Langsung ke konten utama

GEBYEKAN : Pulangnya si Anak Hilang

Byek byek nooong 
Byek byek juuuurrr 
Sriiiiii balia, bapane olih berkat
Mbok ora kebagian

• oleh : Anita Wiryo Rahardjo •

"Sriiiii baliaaaa !!!", teriak orang-orang begitu mengetahui Sri (bukan nama sebenarnya) hilang dari rumahnya semenjak keluar menjelang sandekala. Bebunyian peralatan rumah tangga menggema di sepanjang kampung. Byek byek byek. Tampah, ember, panci, wajan, baskom ditabuh dengan meneriakan nama si orang hilang.

Bebunyian itu konon tak disukai makhluk halus. Lho ?! Apa hubungannya ? Ya karena orang hilang yang tidak wajar, dipercaya telah dibawa kabur makhluk halus.

Tradisi Nusantara

Ternyata tak hanya di Jawa, tradisi seperti inipun dikenal penduduk luar Jawa. Sebutlah salah satunya Bagandang Nyiru di Kalimantan. Atau penduduk Ataili juga mengenal Smabusabunga. Intinya sama. Yaitu : ritual memanggil kembali orang yang diduga hilang dengan berkeliling kampung membunyikan peralatan rumah tangga. (Foto dari tribunnews Batam)

Bedanya, jika dalam tradisi tersebut diatas dipercaya bahwa arwah leluhur atau nenek moyang yang membawa 'jalan-jalan' si orang hilang, tidak demikian dengan kita. Adalah makhluk halus yang senang menyesatkan jalan orang itu disebut lampor. Jangan tanya seperti apa ujudnya. Entah 11:12 dengan (Mak) Lampir atau justru beda jauh. Ada pula yang menamai makhluk ini dengan 'cepet'

Dibawa Makhluk Halus

Beberapa pengalaman 'hilang', memang terkadang tak dapat saya logika. Ada yang mengisahkan dirinya ditempatkan di atas pohon masih di dekat rumahnya. Sehingga ia leluasa menyaksikan warga kampung menabuh gebyekan ini tanpa bisa ia berteriak menunjukkan lokasi keberadaannya. Ada pula yang tak ingat pengalaman luar biasa ini sama sekali. Yang jelas mereka sama-sama seolah masuk ke antah berantah.

Lalu bisakah kita menghindarinya ? Saya rasa pikiran yang tetap terjaga bisa membantu menjauhkan kita dari dibawa Lampor, Cepet atau kroninya. Ada juga yang mengajari saya untuk mengucapkan kalimat bermakna mengusir  saat merasa disasarkan makhluk halus. "Istilahnya disontengi", kata beberapa orang yang saya temui.

• Peralatan Rumah Tangga

Yang menjadikan tanda tanya adalah mengapa harus abrag-abrag atau peralatan rumah tangga yang digunakan ? Seberapa 'takut' makhlus halus dengan tampah dkk ?

Menurut salah seorang seniman Purbalingga, SBJ Utomo, digunakannya tetabuhan dari peralatan rumah tangga dikarenakan faktor urgency. "Jaman dulu sirine belum ada. Ditambah karena panik, maka tampah panci ember dan peralatan rumah tangga ini paling mudah untuk diambil dan dibunyikan", kata ketua Sanggar Dresanala ini.

Urusan seberapa takut makhluk halus pada tetabuhan ini, sebenarnya bukan karena bebunyiannya. "Kan tetap saja pakai doa. Nyenyuwun inilah yang membuka tabir sehingga si orang hilang bisa kembali", tambahnya. Di tempat tinggalnya, sambil berkeliling, warga akan meneriakan koor yang cukup khas. "Bubur abang bubur putih e wis mateng. Srrriiiiii baliiaaa". Tentunya sembari terus menabuh. Suara keras begini secara nalar akan menyadarkan orang yang semula melamun. Serasa dikagetkan sehingga tersadar saja. Ingat kan petuah lama "Aja ngelamun mundak kesambet" ?

Sementara itu pilihan kalimat bubur abang dan bubur putih pun ada maksudnya. Perlambang angkara murka dan kesucian. Dengan kesucian (doa) maka angkara murka (dalam hal ini sengkala berupa disasarkan makhluk halus) akan dapat dikalahkan.

Waaah, kalau yang dinyanyikan "Bapane olih berkat, mbok ora kebagian" kira-kira apa maknanya ya ?

Jika pada jaman berseragam putih merah saya masih dua kali mendengar "Sriiii baliaaa", maka saat era berganti saya lebih banyak mendengar "Ndang balia Sri" yang ditimpa adlibs seorang penyiar menyampaikan informasi orang hilang. Hmmmm....


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...