Langsung ke konten utama

Postingan

Sega Bonjapi

Siang itu, satu bulan sebelum Ramadhan 1437 Hijriyah. Ajakan dari Bidang Kominfo Dinhubkominfo Purbalingga ini jelas sayang untuk diabaikan. Mengunjungi Desa Wisata Kaliori, kecamatan Karang Anyar. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Foto oleh : Amir Sinangga Perjalanan ke utara memang selalu menghadirkan hamparan sawah dihadapan kami. Belum lagi di kejauhan barisan bukit tampak menjulang. Ah, tahu begini saya membawa koleksi CD Barong Nusantara dan memutarkan Pulang Kampung pada sessi menunggu di pinggir sawah. Menunggu di pinggir sawah ini bukan leha-leha. Melainkan hasil musabab antrean kendaraan pada badan jalan yang putus menuju Kaliori. Padahal perjalanan masih cukup jauh. (Semoga jalan sudah diperbaiki sekarang).   Beruntung tidak banyak jalan besar di wilayah pedesaan. Tak perlu takut tersasar. Dengan keyakinan mengikuti satu jalan lurus, pastilah kita akan menemukan Balai Desa. Target pertama setiap kunjungan resmi (baca : kedinasan). Dari sini, saya bisa melihat baga...

ME"NUJU" PANEN

Nuju. Inilah bagian dalam pola pertanian tradisional yang dilakukan perempuan desa Brakas, kecamatan Karang Anyar selain memotong padi dengan ani-ani. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Jaman memang telah lama berganti. Pluku saja sudah bersandar, tak mampu lagi menggeser sepenuhnya peranan traktor. Namun nasi terus bertahan melintasi generasi. Nasi yang kata para sepuh, sudah tidak lagi terasa manis saat baru dipanen. Manis ? Iya, manis dan pulen. Konon ini merupakan hasil kerja ani-ani yang lebih senang memilih padi yang tua benar. Padi yang matang dipohonnya itulah yang membuahkan rasa manis. Tapi, tidak lagi demikian, sekarang ini. Beras baru pun, sepa. Rasa dari olahan beras yang berganti, bisa jadi karena proses pengolahan padi juga berubah. Bagaimana tidak beda hasil, lha wong dulu petani nggarap sawah untuk dirinya sendiri. "Sekarang kan modelnya tani dagang", kata seorang petani tradisional era 70'an, Mbah Jaedi. Prinsip mendapat hasil melimpah, mengajarkan peta...

Paduan aroma sawah dan nikmatnya Sega Bakal di Bakal Angkringan

Jika sebagian besar dari kita memilih mengkonversi lahan bambu menjadi pemukiman. Maka sekelompok anak muda ini tengah mempertahankannya untuk dikelola menjadi beberapa kerajinan. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Jelas terlihat satu set kursi ini terbuat dari bambu. Jenisnya adalah bambu atau pring tutul. Salah satu yang tergolong langka di Indonesia. Padahal, Indonesia ini endemik sekitar 150-an jenis bambu dari seribuan jenis yang ada di dunia. Keunikan pring tutul adalah bercak hitam dan keemasan di sepanjang batangnya. Bambu berdiameter rata-rata 9 cm ini banyak tumbuh di desa Bokol, Kecamatan Kemangkon. Tempat bermukim Dwi Kaliyan Kanca yang tergabung dalam “Rumah Seni” Darimu Entertainment Education. • Berawal dari Seni • Bagi Dwi Nugroho dan orang-orang di sekitarnya, bambu bukanlah barang baru. Cukup banyak papringan di sekitar mereka. Namun, penduduknya masih lebih memilih ikut dalam proyek galian C. Desa Bokol memang dialiri dua sungai besar. Klawing dan Serayu. Dimana ...

