Langsung ke konten utama

Postingan

MAKAM WANGI

Pernahkah membayangkan tempat dengan nama MAKAM WANGI ? Apa yang ada di pikiran ? Makam yang berada di antara pohon wangi seperti halnya di Trunyan, Bali ? Owh, ini berbeda. Dan berbekal informasi yang sangat minim, kami menuju ke lokasi kompleks pemakaman yang masih dikeramatkan sampai hari ini di Purbalingga ini. MEDAN EKSTREM Makam Wangi terletak  di desa Pagerandong kecamatan Kaligondang. Seandainya saja ada jalur darat di tepian Sungai Gintung saja, maka akan sangat mudah menjangkau tempat ini. Karena Makam Wangi berada di bantaran Sungai Gintung. Namun karena akses jalannya belum ada, maka kami harus menuju ke Pagerandong terlebih dulu. Masyarakat sepanjang dari Sungai Gintung ( pertemuannya dengan Sungai Klawing tepat di dekat jembatan gantung Bendungan Slinga ) sampai ke Pagerandong sepertinya cukup akrab dengan nama ini. So , meski harus keluar masuk jalur setapak arahan rute mereka sangatlah membantu sampai ke lokasi. Sebuah pertigaan kecil dengan kondisi belu...

BRIEVENBUS

  Brievenbus di Purbalingga Dalam bahasa Indonesia Brievenbus berarti kotak surat atau kotak pos. Kata ini diambil dari bahasa Belanda. Sebenarnya tidak mengherankan ya, mengingat mereka pernah "betah berlama-lama" di Nusantara. Dalam sejarahnya, dunia perposan modern ini sudah diperkenalkan sejak tahun 1602 pada masa pendudukan VOC. Dikutip dari wikipedia Indonesia, pada saat itu, perhubungan pos hanya dilakukan di kota-kota tertentu yang berada di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Surat-surat atau paket-paket pos hanya diletakkan di Stadsherbrg atau Gedung Penginapan Kota sehingga orang-orang harus selalu mengecek apakah ada surat atau paket untuknya di dalam gedung itu. Untuk meningkatkan keamanan surat-surat dan paket-paket pos tersebut, Gubernur Jenderal G. W. Baron Van Imhoff mendirikan kantor pos pertama di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta). Pos pertama ini didirikan pada tanggal 20 Agustus 1746. Dan setelah Kantor pos Batavia didirikan...

BRAEN, SENI YANG MENGAJARKAN KEIHLASAN

"Awang uwung,.." Ini adalah penggalan kalimat yang dilantunkan Mbah Salihah salah seorang Rubiyah dalam kesenian Braen. Dalam usianya yang sudah mencapai tujuh dasawarsa, nenek berparas cantik ini berbagi kisahnya dalam upaya melestarikan kesenian peninggalan leluhurnya, Syech Machdum Kusen. Mbah Salihah atau yang dikenal juga dengan sebutan Bu Karso adalah keturunan putri ke-13 dari Syech Machdum Kusen salah seorang penyebar Islam di Purbalingga. Dan hanya keturunan Machdum Kusen lah yang boleh memainkan kesenian ini. SENI PERMOHONAN Braen merupakan salah satu kesenian sakral yang tidak dimainkan pada setiap waktu. Braen hanya dimainkan pada upacara kelahiran, kematian, peringatan meninggalnya seseorang ataupun hajatan tertentu lainnya. Di wilayah Purbalingga, hanya cakupan bhumi Cahyana yang memiliki seni khas ini. Jadi selain Rajawana, Tajug dan Makam pun masih melestarikan Braen. Sebenarnya Cirebon juga mengenal seni serupa yang mereka sebut ...

WATU GUMILANG, MISTERI YANG BELUM TERPECAH

Meski kerap mendengar, nama Watu Gumilang masih tetaplah asing disebut sebagai salah satu objek wisata lokal di Purbalingga. Padahal, batu ini menyimpan keunikan tersendiri. Yaitu ribuan jejak tapak kaki yang menempel di permukaannya. Mulai dari tapak kaki manusia sampai bermacam jenis kaki binatang. Watu Gumilang terletak di dusun Gumilang desa Picung, kini masuk kecamatan Kertanegara. Sebelum dilakukan pemekaran, Gumilang masih merupakan bagian dari Kecamatan Karang Anyar. Watu Gumilang ini berada di kaki Gunung Batur, sehingga memakan jarak yang cukup jauh untuk menggapainya. Untuk menuju Watu Gumilang kita bisa melalui rute : Purbalingga - Bobotsari - Karang Anyar - Pertigaan Kasih - Adiarsa - Krangean - Karang Gude - Picung. BATU SUPER BESAR Watu Gumilang berada di atas lahan milik warga, tepat di belakang MI Gumilang. Batu ini berukuran tinggi sekira 10 meter, panjang 10 meter dan lebar 5 meter. Benar-benar berukuran sangat besar. Seperti sebuah gunungan b...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...