Jika sebagian besar
dari kita memilih mengkonversi lahan bambu menjadi pemukiman. Maka sekelompok
anak muda ini tengah mempertahankannya untuk dikelola menjadi beberapa
kerajinan.
Dwi Kaliyan Kanca
(mari selanjutnya kita sebut "dkk"), awalnya pun tidak sengaja
menyadari bahwa bambu bisa diolah sedemikian rupa. Aktivitas awal
"dkk" adalah berkesenian. Nge-band, nari (nari lho ya bukan
ngedance), musikalisasi puisi dan lainnya. Kebutuhan ruang membuat Angkringan
Bakal dibangun. Dengan desain full bambu.
Tidak hanya itu,
beberapa kancanya di Bokol yang putus sekolah pun direngkuhnya. "Daripada ikut nambang. Kalau pasirnya habis
gemana ? Kalau bambu kan kita tebang pilih, jadi nggak habis", kata
Dwi yang kini juga mulai menaman bambu di belakang kediaman orang tuanya.
Hingga kemudian mereka mulai mengolah pring tutul menjadi meja, kursi, tempat
tissue, bingkai foto, tempat pensil serta lampion. Tak terasa, dari awal
menggagas di tahun 2012, mereka berhasil menjual lebih dari 20 set kursi ke
wilayah disekitarnya. "Sekitar satu
minggu, penggarapan selesai", kata anak muda berambut gimbal ini.
Setelah lemari itu
jadi, tanpa dikomando sisa bambu dimanfaatkan untuk membuat meja. "Katanya, biar ada tempat buat naruh medangan
pas latihan, Mba", kenangnya. Meski tak sempurna, meja itu masih
disimpannya. "Nggak simetris,
oyeg-oyeg (bergoyang), masih pakai paku pula", katanya. Ini jelas
berbeda dengan hasil kreasi sekarang.
Di markas Darimu,
kita pun akan dimanjakan dengan menu-menu khas olahan para Ibu "dkk".
Maincourse-nya adalah Sega Bakal. Pemilihan kata bakal menurut Dwi dikarenakan
kata ini yang lambat laun berubah menjadi Bokol. "Kalau kata orang-orang tua disini bakale wilayah kiye kan sekang alas",
ujarnya singkat.
Dan Sega Bakal yang
disajikannya pun merupakan menu keseharian masyarakat Bokol yang dikemas
tersendiri. Isinya : Nasi, Pecak Jantung Pisang, Tempe Gundil, Lalab, Sambel
Jelantah dan Ingkung Pitik. Sesekali pecak jantung pun bisa diganti dengan
oseng rebung, oseng tauge atau oseng kacang panjang. "Tergantung Emak-emak
lagi nemunya apa disekitar mereka. Karena bahan-bahannya harus yang tersedia di
Bokol", terangnya. Dan dari sekian menu, Dwi merekomen sambel jelantah.
"Orang jaman dulu, nasi sama sambel
jelantah saja sudah bersyukur banget Mba. Dan ternyata enak rasanya",
promonya. Hmmmmm, bagi penggila sambal, ulekan bawang merah dan sedikit cabai
dengan minyak sisa menggoreng ini boleh kok menambah referensi. Tapi karena
saya tidak suka segala jenis yang pedas, maka Tempe Gundil adalah yang paling
kece buat saya. I Love It !!
• Oleh : Anita W.R
•
Jelas terlihat satu
set kursi ini terbuat dari bambu. Jenisnya adalah bambu atau pring tutul. Salah
satu yang tergolong langka di Indonesia. Padahal, Indonesia ini endemik sekitar
150-an jenis bambu dari seribuan jenis yang ada di dunia. Keunikan pring tutul
adalah bercak hitam dan keemasan di sepanjang batangnya. Bambu berdiameter
rata-rata 9 cm ini banyak tumbuh di desa Bokol, Kecamatan Kemangkon. Tempat
bermukim Dwi Kaliyan Kanca yang tergabung dalam “Rumah Seni” Darimu
Entertainment Education.
• Berawal dari Seni •
Bagi Dwi Nugroho
dan orang-orang di sekitarnya, bambu bukanlah barang baru. Cukup banyak
papringan di sekitar mereka. Namun, penduduknya masih lebih memilih ikut dalam
proyek galian C. Desa Bokol memang dialiri dua sungai besar. Klawing dan
Serayu. Dimana menambang akan jauh dirasa lebih menguntungkan dari mengelola
bambu.


Untuk 1 set kursi
terdiri dari satu kursi panjang, tiga kursi pendek, satu meja tamu dan satu
meja vas. Ditambah bonus 1 tempat tissue dan bingkai foto. Waaaah, paket
lengkap. Dan sepertinya juga hemat. Karena hanya dibanderol Rp. 800.000,-.
"Delapan Ratus itu plus ongkir di
Purbalingga dan sebagian Banyumas. Kalau wilayah lain, yaaaaa.... tahu sendiri
lah", katanya sembari tertawa.
• Awal dari lemari
kostum •
Bukan waktu yang
singkat bagi "dkk" untuk kemudian memproduksi 1 set kursi tamu ini.
Ini adalah ketidaksengajaan yang membawa rejeki. Utak-atik bambu ini bermula
dari kebutuhan akan lemari kostum mereka yang menari. Dwi hanya memfasilitasi
bambu yang ia beli pada tetangga kala itu.
Selain itu, Dwi
juga berprinsip bahwa bambu bukan tanaman liar yang bebas dieksploitasi. Mereka
tidak akan tebang sembarangan. "Kami
tanya ke orang tua dulu, Mba. Mereka kan punya ilmu titen ya. Dan itu yang
sedang kami pelajari juga", ujarnya. Ya, dengan ilmu titen ini selain
hanya bambu tua yang boleh ditebang, mereka pun terhindar dari
"bubuk" bambu yang muncul akibat salah petungan.

Meja kursi bambu
identik dengan pantek bambu dan ikatan rotan. Begitupun hasil produksi Darimoe.
Diluar itu, mereka pun sudah rutin membuat laporan periodik sendiri. "Biar terbiasa mandiri Mba. Bikin laporan
sendiri buat diri sendiri", tambahnya.
• Sega Bakal •


Bagi yang masih
ingin duduk berlama-lama (dalam istilah
mereka rubungan), bisa juga sembari menyesap segelas kopi dan mencomot
balok Bakal, sejenis camilan dari singkong. Atau saat panas menyengat, saya
sarankan Badeg Bakal dengan Es yang dingin menyegarkan. Selamat menikmati
asrinya gubug bambu ditemani kreasi Dwi Kaliyan Kanca di Bokol 4/2 Kemangkon, Purbalingga.
Keseluruhan foto diunduh dari akun facebook Dwi Nugroho
Salam.
Komentar
Posting Komentar