Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

Hijaunya Green Canyon

Awalnya saya pikir ini seperti menyusuri sungai di belakang rumah. Yang kanan kirinya masih rimbun pepohonan. Setengah perjalanan kemudian, saya baru menyadari keberadaan stalaktit yang semakin rapat mendekati ujung sungai. " Ini dia gong-nya ", pekik saya dalam hati. • Oleh : Anita W.R • Sungai Cijulang di desa Kertayasa. Inilah sungai yang tengah saya lalui. Ya, saya menerima tawaran mengawal Ibu' reuni dengan kawan-kawan SMA-nya dulu ke tempat ini. Cukang Taneuh. Sebuah tempat yang memakan waktu 5 jam perjalanan dari Purbalingga. Foto diunduh dari pinterest akun @fikrisurbakti Cukang Taneuh bisa jadi cukup asing dilafalkan bukan oleh penduduk lokal. Jadi, mari menyebutnya seperti kebanyakan orang. Green Canyon. Kalimat yang konon merupakan kecelakaan sebut dari Grand Canyon. Sebagian lainnya mengatakan alasan pemilihan nama Green Canyon karena airnya memang berwarna hijau. Penggunaan nama asing ini bukan tanpa alasan. Adalah Bill John. Seorang turis asal

Paduan aroma sawah dan nikmatnya Sega Bakal di Bakal Angkringan

Jika sebagian besar dari kita memilih mengkonversi lahan bambu menjadi pemukiman. Maka sekelompok anak muda ini tengah mempertahankannya untuk dikelola menjadi beberapa kerajinan. • Oleh : Anita W.R • Jelas terlihat satu set kursi ini terbuat dari bambu. Jenisnya adalah bambu atau pring tutul. Salah satu yang tergolong langka di Indonesia. Padahal, Indonesia ini endemik sekitar 150-an jenis bambu dari seribuan jenis yang ada di dunia. Keunikan pring tutul adalah bercak hitam dan keemasan di sepanjang batangnya. Bambu berdiameter rata-rata 9 cm ini banyak tumbuh di desa Bokol, Kecamatan Kemangkon. Tempat bermukim Dwi Kaliyan Kanca yang tergabung dalam “ Rumah Seni ” Darimu Entertainment Education. • Berawal dari Seni • Bagi Dwi Nugroho dan orang-orang di sekitarnya, bambu bukanlah barang baru. Cukup banyak papringan di sekitar mereka. Namun, penduduknya masih lebih memilih ikut dalam proyek galian C. Desa Bokol memang dialiri dua sungai besar. Klawing dan Serayu. Diman

Dan sayapun nge-HANG

Ditengah menjamurnya varian kopi di Purbalingga, seorang kawan menawari mencicipi tamarine tea. Lama tak menyesap teh, menjadikan aroma rindu menguap dari seduhannya.  • Oleh : Anita W.R • Tamarine tea, menjadi menu perkenalan saya dengan HangOut Bistro Purbalingga. Tempat makan baru di Purbalingga. Yang bukan hanya menawarkan menu racikan chef pilihan, namun suasana vintage nan hangat. Ah, bisa dibayangkan bukan bagaimana nikmatnya menyeruput teh hangat  ini sembari menyimak alunan suara Nona Sari yang mendayu dalam Kisah di Selatan Jakarta ? Belum lagi ada deretan novel lawas semacam ACI yang bisa kita baca sembari menikmati menu-nya. Suka. • Menu • Tamarine tea hanya salah satu beverage yang disajikan disini. Yang paling difavoritkan pengunjung adalah Pertalite 149, Coco Smooth, Red Sky, Watermelon Lemonade serta Es Rastafara.  Ini adalah Es Rastafara dan Keset Gurih. Rasta nggak harus merah kuning hijau kan ? Paduan warna-warni yang soft de