Terik mentari dan lengang. Usai kulminasi
bergeser sedikit ke arah barat, saya memulai jalan-jalan bersama 3 anak dara
yang tetiba keranjingan mengenal sejarah.
Makam Arsantaka
Meski berada di lingkaran pusat kota,
tempat ini lengang. "Harusnya semalem, Mbak. Ramai", kata beberapa warga. Kami hanya
tersenyum sambil terus mengekor seorang pria yang akrab disapa Pak Karso. Jumat
siang makam memang sepi.
Gapura berwarna merah tembaga itu menandakan kami telah memasuki kawasan inti makam Arsantaka.
Cikal Bakal Purbalingga
Masyarakat Purbalingga bisa jadi sudah tidak lagi asing. Nama Ki Arsantaka banyak disebut dalam tulisan yang berkaitan dengan sejarah berdirinya Kabupaten Purbalingga. Sayang, tahun lahirnya tidak diketahui secara pasti.
Arsantaka terlahir dengan nama Arsakusuma. Ia merupakan putera Adipati Onje II dengan isteri ke-3 nya, Nyai Pingen. Arsantaka memiliki seorang kakak bernama Yudantaka.
Dikatakan Arsantaka melewati masa mudanya dengan mengembara hingga ke desa Masaran, Banjarnegara. Disana ia diangkat anak oleh Ki Wanakusuma, seorang keturunan Ki Ageng Giring. "Nah, disana Eyang Arsantaka kemudian menjadi demang", cerita Pak Karso.
Ia menjadi Demang Pagendolan pada 1740 –
1760. Sejaman dengan masa Perang Mangkubumen. Dan berada dalam wilayah
Mancanegara Kilen, artinya Pagendolan berada dalam naungan Surakarta. Dibawah
pemerintahan Paku Buwana III (PB III) yang tengah bersitegang dengan
Mangkubumi.
Jasa Perang Jenar
Ketika menghadapi pasukan Mangkubumi di
desa Jenar (Bagelen), maka sudah barang tentu Paku Buwana III meminta bantuan
pasukan Banyumas. Pasukan dalam dipimpin oleh Adipati Kenduruan I sedang
pasukan luar dipimpin oleh Adipati Banyumas, Tmg Yudanegara III. Dan dibantu :
- · Ngabei Karanglewas, Dipayuda I
- · Demang Pagendolan, Ki Arsantaka
- · Demang Sigaluh, Ki Mertoboyo
- · Demang Penggalang, Ki Ronodipuro
Pertempuran ini mengantarkan Dipayuda I menghembuskan nafas terakhir. Namun jasad adik Tmg Yudanegara III ini tak langsung ditemukan. Beruntung, Ki Arsantaka menemukannya masih lengkap dengan seragam kompeni berwarna ungu. Segera diantarkannya jenazah Dipayuda I ke Kadipaten Banyumas karena keluarga besarnya berasal dari sana. Dan kemudian ia berjuluk Ngabei Seda Jenar (meninggal 12 Desember 1751).
Atas jasa itulah, Ki Arsantaka menjadi besan dari Adipati Banyumas, Yudanegara. Puteranya yang bernama Arsayuda diangkat mantu oleh sang adipati. Ki Arsayuda juga menjadi patih Karanglewas mendampingi Tmg Dipayuda II, putera Yudanegara III.
Masa kekuasaan singkat Dipayuda II yang
meninggal di usia muda, segera beralih pada Arsayuda. Dan saat itulah Ki
Arsantaka menyarankan pusat pemerintahan dipindah dari Karanglewas Kutasari ke
desa Timbang. Nggak nyangka kan kalau sekarang "Timbang"
hanya menjadi nama dukuh saja. Nah, balik lagi. Perpindahan itu dilakukan
pada tahun 1759. Ditandai dengan pembangunan pendapa dan Alun-alun yang
tercatat pada 23 Juli 1759. Sejak itu pula nama Purbalingga digaungkan. Bukan
lagi Karanglewas. Dan Arsayuda sebagai adipati pertama dan bergelar Dipayuda
III.
Banyak Petilasan Arsantaka
Tidak diketahui bagaimana kelanjutan
kiprah Ki Arsantaka setelah puteranya mengawali kepemimpinan kadipaten
Purbalingga. Namun di beberapa tempat ditemukan petilasan Ki Arsantaka.
Seperti di daerah Boja, Semarang atau Kalibening, Purwokerto. Bahkan di Masaran pun dipercaya terdapat makam beliau. Namun masyarakat Purbalingga lebih merasa percaya bahwa makam Ki Arsantaka adalah yang berada di desa Pungkuran.
Kaungkuran
Menurut salah seorang putera wayah
Arsantaka, Lulu D. Budiardjo, jika ditarik garis lurus maka makam Arsantaka
tepat satu garis dengan titik tengah pendapa dan Alun-alun. Halo Pak
Lulu, matur suwun untuk obrolan sepuluh tahun silam mengenai sejarah Purbalingga.
Metode tanpa boleh ada alat rekam dan tanpa boleh mencatat membuat memori saya
bekerja ekstra. Semoga apa yang terekam di otak ini tidak slentha seiring
usia.
Makam Arsantaka berada di desa
Pungkuran. "Dari kata kaungkuran (catpri : data dasarnya
mungkur). Kaungkuran siapa ? Ya kaungkuran pendopo. Karena berada di
belakang kompleks pendopo", terang Pak Lulu saat itu.
Makam Keluarga
Makam Ki Arsantaka ditempatkan dalam satu cungkup terpisah. Didalamnya juga bersemayam makam Tmg Dipayuda III dan isterinya serta seorang pengawal. “Unur di makam Eyang Arsantaka ini konon menandakan kesuburan wilayah Purbalingga juga”, kata Pak Karso beberapa tahun lalu. Sayangnya, ini tidak diceritakan pada pertemuan kemarin.
Ada 5 blok dalam area makam utama ini. Makam
Ki Arsantaka berada dalam grup A. Sementara itu cucu mantunya yang masih
merupakan cucu Pangeran Sambernyowo berada di blok yang terletak di sebelah
timur. Disini terdapat juga makam dokter bedah asli Purbalingga, dokter
Goetheng Tarunadibrata yang juga termasuk dalam trah Arsakusuma.
"Mbak, aku baru ngeh kalau dengan langsung turun ke lokasi lebih memudahkan belajar sejarah lokal ya,.. daripada sekedar baca buku", kata salah seorang dari ketiga buntut saya kali ini. Kalau aku sih yes banget dengan pendapat itu.
Komentar
Posting Komentar