Dan sayapun nge-HANG

Ditengah menjamurnya varian kopi di Purbalingga, seorang kawan menawari mencicipi tamarine tea. Lama tak menyesap teh, menjadikan aroma rindu menguap dari seduhannya. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Foto menu oleh Bangkit Wismo Tamarine tea, menjadi menu perkenalan saya dengan HangOut Bistro Purbalingga. Tempat makan baru di Purbalingga. Yang bukan hanya menawarkan menu racikan chef pilihan, namun suasana vintage nan hangat. Ah, bisa dibayangkan bukan bagaimana nikmatnya menyeruput teh hangat ini sembari menyimak alunan suara Nona Sari yang mendayu dalam Kisah di Selatan Jakarta ? Belum lagi ada deretan novel lawas semacam ACI yang bisa kita baca sembari menikmati menu-nya. Suka. • Menu • Tamarine tea hanya salah satu beverage yang disajikan disini. Yang paling difavoritkan pengunjung adalah Pertalite 149, Coco Smooth, Red Sky, Watermelon Lemonade serta Es Rastafara. Ini adalah Es Rastafara dan Keset Gurih. Rasta nggak harus merah kuning hijau kan ? Paduan warna-warni yang s...

BAKMI JAWA PAK SUNAR PURBALINGGA, NYEMEK NYLEKAMIN

Berbicara bakmi, maka publik Purbalingga mengenal nama Bakmi Jawa Pak Sunar yang telah melegenda. Sejak puluhan tahun silam, citarasanya tetap bertahan. Tak berlebihan rasanya jika bakmi nyemek ini disebut sebagai salah satu khase wong Purbalingga. • Oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Aroma khas arang yang dibakar menyambut siapapun yang masuk di kedai ini. Seorang perempuan sedang sibuk membuat pesanan bakmi. Sembari memasak di atas tungku, ia tak segan-segan mengajak ngobrol mereka yang datang. Hingga tak terasa bakmi dengan potongan daging ini siap disantap. Di kedai utara Masjid Agung Darussalam Purbalingga inilah, Dwi Eni Setyowati melanjutkan usaha kakeknya yang telah dikenal luas di Purbalingga, Pak Sunar. Malam itu, sisa gerimis seharian membuat kuliner hangat menjadi pilihan paling dicari. Bakmi nyemek dengan panas yang awet ini, salah satu alternatif ciamik. Apalagi kita bisa request sesuai selera. " Ada lho Mba yang pernah minta telurnya lima. Sampai mie-nya nggak ke...

Bubur Sayah, Pelepas Lelah

Dalam keseharian, kita mengenalnya sebagai bubur sumsum. Namun hari itu, saya menyebutnya dengan bubur sayah. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Badan terasa ruemeeeeek setelah beberapa hari ikut nimbrung di rumah salah seorang kerabat yang menikahkan putranya. Mulai dari persiapan jelang akad, ngunduh mantu sampai kirim jangan wayu yang dilakoni ini cukup menguras energi. Bukan hanya si empunya hajat, namun juga semua yang terlibat membantu.   Selang satu hari setelah rangkaian acara selesai, tibalah waktu bersantai. Dan suasana ini tambah nikmat saat satu porsi bubur sumsum diantarkan ke hadapan saya. Uuuuhhh nyam-nyam. "Ini bubur sayah", kata si (mantan) empunya hajat. Iiihhh, namanya lucu bangeeeet. Bubur sayah ? Iya, bubur ini konon bisa mengobati sayah atau capek. Formulanya sama persis kok dengan bubur sumsum yang kita kenal. Terbuat dari tepung beras dan santan yang dimasak dan disajikan dengan juruh atau rebusan air gula merah. Slruuuppp… otomatis dari juruhnya kit...

Dapat Sawah Melalui Dengklek

Spontan, remaja-remaja itu menyebut masa kecil saya kurang bahagia.  Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Bentuk lingkaran dengan 8 garis yang membaginya membuat saya pusing. Permainan macam apa ini ? "Kiye sunda manda payung, Mbak....", koor mereka. Tak berapa lama mereka bergerak dengan lincah petak demi petak dalam lingkaran itu. Tentu saja tidak boleh menginjak yang ada gaco-nya. Gaco diambil dari kata gacuk yang berarti pecahan genteng. Di wilayah mBanyumas kami menyebutnya kreweng. Namun kini, seiring perkembangan jaman, pecahan keramik pun mereka sebut gaco. Yang penting bisa untuk permainan. Gelak tawa mengiringi sekelompok remaja yang memang saya dapuk memainkan permainan tradisional. Sebagian besar menyebut, kerap memainkan sunda manda hingga kini. Uniknya, setiap anak memiliki nama dan bentuk sunda manda yang berbeda. "Nembe sedela deneng wis kencot ya?", ujar seorang dari mereka. Ya, selain lapar, saya dibuat pusing kemana harus melangkah. Karena sunda manda pa...