Kota Tua, Kota Lama ataupun Kota Kuno sebutannya,
kerap menarik perhatian para pecinta destinasi wisata sejarah. Selain unsur
edukasi, tata bentuk dan ruang bangunan khas peninggalan masa lalu inipun tak
luput dari bidikan kamera para fotografer. Serupa itukah kondisi KOTA KUNA di
Purbalingga ?
Belum banyak orang mengetahui jika Purbalingga memiliki deretan bangunan peninggalan sejarah, khususnya pada masa pendudukan Belanda. Meski paket wisata ke Kota Kuna ini sudah dipublikasikan namun tetap saja belum dapat mengangkat icon Kota Kuna sebagai pilihan wisata di Purbalingga. Bangunan-bangunan ini tersebar cukup rapat mulai dari pusat pemerintahan ke arah timur di desa Bancar. Beberapa bahkan masih menempati fungsinya seperti pada masa awal berdiri.
SD KRISTEN
Salah satu bangunan yang termasuk daam daftar Kota
Kuna adalah SD Kristen Bina Harapan yang terletak di Jalan Jendral Sudirman 119
Purbalingga. Sekolah ini sudah ada sejak 1926.
Sekolah Dasar ini pada awalnya bernama Holland
Chinese Zeding School. Sekolah khusus bagi anak-anak keturunan Tionghoa dan
para pegawai atau pejabat Belanda di kota ini. Berdasarkan sebuah foto yang
terpampang di kantor kepala sekolah, SD ini dibuka pada Oktober 1926.
opening
van de nieuw shool (Oct 1926) - Europees personeel v.l.n.r :
Mej.
Reynders, dhr Hildering, dhr Hanskamp en Mej Gotzen,
Rechts
kinderen van Dr Vogelesang en dohter Van Dr Esser.
"Data ini saya peroleh dari riwayat singkat
SMK Mardikenya (Purwokerto)", tutur Sutarno, kepala sekolah SD Kristen
yang sebelumnya bertugas di sana.
Riwayat SD Kristen ini memang masih menjadi
misteri. Catatan yang berhasil ditemukan, keseluruhan merujuk pada angka 1948
ataupun 1950. Sejak awal berdirinya sampai sekolah ini ditutup pada masa
pendudukan Jepang di Purbalingga yaitu Maret 1942, sangatlah minim informasi
yang tertinggal. Sementara itu bersumber dari sejarah masuknya Kristen di
Purbalingga, beberapa sekolah mulai didirikan oleh Y.A.H Weeda pada tahun 1913
disaat kepemimpinan PI (Pekabaran Injil) kedua D.S Benhard Jonathan Esser. Dan
apakah Holland Chinese Zending School ini salah satunya ? Bisa saja, namun
semua masih diperlukan penelusuran lebih dalam. "Saya sendiri belum
berani menyimpulkan. Karena di foto hanya tertulis Esser saja", terang
Sutarno ketika dihubungi melalui telepon genggamnya pada akhir tahun lalu.
Informasi lainnya menyebut pada 1913, nona Weeda
membuka sekolah campuran anak Jawa dan Tionghoa. Dimana jumlah muridnya terus
bertambah pesat. Dan pada 1926 sekolah ini diganti namanya menjadi HCS yang
dikepalai Hanscamp. HCS saat itu merupakan sekolah terbaik di Purbalingga. (diambil
dari http://www.scribd.com/doc/48295765/Gereja-Kristen-Jawa-GKJ-Purbalingga-pada-masa-pendudukan-Jepang)
Masuknya Jepang ke Purbalingga memang membawa
dampak tersendiri. Semua akses yang berkaitan dengan Belanda ditutup. termasuk
sekolah ataupun tempat peribadatan. Barulah terhitung 1 Agustus 1950 sekolah
ini dibuka kembali dengan nama SD Kristen Bersubsidi Purbalingga.
3 SEKOLAH SERUPA
Pada awal berdirinya, Holland Chinesse Zending
School dikelola oleh sebuah Vereniging atau perkumpulan yang khusus menangani pendidikan
anak-anak Kristen. Dimana untuk wilayah eks Karsidenan Banyumas, perkumpulan
ini memiliki tiga sekolah serupa. Yaitu di Banyumas, Purbalingga dan Cilacap. "Yang
di Cilacap khusus untuk orang Kristen, di Banyumas yang sekarang jadi SMK Mardikenya dulunya
untuk warga pribumi dan di Purbalingga khusus untuk Chinese dan Belanda", ujar
Sutarno.
Lazimnya sekolah, ruang-ruangnya pun dibangun
berjajar. Memiliki atap genteng berbentuk limasan yang saling berhubung. Sebuah
kapel menjadi ciri uniknya. Tatanan batu kali pada dinding luar bagian bawah
juga sangat identik dengan corak tahun-tahun tersebut.
DIDUGA CAGAR BUDAYA
Tidak banyak yang berubah dari bangunan yang sudah
diinvetarisasi cagar budaya ini. Melalui DAK 2012, rehab hanya dilakukan pada
atap yang sudah sangat rusak. Itupun tanpa mengganti bentuknya. Serta lantainya
yang sudah diubah menjadi keramik. Sedangkan kisi-kisi kawat, jendela, pintu,
sampai ruang yang berjumlah 6 semua tetap dipertahankan.
Pada bagian depan dinding kapel terdapat tulisan
"Sasana Pangudining Kawruh" dengan menggunakan huruf Jawa. namun sejak
kapan tulisan ini ada, belum dapat dipastikan. "Mungkin ada sejak dibuk
akembali di pada tahun 50'an ya. Kalau jaman Belanda ada huruf Jawa ini
sepertinya tidak mungkin ya?", kata Sutarno.
Selain bangunan, SD Kristen pun masih menyimpan 18
buah bangku gendongan yang oleh Sutarno diperkirakan ada sejak awal berdiri.
Bangku jenis ini memang identik degan sekolah masa lalu, dimana kini menjadi
barang langka. Setelah sekian lamanya digudangkan bangku ini kembali
dipercantik dan siap difungsikan lagi untuk tahun ajaran baru ini.
"Dengan bangku
gendongan tidak ada siswa duduknya ngglosor. karena memang tidak bisa untuk
duduk malas. Selain membuat siswa jadi disiplin bangku ini juga membantu anak
untuk memiliki tulang belakang yang lurus", terangnya.
Terkait cagar budaya, apa ya kira-kira harapan
Sutarno untuk sekolah yang dipimpinnya ini? "S.K. Biar lebih jelas mau
seperti apa pengelolaannya", pungkasnya
Komentar
Posting Komentar