Jalan-jalan kita ke kota kuna berlanjut
lagi. Horrreeee. Rasanya ingin bersorak bak menang lotere (ups!) gara-gara
beberapa bulan sebelumnya saya harus ngendon diantara tumpukan berkas data
kantor. Hahay, kayak punya kantor aja yah ? Whatever kata orang, terpenting
perjalanan saya berlanjut. Kali ini targetnya adalah Balai Muslimin yang sudah
berganti nama menjadi Pendopo K.H. Ahmad Dahlan.
CAGAR BUDAYA
Bertempat di selatan Alun-alun
Purbalingga, bangunan yang sudah ada sejak 1800-an ini masih kokoh berdiri
ditengah-tengah deretan gedung yang menjulang tinggi. Dulu orang mengenalnya
sebagai Balai Muslimin. Namun belakangan namanya diubah menjadi Pendopo K.H.
Ahmad Dahlan.
Tidak sulit kok untuk mencari keberadaan
gedung ini. Meski dari luar nampak tersembunyi, namun begitu kita sukses
melewati pintu gerbang utama (dengan syarat sudah laporan dulu ke Satpam
ya,..) kita akan segera menyaksikan
sebuah bangunan berarsitektur Jawa Belanda ini.
Pendopo K.H. Ahmad Dahlan terdiri dari
satu bangunan yang didirikan diatas batur setinggi kurang lebih 75 cm diatas
pemukaan tanah. Gedungnya menghadap utara. Memiliki atap berbentuk limasan yang
ditutup genteng. Atap serambinya ditutup dengan seng dan disangga oleh
tiang-tiang besi. Di bagian serambi terdapat enam buah pilar tembok atau kolom
berbentuk bulat gaya Doria dan dua kolom persegi di ujung serambi. Ciri khas
ini merupakan peninggalan masa kolonial yang masih dipertahankan. Bbahkan
dekorasi tatanan papan kayu disepanjang ujung atap bagian bawah pun masih ada.
Leeeeengkap dengan ujungnya yang berbentuk kurawal. "Tapi atap serambi
sudah ditambah luasannya untuk parkir kendaraan. Karena gedung ini sebelum jadi
pendopo berfungsi sebagai kantor guru SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga",
kata Soegiman, salah seorang anggota Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM).
(foto diatas diambil dari Purbalingga Perwira)
Secara keseluruhan gedung ini memiliki
luas 19 m x 17,5 m. Dibagian depan terdapat tiga pintu yang ditutup krepyak
kayu. Dan masih dapat kita temui juga pintu kasino di gedung ini.
Jendela-jendela krepyak kayu lebar pun dipertahankan sesuai bentuk aslinya.
Alhasil, ruangan pun terasa adem sembriwing tanpa perlu AC.
Soegiman menyebutkan jika secara
keseluruhan gedung ini tidak banyak berubah. Penggantian hanya dilakukan pada
atap, lantai dan tembok bagian belakang gedung. “Gentengnya diganti yang
baru karena yang lama sudah tepo ya. Plus ditambahin kuda-kuda dan penglari.
Aslinya nggak ada (kuda-kuda dan penglari). Kemudian lantainya yang semula
pelur semen diganti keramik. Dan jeruji kayu di tembok belakang diganti kaca”, terang
Soegiman yang juga merupakan salah seorang panitia renovasi gedung. Pria yang
akrab disapa Pak Giman ini mengaku kagum pada material bangunan yang telah
berusia ratusan tahun ini. Mulai dari temboknya yang memiliki ketebalan sekitar
40 cm, rangka atap genteng tanpa kuda-kuda sampai tatanan bata miring dibawah
pelur semen. “Saya tahunya juga waktu ngerombak, Mba”, ungkapnya.
Gedung ini memang mengalami renovasi berat
pada tahun 2013 kemarin. Soegiman sendiri mengatakan proyek renovasinya memakan
biaya lebih dari Rp. 200 juta dengan masa pengerjaan selama 5 bulan. “Mulai Mei 2013 dan selesai beberapa hari
sebelum peresmian pada bulan September”, ujarnya. Dan terhitung 21
September 2014, gedung yang pernah bernama Balai Muslimin ini diberi nama “Pendopo
K.H. Ahmad Dahlan” yang diresmikan oleh Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari, MA.
SEJARAH
Jika selama beberapa periode gedung ini
dikenal sebagai bangunan milik sekolah, maka pada awalnya bangunan ini justru
merupakan rumah tinggal. Berada dalam lingkungan kadipaten, wilayah lingkar
Alun-alun tak hanya menjadi tempat berbagai fasilitas publik tapi juga area
hunian keluarga Pendopo. Salah satunya yang terletak di Jalan Alun-alun Selatan
no.2 ini. Menurut Kepala SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga, Drs. Dodi Prastowo, beberapa
bangunan milik yayasan inipun sebagian diantaranya merupakan rumah tinggal
berarsitektur unik. Namun yang dipertahankan bentuk aslinya hanya bangunan yang
kini menjadi Pendopo K.H Ahmad Dahlan.
Seperti yang ditulis oleh Majalah Derap
Perwira Volume 94/Tahun IX/2013, disebutkan bahwa tanah beserta bangunannya ini
dibeli dari salah seorang keluarga Bupati bernama R.M. Sobali dan R.A. Anjani
pada tahun 1946 dengan memperoleh Hak Guna Bangunan. Itupun dengan usaha ekstra
mengumpulkan dana yang luar biasa jumlahnya. Bahkan panitia sempat dibuat
kalang kabut karena sampai mendekati hari-H pembayaran, uang belum terkumpul.
Dan keajaiban dikirimkan Allah SWT dengan datangnya seorangnya donatur yang
menanggung seluruh kekurangan dana. Hingga kemudian gedung ini dapat terus
melanjutkan tugasnya sebagai ruang pendidikan agama Islam. Hal itulah yang
membuat masyarakat akrab menyebut gedung ini dengan Balai Muslimin.
Organisasi Muhammadiyah sendiri telah
cukup lama mewarnai sejarah pergerakan bangsa ini sejak didirikannya pada 1912
di Jogjakarta. Di Purbalingga sendiri Muhammadiyah masuk terhitung 1918 berujud
kelompok-kelompok pengajian di desa-desa. Barulah pada 2 Januari 1922
Muhammadiyah Purbalingga resmi menjadi Pimpinan Muhammadiyah Cabang
Purbalingga.
Kini setelah melalui rentang waktu yang
sanggaaattt panjang, Muhammadiyah Purbalingga terus berkembang pesat di segala
bidang. Mulai dari pendidikan, sosial sampai ekonomi. Dan lengkaplah sudah
kesaksian Pendopo K.H. Ahmad Dahlan dalam terus mengiring perjalanan
Muhammadiyah Purbalingga.
Komentar
Posting Komentar