Langsung ke konten utama

PENSUCIAN PATUNG DEWA DEWI DI HOK TEK BIO PURBALINGGA


Sejak pukul 05.30 pagi tiga perempuan tampak sibuk membersihkan patung Dewa Dewi di Klenteng Hok Tek Bio Purbalingga. Hari ini adalah tanggal 24 Imlek. Saatnya ritual Kimsin (Kimsen).

• Oleh : Anita Wiryo Rahardjo •

Hok Tek Bio Purbalingga pagi ini mulai bersolek. 121 lampion terpasang di setiap sudut Klenteng. Satu warna baru pada perayaan Imlek 2568 di kota Purbalingga. Menurut ketua pengurus Klenteng, Lim Nga Min bahwa lampion ini akan dinyalakan selama setahun. "Lampion-lampion ini pesanan para umat Klenteng. Isinya pengharapan baik di tahun baru", lanjutnya.


• Kimsin •

Para umat Klenteng yang hadir pagi itu bersegera membawa keluar Patung Dewa Dewi dan memandikannya dengan air kembang. "Cukup mawar merah putih saja kok. Kalau yang kuningan pakai brasso juga", terang sesepuh Klenteng Hok Tek Tjeng Sin ini. Beberapa orang lain juga tampak membersihkan tempat dupa, altar hio, meja altar hingga bangunan Klenteng. Semua bergerak cepat, agar tak kesiangan.

"Kami harus buka toko juga. Makanya kami sudah disini sejak pagi", ujar salah seorang Encik yang turut menyiapkan menu sarapan pagi ini. Matur nuwun untuk serabi, teh dan nasi ramesnya Cik & Koh.

Pensucian Patung Dewa Dewi menjadi satu hal yang wajib dilakukan satu minggu sebelum Imlek. Dipercaya pada tanggal 24 bulan 12 musim semi, Para Dewa berangkat ke Kahyangan untuk melaporkan perilaku manusia. Saat Para Dewa ke langit inilah, umat Klenteng dapat membersihkan Patung dan Klenteng. "Jadi nanti kalau Para Suci ini kembali, semua sudah dalam keadaan bersih", tambah Pak Ambing.
​​
Rangkaian prosesi Sung Min atau Sang Ang (demikian Pak Ambing mengucapnya) ini telah dilaksanakan sejak semalam. Umat terlebih dulu bersembahyang guna mengantarkan Para Dewa berangkat menghadap Sang Pencipta. Hujan deras semalam tak menyurutkan niatan Pak Ambing datang ke Klenteng lebih awal untuk berdoa.


• 9 Dewa •



Sebagai Klenteng Tri Darma, tidak mengherankan jika kemudian ketiga Para Nabi disucikan pagi tadi. "Yaitu : Nabi Kong Hu Chu, Sakyamuni Buddha dan Mahadewa Thay Siang", terang Pak Ambing. Selain ketiganya, patung 6 Dewa lain pun dibersihkan. Seperti : Dewa Bumi Hok Teng Tjeng Sin sebagai sang tuan rumah Klenteng, Dewa keadilan dan kebaikan Kwan Kong, Dewi Kwan Im sang dewa welas asih, Dewa pengobatan Huan Tou Xian Ti, Dewa harimau , dan Dewa naga. 

"Ada satu lagi untuk tempat sembahyang yang dibersihkan. Thian Ti Kong. Tidak ada patung atau gambarnya. Lha wong Sang Pencipta ya nggak bisa diwujudkan dalam patung dan gambar", terangnya.

Patung-patung dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Para Dewa yang suci. Dan sebelum Imlek, pensucian rutin dilaksanakan. Ini sekaligus juga menjadi gambaran pembersihan perilaku umat dalam kehidupan sehari-hari.

Dan sejak kapan Patung-patung ini dibawa hingga ke Purbalingga ? Pak Ambing menggeleng. Tahun pastinya sangat sulit untuk ditelusuri. Hal ini dikarenakan, saat penyebaran ajaran tidak langsung diikuti pembangunan Klenteng. 

"Patung Para Suci ini awalnya di rumah siapa, kemudian pindah lagi ke rumah siapa untuk disembahyangi. Begitu terus. Jadi kalau Klenteng lain bisa menandakan usia kapan ajaran (sekaligus Patung Para Suci) masuk ke suatu wilayah. Tidak demikian disini", terang Pak Ambing gamblang.

• Ngalap Berkah •

Matahari semakin bergerak naik. Sebagian umat Klenteng berpamitan. Warga etnis Tionghoa di Purbalingga memang didominasi kaum pedagang. Dan pukul 07.30 sudah cukup siang bagi mereka memulai aktivitasnya.

Saya masih melanjutkan obrolan yang makin seru bersama Pak Ambing dan Pak Lim Nga Min. Gelas kembali terisi penuh. Tak lama kemudian salah seorang Encik kembali. "Minta handuk yang udah dipakai (untuk menyucikan patung)", katanya seraya mencari yang paling basah. Sesaat saya ingat saat proses jamasan. Air cucian pusaka sangat dinantikan mereka yang meyakini. "Kalau hal-hal semacam ini sebenarnya bergantung pribadinya masing-masing. Bukan keharusan kok", terang Pak Min.


Sama seperti sesajen. Di meja altar pun tersedia buah-buahan kualitas terbaik pada saat Imlek nantinya. "Ada yang tidak mau sama sekali makan buah yang tersaji di meja sembahyang. Alasannya karena itu makanan Para Dewa. Kalau saya pribadi sih, buah-buah itu lebih ke ungkapan rasa syukur kita saja atas rejeki yang diberikan. Dan keluarga saya sekarang juga biasa saja kok makan buah yang sudah disembahyangin”, ungkap Pak Min seraya tertawa. Wah ! Siapa yaaaa yang suka melahap pucuk tumpeng sesaji di sudut ruangan yah ? *Ngaku


• Sincia •

Usai pensucian patung Dewa Dewi dan perlengkapan sembahyang, giliran rumah pun bersiap dibersihkan. “Sehingga saat Para Dewa turun pada 4 Sincia nanti, semua sudah dalam kondisi bersih”, pungkas Pak Ambing. Namun bersih-bersih ini tidak berlaku pada tanggal 1 dan 2 Sincia. Ini pantangan. Dipercaya menyapu pada tanggal tersebut dapat membuang rejeki.



Monggo, selamat mempersiapkan diri menyambut Sincia 2568. Mugi berkah.

Komentar

Banyak Dicari

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

KASURAN

Otak saya pernah dengan mentah menerima kata “ kasuran ” sebagai  kasur  +  an . Padahal yang dimaksud adalah  ka  +  sura  +  an . Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Kasuran merupakan nama jenis rumput yang secara khusus dipakai sebagai bahan utama Wayang Suket khas kecamatan Rembang, Purbalingga. Tepatnya di desa Wlahar. Wayang ini menjadi khas karena hanya seorang saja perajin awalnya. Yaitu Mbah Gepuk . Nama aslinya Kasanwikrama Tunut. Konon  suwargi  melewati masa kanak-kanak sebagai bocah angon yang tentunya akrab dengan alam dan padang rumput nan luas. Menghadapi usia senja, ia banyak menepi dan mulai menganyam helai demi helai rumput kasuran menjadi tokoh – tokoh legendaris dalam kisah pewayangan. Ia aktif membuat wayang suket sejak 1920-an. Meski telah menghadap sang Khalik pada 2002 silam, beberapa karya Almarhum Mbah Gepuk masih kerap dipamerkan. Seperti : Gatotkaca dan Rama Shinta.     Kasuran di Pulau Dewata Kini...