Hari
itu masih cukup pagi. Udara pun masih tenang. Hanya lalu lalang kendaraan di
seputaran kota yang terpacu bersegera mendekati gerbang tempat aktivitas. Namun
saya lihat tidak demikian dengan pria sepuh yang telah lama tinggal di Bogor itu.
“Saya rindu”, katanya pelan. Saya
tersenyum, mencoba memahami geletar ngilu saat yang dicarinya tak lagi ada.
? oleh : Anita Wiryo
Rahardjo

⦁ Pernah menjadi sekolah ⦁
Berlokasi di pusat kota, lingkar
Alun-alun memang strategis. Di lingkungan yang kini kita ketahui sebagai Jl .
Alun-alun Utara no.1, Purbalingga ini dia pernah mengenyam pendidikan dasar. “Dulu saya SR (Sekolah Rakyat) disini”,
kenangnya seketika. Bola matanya bergerak ke kiri, mengindikasikan mengingat
segala kenyataan di masa lalu.
“Saat Clash (Agresi Militer II), halaman ini ditempati beberapa
tank milik Belanda. Sekolah libur, kami disuruh ngungsi ke Wirasana. Tapi dasar
bocah, saya diam-diam masuk kota dan tidur di Masjid Agung itu. Saya pun jadi
tahu kalau Kauman pada masa itu menjadi dapur umum Belanda”, kisahnya.
Muhammad Toha, demikian nama pria
yang telah puluhan tahun menetap di Bogor itu menapak tilas masa kecilnya. Di
sini, kota kelahirannya. Purbalingga. “Sayangnya,
saya nggak punya foto jaman sekolah disini”, ekspresinya meredup.
Tetiba saya teringat bagaimana
mereka yang telah lama mendiami kompleks kota¹
bercerita bahwa di Jl. Alun-alun Utara ini pernah ditempati bangunan Sekolah
Dasar yang dikenal dengan sebutan SD 4. Lengkap dengan kolam penuh bunga
teratai. Aaaaaahhh.... saya nggak njamani.
Dalam perjalanannya SD 4 ini berpindah dan sempat digunakan oleh salah satu
sekolah milik yayasan. “Jamanku, SMA
Karya Bakti juga pernah menempati bangunan sekolah di situ”, kata pemilik
Bakmi Sunar yang juga alumni SMA Karya Bakti lulusan 1983/1984, Dwi Eni.
(¹ : sebutan lokal untuk wilayah di seputar pusat kota Purbalingga)
(¹ : sebutan lokal untuk wilayah di seputar pusat kota Purbalingga)
Jaman berganti. Di tahun 2003
sebuah bangunan baru dengan bentuk khas joglo kembar diresmikan sebagai gedung
Perpustakaan dan Museum Daerah Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja. “Joglo kembar itu, satunya menggambarkan
museum, satunya perpustakaan”, kata Adi Purwanto. Ia arkeolog yang juga
pernah menjadi pengelola museum ini.
Setelah Perpustakaan Daerah bergabung
dengan Kearsipan dan berpindah ke gedung baru, praktis bangunan joglo kembar
ini ditempati koleksi – koleksi unik dan menarik Purbalingga. Mulai dari pusaka
sejak era kadipaten dulu, tatal batu dalam teknologi pembuatan gelang batu di
situs perbengkelan Limbasari dan Ponjen, hingga benda-benda memorabilia Prof.
Dr. R. Soegarda Poerbakawatja. Ia adalah tokoh pendidikan yang turut membidani
sekolah tinggi untuk para guru di Indonesia.
Seketika saya teringat pada
tulisan yang terpasang bagian atas pintu masuk museum. Wisma, wanita, pusaka,
kukila dan turangga. Pikiran langsung saja menyambar ketika membaca tulisan
itu, “bahwa jalannya mendapat semua itu
ya pakai sekolah (baca :ilmu)”.
Komentar
Posting Komentar