Langsung ke konten utama

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Mari mengingat-ingat, berapa batik yang kita miliki ? Bisa jadi banyak. Namun bagaimana dengan batik yang khas Purbalingga? Saya bahkan tidak tahu apakah saya punya. Atau...adakah Purbalingga memilikinya?

Oleh: Anita Wiryo Rahardjo


Salah seorang produsen batik, Yoga "Tirtamas" Prabowo mengatakan, "Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal". Bagi pengguna batik random semacam saya jelas bingung dengan kalimat tersebut. 

Yoga berujar yakin bahwa batik bukanlah tren baru yang mengikuti kecenderungan pasar. Karena Purbalingga telah memiliki sejumlah sentra batik sejak masa pendudukan Belanda.

Najendra, pelopor industri batik di Banyumas Raya


Keberadaan industri batik Purbalingga konon sudah ada sejak masa Perang Diponegoro (1825-1830). Berakhirnya Perang Diponegoro atau yang dikenal dengan istilah Perang Jawa ini diperkirakan menjadi awal bermunculan sentra batik di wilayah Banyumas Raya.



"Ada anak buah Diponegoro yang membuat sentra batik di Sokaraja. Namanya Najendra", kata Yoga. Terkait nama tokoh tersebut, ia menyebut bahwa itu juga tertulis di Museum Batik Pekalongan. Nah sentra Sokaraja itu sekaligus menjadi yang pertama di Banyumas Raya. Untuk proses produksinya, Najendra mengumpulkan banyak warga untuk membatik. Dan kebetulan tidak sedikit dari mereka berasal dari Bobotsari, Galuh, Karanganyar, dan sebagainya. "Kecuali Limbasari lho ya", tambahnya. Ia memperkirakan Limbasari telah memproduksi batik sebelum Najendra membuat sentra batik di Sokaraja.

Jronasan, ada pula yang menyebut jonasan. Salah satu motif khas yang dimiliki. Kain koleksi pribadi

Batik sendiri diketahui sebagai budaya tak benda (intangible) yang adiluhung. "Proses dan filosofinya itu yang mesti kita pahami dengan baik. Ada kesabaran, keuletan, kematangan dan tentunya doa pada setiap helai kain batik. Sehingga tak heran jika beberapa upacara tradisi menyertakan batik tulis tertentu sebagai salah satu syarat", terang pemilik usaha Batik Tirtamas ini.

Karakteristik motif


Secara ragam motif dan warna, batik Purbalingga termasuk corak Banyumasan. Walau tidak bisa dipungkiri ada ornamen-ornamen yang mungkin saja berbeda. "Dibanding dengan batik Jogja, Solo, Pesisiran, batik Banyumasan paling gelap. Hitam, biru tua (indigo), cokelat tua, hijau tua. Sedangkan di wetan (Solo) kan gelapnya masih ditimpa kuning atau gading. Kalau kata teman-teman budayawan ya karena kita blakasuta. Hitam ya hitam, biru ya biru, ndak dicampur warna lainnya", lanjutnya.

Koleksi pribadi. Batik ini dibuat Eyang Din, salah seorang tetangga yang berprofesi sebagai pembatik rumahan.

Sementara untuk motif, flora dan fauna kecil semisal burung dan kupu-kupu lah yang mendominasi. Eh, jadi inget ya sama lumbon. Itu lho, motif yang sempat tren bersamaan dengan hitsnya sénthé wulung. "Banyak tempat di Banyumas Raya Mba yang punya lumbon. Meski sepintas coraknya beda, nama bisa saja sama. Seperti motif klasik saja. Kan semua daerah punya. Jogja punya Sidomukti Solo punya, kita juga punya. Dan kalau dijejerin beda", terangnya.

Terus jadinya apa nih motif khas Purbalingga ? Cukup banyak. Yang jelas serupa dengan motif Banyumasan. Diantaranya ada jae serimpang, pring sedapur, lumbon, suket grinting sampai jonasan. "Ada juga Cebong Kumpul", ujarnya sembari mesam-mesem melihat mata saya yang membulat.

"Ini salah satu motif klasik. Sudah jarang, tapi masih bisa dipesan. Banyak dibuat di Palumbungan dan sekitarnya. Kenapa Cebong Kumpul? Karena pembuatnya konon dulunya terinspirasi dari kondisi saat membatik. Berkelompok dan di dekat sungai. Dan ada gambar cebong-cebongnya gitu", katanya menggambarkan. Aaah kecebong, jadi inget Keropi dong. "Ada pula motif Jegli, langka banget tapi harusnya masih ada satu yang lawas di Limbasari", tambahnya.

