Langsung ke konten utama

Postingan

MAKAM KUNO & KALONG RAKSASA DI SITUS BANDINGAN

Mengunjungi sebuah tempat peninggalan masa lalu langsung di alam yang dipertahankan keasliannya tentulah membawa suasana tersendiri. Melihat berbagai macam batuan yang sudah dipenuhi lumut di tengah-tengah rindangnya pepohonan yang dihuni ribuan kalong raksasa seolah membawa kita keluar dari hiruk pikuk dunia. Dan salah satu tempat yang masih alami tersebut adalah Situs Bandingan di Dukuh Bandingan, Desa Karang Jambu Purbalingga. Atau dikenal juga sebagai kompleks makam kuno Karang Jambu. Mengunjungi makam kuno ini memang terasa menyenangkan. Alunan suara merdu para santri yang tengah mengaji menjadi pengiring menikmati kesejukan dan asrinya perjalanan di dalam “hutan alam” situs Bandingan. MAKAM KUNO Situs Bandingan memiliki rangkaian sejarah yang cukup komplit. Menurut salah seorang arkeolog di Kabupaten Purbalingga, Adi Purwanto, Situs Bandingan ini dikaitkan dengan masa pra sejarah, Hindu-Budha sampai ke masa penyebaran Islam di tempat ini. “Jadi ini adalah peninggalan pra seja...

LOKASTITHI GIRI BADRA

Lokastithi Giri Badra merupakan museum terbuka milik perorangan yang terletak di Dusun Pangebonan, Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga. Memiliki koleksi utama berupa artefak temuan lokal dari masa klasik berupa Arca Ganesha. Mari kita tengok lebih dekat.   Diatas lahan sekira 4.000 m ² , sejumlah objek berbahan batu ditempatkan. Dalam suasana alam terbuka. Memang ada yang telah dilengkapi mounting permanen, diberi atap dan pagar pembatas. Namun tetap membiarkan udara Dusun Pangebonan yang terkadang lembab menyapa koleksi secara langsung. Beruntung, pihak pengelola terbilang mampu ngopeni (merawat) dengan cukup baik. Lokasi Museum Bukan berada di jalur utama, membutuhkan usaha lebih untuk mencapai lokasi. Lebih mudah dan disarankan dengan kendaraan pribadi. Selain mempercepat juga bisa sekaligus mengunjungi beberapa destinasi terkait. Arahkan saja layanan mesin pencari ke Watu Tulis Cipaku Purbalingga. Karena museum ini persis bersebelahan dengan Watu Tulis...

KETOPRAK TOBONG, RIWAYATMU KINI

Salah satu sudut rumah pasangan seniman ketoprak tobong Sumarni - Sukirman “ Ora ana wong kere, kaya dene kere-ne ketoprak. Lan ora ana wong dadi Raja kaya dene raja ketoprak ” Ungkapan ini beberapa kali terucap dari bibir pasangan mantan pemain ketoprak Sukirman – Sumarni, di kediaman mereka di Purbalingga. Setelah berbulan-bulan mencoba menggali informasi tentang kesenian rakyat ini, akhirnya sedikit kisah tentang ketoprak tobong terbuka juga. Bagaimana lengkapnya ? PENGUNGSIAN Sore yang cerah menjadi semakin hangat dengan obrolan pasangan ini yang diawali dengan kenangan masa kecil mereka yang dilewatkan di tobong ketoprak. Mereka sama-sama putra seniman ketoprak. Sehingga sejak awal seni peran tradisional ini sudah mendarah daging. “Lah wong kita ini lahir dibawah kelir kok”, seloroh mereka. Dan seperti lazimnya para seniman ketoprak tobong merekapun bukan penduduk asli alias pendatang. Sumarni sendiri berasal dari Gombong Kebumen, sementara Sukirman asli Kulon Progo, Jogjak...

MAKAM WANGI

Pernahkah membayangkan tempat dengan nama MAKAM WANGI ? Apa yang ada di pikiran ? Makam yang berada di antara pohon wangi seperti halnya di Trunyan, Bali ? Owh, ini berbeda. Dan berbekal informasi yang sangat minim, kami menuju ke lokasi kompleks pemakaman yang masih dikeramatkan sampai hari ini di Purbalingga ini. MEDAN EKSTREM Makam Wangi terletak di desa Pagerandong kecamatan Kaligondang. Seandainya saja ada jalur darat di tepian Sungai Gintung saja, maka akan sangat mudah menjangkau tempat ini. Karena Makam Wangi berada di bantaran Sungai Gintung. Namun karena akses jalannya belum ada, maka kami harus menuju ke Pagerandong terlebih dulu. Masyarakat sepanjang dari Sungai Gintung sampai ke Pagerandong sepertinya cukup akrab dengan nama ini. So, meski harus keluar masuk jalur setapak arahan rute mereka sangatlah membantu sampai ke lokasi. Sebuah pertigaan kecil dengan kondisi belum teraspal (masih baru tahap disemen) akan mengantar kita ke Makam Wangi. jalan berkelok, turunan tajam ...

BRAEN, SENI YANG MENGAJARKAN KEIHLASAN

"Awang uwung,.." Ini adalah penggalan kalimat yang dilantunkan Mbah Salihah salah seorang Rubiyah dalam kesenian Braen. Dalam usianya yang sudah mencapai tujuh dasawarsa, nenek berparas cantik ini berbagi kisahnya dalam upaya melestarikan kesenian peninggalan leluhurnya, Syech Machdum Kusen atau Machdum Husen. Keturunan Wali Mbah Salihah atau yang dikenal juga dengan sebutan Bu Karso adalah keturunan putri ke-13 dari Syech Machdum Kusen salah seorang penyebar Islam di Purbalingga. Dan hanya keturunan Machdum Kusen yang boleh memainkan kesenian ini. Braen merupakan salah satu kesenian sakral yang tidak dimainkan pada setiap waktu. Braen hanya dimainkan pada upacara kelahiran, kematian, peringatan meninggalnya seseorang ataupun hajatan tertentu lainnya. Di wilayah Purbalingga, hanya cakupan Tanah Perdikan Cahyana yang memiliki seni khas ini. Jadi selain Rajawana, Tajug dan Makam pun masih melestarikan Braen. Sebenarnya Cirebon juga mengenal seni serupa yang mereka sebut dengan...