Langsung ke konten utama

KOTA KUNA PART 2 - BALAI MUSLIMIN



Jalan-jalan kita ke kota kuna berlanjut lagi. Horrreeee. Rasanya ingin bersorak bak menang lotere (ups!) gara-gara beberapa bulan sebelumnya saya harus ngendon diantara tumpukan berkas data kantor. Hahay, kayak punya kantor aja yah ? Whatever kata orang, terpenting perjalanan saya berlanjut. Kali ini targetnya adalah Balai Muslimin yang sudah berganti nama menjadi Pendopo K.H. Ahmad Dahlan.

 CAGAR BUDAYA

Bertempat di selatan Alun-alun Purbalingga, bangunan yang sudah ada sejak 1800-an ini masih kokoh berdiri ditengah-tengah deretan gedung yang menjulang tinggi. Dulu orang mengenalnya sebagai Balai Muslimin. Namun belakangan namanya diubah menjadi Pendopo K.H. Ahmad Dahlan.

Tidak sulit kok untuk mencari keberadaan gedung ini. Meski dari luar nampak tersembunyi, namun begitu kita sukses melewati pintu gerbang utama (dengan syarat sudah laporan dulu ke Satpam ya,..)  kita akan segera menyaksikan sebuah bangunan berarsitektur Jawa Belanda ini.

Pendopo K.H. Ahmad Dahlan terdiri dari satu bangunan yang didirikan diatas batur setinggi kurang lebih 75 cm diatas pemukaan tanah. Gedungnya menghadap utara. Memiliki atap berbentuk limasan yang ditutup genteng. Atap serambinya ditutup dengan seng dan disangga oleh tiang-tiang besi. Di bagian serambi terdapat enam buah pilar tembok atau kolom berbentuk bulat gaya Doria dan dua kolom persegi di ujung serambi. Ciri khas ini merupakan peninggalan masa kolonial yang masih dipertahankan. Bbahkan dekorasi tatanan papan kayu disepanjang ujung atap bagian bawah pun masih ada. Leeeeengkap dengan ujungnya yang berbentuk kurawal. "Tapi atap serambi sudah ditambah luasannya untuk parkir kendaraan. Karena gedung ini sebelum jadi pendopo berfungsi sebagai kantor guru SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga", kata Soegiman, salah seorang anggota Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM).

 (foto diatas diambil dari  Purbalingga Perwira)


Secara keseluruhan gedung ini memiliki luas 19 m x 17,5 m. Dibagian depan terdapat tiga pintu yang ditutup krepyak kayu. Dan masih dapat kita temui juga pintu kasino di gedung ini. Jendela-jendela krepyak kayu lebar pun dipertahankan sesuai bentuk aslinya. Alhasil, ruangan pun terasa adem sembriwing tanpa perlu AC.

Soegiman menyebutkan jika secara keseluruhan gedung ini tidak banyak berubah. Penggantian hanya dilakukan pada atap, lantai dan tembok bagian belakang gedung. “Gentengnya diganti yang baru karena yang lama sudah tepo ya. Plus ditambahin kuda-kuda dan penglari. Aslinya nggak ada (kuda-kuda dan penglari). Kemudian lantainya yang semula pelur semen diganti keramik. Dan jeruji kayu di tembok belakang diganti kaca”, terang Soegiman yang juga merupakan salah seorang panitia renovasi gedung. Pria yang akrab disapa Pak Giman ini mengaku kagum pada material bangunan yang telah berusia ratusan tahun ini. Mulai dari temboknya yang memiliki ketebalan sekitar 40 cm, rangka atap genteng tanpa kuda-kuda sampai tatanan bata miring dibawah pelur semen. “Saya tahunya juga waktu ngerombak, Mba”, ungkapnya.

Gedung ini memang mengalami renovasi berat pada tahun 2013 kemarin. Soegiman sendiri mengatakan proyek renovasinya memakan biaya lebih dari Rp. 200 juta dengan masa pengerjaan selama 5 bulan. “Mulai Mei 2013 dan selesai beberapa hari sebelum peresmian pada bulan September”, ujarnya. Dan terhitung 21 September 2014, gedung yang pernah bernama Balai Muslimin ini diberi nama “Pendopo K.H. Ahmad Dahlan” yang diresmikan oleh Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari, MA.

SEJARAH

Jika selama beberapa periode gedung ini dikenal sebagai bangunan milik sekolah, maka pada awalnya bangunan ini justru merupakan rumah tinggal. Berada dalam lingkungan kadipaten, wilayah lingkar Alun-alun tak hanya menjadi tempat berbagai fasilitas publik tapi juga area hunian keluarga Pendopo. Salah satunya yang terletak di Jalan Alun-alun Selatan no.2 ini. Menurut Kepala SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga, Drs. Dodi Prastowo, beberapa bangunan milik yayasan inipun sebagian diantaranya merupakan rumah tinggal berarsitektur unik. Namun yang dipertahankan bentuk aslinya hanya bangunan yang kini menjadi Pendopo K.H Ahmad Dahlan.

Seperti yang ditulis oleh Majalah Derap Perwira Volume 94/Tahun IX/2013, disebutkan bahwa tanah beserta bangunannya ini dibeli dari salah seorang keluarga Bupati bernama R.M. Sobali dan R.A. Anjani pada tahun 1946 dengan memperoleh Hak Guna Bangunan. Itupun dengan usaha ekstra mengumpulkan dana yang luar biasa jumlahnya. Bahkan panitia sempat dibuat kalang kabut karena sampai mendekati hari-H pembayaran, uang belum terkumpul. Dan keajaiban dikirimkan Allah SWT dengan datangnya seorangnya donatur yang menanggung seluruh kekurangan dana. Hingga kemudian gedung ini dapat terus melanjutkan tugasnya sebagai ruang pendidikan agama Islam. Hal itulah yang membuat masyarakat akrab menyebut gedung ini dengan Balai Muslimin.

 Organisasi Muhammadiyah sendiri telah cukup lama mewarnai sejarah pergerakan bangsa ini sejak didirikannya pada 1912 di Jogjakarta. Di Purbalingga sendiri Muhammadiyah masuk terhitung 1918 berujud kelompok-kelompok pengajian di desa-desa. Barulah pada 2 Januari 1922 Muhammadiyah Purbalingga resmi menjadi Pimpinan Muhammadiyah Cabang Purbalingga.

Kini setelah melalui rentang waktu yang sanggaaattt panjang, Muhammadiyah Purbalingga terus berkembang pesat di segala bidang. Mulai dari pendidikan, sosial sampai ekonomi. Dan lengkaplah sudah kesaksian Pendopo K.H. Ahmad Dahlan dalam terus mengiring perjalanan Muhammadiyah Purbalingga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...