Langsung ke konten utama

Sela Bintana, Yang Terlupa

Sekelompok penonton memilih posisi yang nyaman didalam gedung tak beratap. Ada yang berjongkok, bersila bahkan berdiri. Jangan heran. Disini memang tak ada kursi. Dan seperti inilah gambaran bioskop misbar Sela Bintana, Purbalingga yang diceritakan beberapa orang secara terpisah.

Oleh : Anita Wiryo Rahardjo



Misbar Sela Bintana

Sela Bintana memang tak segaung nama tiga bioskop yang pernah ada di Purbalingga. Rayuan Theater, Braling Theater dan Indra Theater (Bobotsari). Bioskop ini jenis misbar. Gerimis bubar. Namun tetap digemari saat itu. Sela Bintana menjadi pilihan jika kocek sedang tipis.

• Dekat Rayuan •
Sela Bintana ada dekat dengan Rayuan Theater Purbalingga. Tapi keduanya memiliki pasar masing-masing. Sela Bintana, dengan harga tiket yang lebih murah menawarkan film yang berbeda kelas dengan 'tetangga'nya. Dapat dipahami ya. Apalagi fasilitasnya juga berbeda.
Sela Bintana diketahui menempati bangunan milik keluarga Tan Kwee An. Seorang pengusaha es balok ternama. Pabriknya diberi nama Salju. Saat belum banyak freezer, maka Salju sudah aktif memproduksi es balok untuk kemudian dijual.

• Awalnya Gudang •
Sela Bintana berada di utara jalan raya. "Ada di barat Narayana", kata Mbah Jaedi (± 80 th) dalam bahasa Penginyongan. Narayana adalah nama agen bus kenamaan saat itu. Orang-orang mengenal daerah ini dengan sebutan mBengang.

Pria sepuh ini mengaku tak ingat pasti kapan Sela Bintana mulai dibangun, meski ia termasuk salah seorang yang turut dalam proyek tersebut. "Sepertinya sebelum Gestok", ujarnya mengingat-ingat.

Mbah Jaedi tak mengetahui pasti apakah saat ia ditugasi mengecat, bangunan tersebut sudah menjadi atau baru akan menjadi gedung pemutaran film. Yang ia ketahui bahwa tempat tersebut adalah gudang milik ayah Tan Kwee An. "Ya sudah rapet gedungnya. Ada atapnya. Mirip rayuan. Bahkan lebih besar dan luas", kenangnya. Waahh.. apakah ini artinya kondisi yang diceritakan di awal adalah gambaran embrio Sela Bintana ya ?

Seorang warga di Jl. M.T. Haryono, Pak Ambing juga mengiyakan luasnya bangunan Sela Bintana. "Itu lho yang sekarang jadi jual Mie Ongklok sampai jalur (penjual) Soto sana", kenang pria sepuh keturunan Tionghoa ini.

Sayangnya, bioskop yang terletak di utara jalan ini tak banyak diminati. Sela Bintana pun tutup dengan menyisakan sedikit kenangan saja bagi segelintir orang.

Komentar

Banyak Dicari

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

TRADISI WISUHAN

Daur hidup manusia tak lepas dari rangkaian adat istiadat. Saat memasuki 40 hari, dilaksanakanlah tradisi Wisuh atau Wisuhan. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Pagi itu seorang pria pensiunan Polantas sibuk mencari anak-anak kecil. Minggu pagi memang tak mudah mencari para bocah di rumah. Mereka sedang asyik jalan-jalan bersama keluarga tentunya. Beruntung ada tiga bocah kelas 1 SD yang baru bangun keluar rumah dan kemudian dimintalah mereka bersiap memperebutkan uang. Ketiganya hanya mantuk-mantuk bingung. Mereka tak tahu bahwa mereka tengah dilibatkan dalam tradisi Wisuh. • Cukur rambut • Didalam rumah, seorang bayi mungil sedang dicukur bergantian oleh dukun bayi dan pihak keluarga. Dalam kebiasaan lain, saat seperti ini juga sambil dibacakan shalawat. Namun tidak hari itu. Pemandangan ini berbeda dengan yang pernah dilakoni saudara sepupu saya. Menjelang hari ke-40 (bisa dimulai dari hari ke-35 atau selapan dina), dukun bayi yang biasa mengurus ia dan puteri kecilnya secara khus...