang bernama Syekh Mubakhir dan seorang lagi Syekh
Samsudin. Ini seperti yang dikisahkan Kyai Maksudi setahunan lalu.
Dan Onje,
yang kala itu masih berupa hutan tak bertuan menjadi salah satu tempat yang
pernah dilalui oleh seorang wali dalam perjalanannya menyebarkan Islam. Namanya
adalah Syekh Samsudin. Beliau berhenti di Onje, untuk melaksanakan shalat. Saat
itu dipilihnya sebuah batu besar. Dan kini batu tersebut disimpan dibawah
mimbar Masjid Sayyid Kuning."Awalnya ya konon masih pakai atap daun pakis",
kata Kyai Maksudi.
Nah, memasuki
era Wali Songo, tanah Onje pun tak luput dari perjalanan Sunan Bonang, Sunan
Kalijaga dan 2 lainnya. Tidak diketahui secara pasti kapan mereka tiba. Hanya
saja ini terjadi jauh sebelum Ki Tepus Rumput berkelana hingga tempat ini.
Menurut Kyai Maksudi keempat Wali ini terkejut ketika menemukan tempat untuk
bersholat di sisi sebelah barat Jojog Telu. Karena itulah mereka pun
berinisiatif untuk membangun masjid.
Oleh mereka,
bangunannya lantas dirombak total. Tiang penyangga yang semula dibuat dari kayu
pakis diganti kayu jati yang hingga kini masih asli. Yang unik, empat tiangnya
mirip penyangga di Masjid Agung Demak. Hanya ukurannya yang lebih kecil.
• Sayyid Kuning •
Ngabdullah
Syarif bukanlah asli penduduk Onje. Beliau seorang ulama yang ditugaskan
mengajarkan Islam di daerah Karang Lewas Banyumas saat ini. Adipati Onje
dikisahkan turut belajar mengaji pada beliau. Dan itulah yg menjadi awal
perkenalan keduanya hingga kemudian menjadi keluarga. "Judule Guru Ngaji dipet mantu",
kekehnya.
Menurut
penuturan Kyai Maksudi yang juga masih garis ke-13 Ngabdullah Syarif,
leluhurnya ini memiliki kaitan darah dengan kerajaan Pajajaran/Siliwangi. Setelah
menjadi menantu Adipati Onje ke-2, Ngabdullah Syarif juga ditugasi menjadi
penghulu di Onje.
• Bedug Duren Siklambi •
Pada masa
Adipati Anyakrapati, bangunan Masjid juga dilengkapi dengan bedug yang hingga
kini masih bertahan. Masyarakat setempat menyebutnya dengan sebutan Bedug Duren
Siklambi. "Pada waktu hendak wudlu,
Adipati menyampirkan pakaiannya di pohon duren ini. Yang kemudian dijadikanya
bedug", lanjut Kyai Maksudi. Bisa dibayangkan ya seberapa besar pohon
durian ini. Karena untuk membuat bedug, tentulah bukan berasal dari kayu
potongan. "Batang pohonnya ya
sebesar bedug itu", tambahnya. Dipercaya bedug ini kerap menjadi
penanda kapan waktunya 1 Syawal. Konon jika esoknya Hari Raya Ied Fitri, maka
bedug akan memberi tanda terlebih dulu tanpa diketahui siapa penabuhnya. Namun
Kyai Maksudi menjelaskan bahwa masyarakat Onje khususnya Aboge memiliki
hitungan tersendiri. Bukan terpancang bedug. "Bedug itu ya ada yang nabuh lah", katanya sambil tertawa.
Masjid Raden
Sayyid Kuning identik dengan keberadaan Aboge. Pernah mendengar ?
Aboge
terdapat di beberapa wilayah di Jawa bagian selatan mulai Wonosobo,
Purbalingga, Purwokerto, Banyumas dan Cilacap. Di Banyumas penganut Aboge
mencapai ribuan. Tersebar di sejumlah tempat seperti di Ajibarang, Rawalo,
Wangon hingga Pekuncen. Namun yang paling sering terdengar adalah di desa
Cikakak (Wangon) dimana terdapat peninggalan Masjid Saka Tunggal. Di Cilacap
salah satu tempat yang banyak didiami penganut Aboge adalah Ujung Manik.
Sementara di Purbalingga hanya di Onje.
Aboge = Alip
Rebo Wage. Satu kelompok yang menjalani ajaran Islam seperti ajaran Raden Sayid
Kuning secara turun temurun. "Aboge
bukan aliran. Ini sistem penghitungan kalender. Jadi kita sudah bisa tahu
Lebaran tahun ini jatuhnya tanggal berapa. Bisa diketahui sejak beberapa tahun
sebelumnya", terang Kyai Maksudi.
Menurut Aboge
hitungan kalender berlaku 8 tahun. Dalam 1 windhu ini terdiri dari Tahun Alip,
He, Jim awal, za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir. Haiyo siapa yang suka menjawab
"Tahun Dal" kalau ditanya orang kapan lahirnya ya ? #ngaku. Alif
merupakan nama tahun Jawa, Rebo Wage adalah hari pertama pada tahun Alif atau
tanggal 1 Muharam. Dan ada delapan nama tahun yang ada dalam penghitungan Jawa,
delapan tahun disebut satu Windhu. "Bingung
?", tanya Kyai Maksudi saat menerangkan sistem kalender ini. Sontak
saja jawaban yang keluar adalah "Banget"
yang disambung dengan tawa renyah Kyai Maksudi.
Karena tak
kunjung mengerti bagaimana menghitungnya, saya pun memilih menyerah. Seorang
teman kemudian berseloroh, "Mudheng
aja enggak, ngaku lahir tahun Dal".
Komentar
Posting Komentar