Selain Palumbungan, desa Galuh, Jatisaba, Kemangkon sampai sepanjang aliran Sungai Gringsing pernah menjadi sentra batik Purbalingga di masa lalu. Wah, sebagai warga kecamatan "kota" saya kenal Sungai Gringsing. Dan tetiba saja teringat saat kecil, memang banyak pembatik rumahan asyik mencanting di teras rumah masing-masing. Sebut saja beberapa yang saya ingat namanya adalah Eyang Din, Mbah Sastro dan Mbaeh Nana.

"Sepertinya yang paling pertama ada di daerah Sudagaran, Mba", tuturnya. Mungkinkah yang dimaksud adalah Prada ? Entahlah. Lagipula kini toko Prada juga sudah tidak beroperasi ya. 

Selain itu, Yoga juga menyebut Gang Mayong menjadi salah satu sentra batik (Hmmm, saya pikir ini yang oleh orang-orang tua disebut tempatnya Kwee Sing mungkin ya? Sepertinya ia masih kerabat dengan Kwee Lie Keng), Kalikajar Kulon (sepanjang Sungai Klawing), Kandang Gampang, Gandasuli, Bobotsari, Jatisaba, Sidakangen, Jompo sampai Banjarsari.

Sentra batik di Purbalingga


Kini, Purbalingga memiliki 6 sentra batik tulis yaitu: Limbasari, Tlagayasa, Dagan, Galuh, Kalimanah dan Karang Moncol. "Semoga sih bisa nambah lagi ya, apalagi kami kan tidak hanya terpaku pada sentra itu saja ya Dan sekarang yang sedang dirintis adalah Tlahab Lor Karang Reja.", ucapnya.


Salah satu koleksi batik tulis di rumah saya, dibuat oleh Eyang Din (lihat cerita diatas). Saya ingat betul tuh, sekarang Ibu saya begitu menjaga sepotong kecil kain berwarna hitam pada ujung batik. Katanya itu adalah tanda khas batik tulis. Padahal, dulu selalu dilepasnya dengan alasan takut dicap sombong karena mengenakan batik tulis. Aih, bukan sombong tapi bangga itu, Bu.

Terkait sepotong kain serupa label tersebut, ternyata diketahui kemudian bukan tanpa maksud. Batik yang dibuat sekira tahun 1996 itu, dicanting sendiri oleh Eyang Din di rumahnya, namun dikirimnya ke Sokaraja untuk diwarna. Semula saya pikir hal itu dilakukan karena faktor usia yang tidak memungkinkannya untuk nglorod. Kenyataannya ? 

"Dalam sejarahnya dulu, pembatik yang dari Purbalingga itu memang diajarinnya nyanting saja. Untuk pewarnaan di Sokaraja. Dan ndak tau kenapa sampai sekarang kebanyakan pembatik kita ya ndak bisa (teknik) warna", ujarnya heran. Itulah mengapa ia ingin menularkan ilmu pewarnaan kepada pembatik lokal.

Keinginan itu tentunya bukan sekedar angan-angan. Selain ada institusi yang berperan untuk mengembangkan sentra, sebagai perajin, secara pribadi Yoga pun tak keberatan mengajarkan teknik membatik. "Silakan saja adek-adek pelajar coba membatik disini (Tirtamas)", tawarnya. Perkenalannya dengan batik semasa kuliah di Jogja memang membuatnya senang membagikan ilmunya. 

"Aku oleh ilmu mbatik iki nutur Mba. Ditawarin tiba-tiba sama tetangga kost. Katanya kasian lihat saya bengong. Namanya Pak Imam. Sabar sekali Pak Imam ngajarin saya sampai bisa", kenangnya. Walau tak langsung diaplikasikan ketika lulus kuliah, namun mbatik menjadi keahlian yang berbuah manis baginya.

Baginya mendesign, nyanting, nyoga, nglorod, hingga kemudian menjemurnya adalah proses yang seiring sejalan dengan detak nadinya. "Saya pengen terus mbatik", tekadnya. Bagaimana dengan kita saya? Mari mengenali batik dengan lebih dekat, agar mudheng dengan intangible value dari kekayaan intelektual nenek moyang ini.

Komentar

  1. jadi pengin punya batik purbalingga lagi. saya cuma punya satu tok, itu aja diawet nggak saya jait, eman2 je,batik tulis,hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... sama Mba. Batik tulis khas Purbalingga yg sy punya juga terbatas kok. Dan kalau skrg sy pakai jika sdg tidak enak badan. Nggo kemulan. Adeeeemmm dan cepet fit. Haha..

      Hapus
  2. Tempatnya itu dimana ya mba, kasih tau infonya donk. Lokasivpastinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mas / mba Papang pang.. maaf agak telat balas. Monggo jika berminat dengan batik Tirtamas bisa menuju ke Perumahan Selabaya, arah selatan terminal Purbalingga. Agak masuk bloknya, setelah lapangan & setelah masjid di Perumahan tersebut. Semua tau kok lokasinya Tirtamas.

      Hapus
  3. Untuk info lebih lengkap soal batik Purbalingga, monggo mas Yoga batik Tirtamas menyarankan untuk dapat email terlebih dulu melalui byonicpbg@gmail.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anisa Tri Anas Tasya12 September 2025 pukul 23.00

      Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, permisi Bu/Pak, Mas/Mbak admin Langgam Langit Sore 🙏 saya izin menggunakan foto batik pada artikel ini untuk dimasukkan kedalam Komik HELLO (How to Understanding Online Gambling Lowkey) dengan kearifan lokal Purbalingga. Untuk foto batiknya nanti diedit agar seperti sebuah gambar digital/digambar ulang dengan cara mengikuti pola batik/trace, untuk dijadikan motif seragam/pakaian tokoh-tokoh dalam Komik tersebut 🙏 Komik ini adalah produk dari penelitian yang kami lakukan dalam rangka mengikuti perlombaan Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) oleh Pusat Prestasi Nasional 🙏 mohon izinnya, terima kasih... Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

      Hapus
    2. Monggo foto dapat dipergunakan secara bijak nggeh.

      Hapus
  4. maaf, kalo boleh tau motif burung di gambar ketiga dari atas itu burung apa ya?
    dan nama motifnya juga kalo boleh tau apa ya?

    BalasHapus
  5. nama motif batik di gambar ketiga dari atas itu apa ya?
    dan burung yang digunakan dalam kain batik kalo boleh tau burung apa ya itu?

    BalasHapus
  6. Halo mba Annisa K.J maaf slowres ya... setelah sy tanyakan jenis burung nya adalah merak. Burung ini termasuk yg paling sering tertuang dalam motif batik selain Garuda dan Phoenix. Konon juga bisa sebagai lambang kesuburan..
    Terkait nama motif batik yg latar putih adalah jenis jonas-an kadang lidah kita ada yang mengatakan jronas-an. Sementara yg latar hitam belum dapat diketahui mba.. kebetulan pembatiknya juga sudah sedo. Atau njenengan tahu apa nama motifnya ?

    BalasHapus

Posting Komentar

Banyak Dicari

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

TRADISI WISUHAN

Daur hidup manusia tak lepas dari rangkaian adat istiadat. Saat memasuki 40 hari, dilaksanakanlah tradisi Wisuh atau Wisuhan. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Pagi itu seorang pria pensiunan Polantas sibuk mencari anak-anak kecil. Minggu pagi memang tak mudah mencari para bocah di rumah. Mereka sedang asyik jalan-jalan bersama keluarga tentunya. Beruntung ada tiga bocah kelas 1 SD yang baru bangun keluar rumah dan kemudian dimintalah mereka bersiap memperebutkan uang. Ketiganya hanya mantuk-mantuk bingung. Mereka tak tahu bahwa mereka tengah dilibatkan dalam tradisi Wisuh. • Cukur rambut • Didalam rumah, seorang bayi mungil sedang dicukur bergantian oleh dukun bayi dan pihak keluarga. Dalam kebiasaan lain, saat seperti ini juga sambil dibacakan shalawat. Namun tidak hari itu. Pemandangan ini berbeda dengan yang pernah dilakoni saudara sepupu saya. Menjelang hari ke-40 (bisa dimulai dari hari ke-35 atau selapan dina), dukun bayi yang biasa mengurus ia dan puteri kecilnya secara khus...