Langsung ke konten utama

Kyai Lanang itu bermarga Gan

Sebentuk bangunan makam terlihat begitu mencolok. Berada di areal persawahan dan satu-satunya. Warga setempat menamainya makam Kyai Lanang.

• oleh : Anita Wiryo Rahardjo •

Julukan Kyai Lanang tersemat lantaran ia disebut-sebut sebagai tokoh yang membuka dusun Sirongge, desa Kembaran Kulon, Purbalingga. Sayang, kapan ia datang tidak dapat dipastikan. Hanya diduga berkaitan dengan masa paceklik di Tiongkok Selatan. "Ada yang menyebut datang sewaktu Perang Jawa (1825 - 1830), ada yang bilang datang karena berselisih dengan marga lain atau juga karena bencana besar yang berakibat gagal panen", kata kedua keturunan Gan Hwan yang saya temui secara terpisah. Kyai Lanang memiliki nama asli Gan Hwan. Bersama orang-orang sebangsanya dulu, ia mengarungi lautan mencari harapan di tanah yang baru. Gan Hwan dikabarkan berasal dari desa QQishan.

Melestarikan Marga

Dikatakan bahwa sebagian dari mereka mendarat di Pekalongan. Termasuk Gan Hwan beserta puteranya, Gan Tjiu. Dan demi keselamatan serta keberlangsungan marga, mereka yang bersne Gan pun menyebar. Gan Hwan dan Gan Tjiu lalu menuju ke selatan hingga sampai di Sirongge.

Gan Hwan menetap di Sirongge. Ia meneruskan kebiasaannya bercocok tanam. Keberhasilannya membuka lahan diikuti dengan kedatangan warga lainnya untuk turut menetap. Inilah yang membuatnya berjuluk Kyai Lanang.

Meninggal 1860

Tidak banyak informasi yang bisa digali dari tokoh ini. Hanya diketahui tahun meninggalnya pada 1860. "Seperti tertera pada bongpay", kata salah seorang keturunannya, Cik Pay.

Sementara itu puteranya yang bernama Gan Tjiu menikah dengan Ooij Bie Nio di Pekalongan. Dari perkawinan itulah lahir generasi penerus Gan di Purbalingga. Yaitu : Gan Koen Po, Gan Kiem Tjio, Gan Tjo Tie, Gan Sin Hwat, Gan Sin Sing dan Gan Sin Thay.

Gan Tjiu meninggal 7 tahun setelah kepergian Ayahnya pada 1867. Makamnya berada di desa Kembaran. Bersama beberapa nama pribumi. "Dekat tikungan, nggak jauh dari kantor cabang salah satu partai", ujar Kris Hartoyo yang juga masih merupakan generasi penerus Gan di Purbalingga. Warga menamainya Makam Kembaran. Selain karena berada di desa Kembaran juga karena bentuk bongpaynya kembar dengan makam Gan Hwan.

Meski Gan Tjiu dimakamkan di Kembaran, tidak demikian dengan isterinya. Ooij Bie Nio yang meninggal pada 1900 dan dimakamkan di Sawangan.

Sebenarnya bongpay yang sekarang kita lihat pun sudah renovasi. Sekitar tahun 1970-an, bangunan makam diperbaiki karena telah banyak kerusakan. "Tapi seinget saya baru sekali itu aja sih renovasinya", tambah Cik Pay

Toko Gan

Memasuki abad 19 nama keluarga Gan semakin berjaya. Mereka memiliki usaha bernama Toko GAN yang dikenal menjual segala kebutuhan kelontong hingga perlengkapan membatik. Meski tak lagi dijumpai, cerita mengenai masyurnya Toko Gan masih dapat kita dengar dari mereka yang terlahir pada tahun 60'an. Menurut penelusuran www.banjoemas.com terhitung 1 Januari 1914, Toko Gan menjadi N.V. H. MY. Hiap Hoo.

Keluarga Gan di Purbalingga pun dikenal berkat nama Gan Thian Koeij (keturunan Gan Sin Sing) yang aktif dalam organisasi Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). Ia bahkan menjadi penggerak ketiga di Jawa untuk membuang taotjang (kuncir khas warga Tiongkok). Mangga untuk lebih lengkapnya mengenai tokoh Dewan Pendiri THHK Poerbolinggo ini klik saja di weblog yang saya sebutkan tadi.

Dipindah 2018

Kembali ke tokoh Gan Hwan atau Kyai Lanang, sebagai pendiri keluarga Gan di Purbalingga, makamnya ini konon juga terlihat dari barat jembatan Kalikadjar. Saya tidak mengerti apakah kini Jembatan Slinga maksudnya ?

Saat ini bong Gan Hwan berada di lahan yang telah dibeli salah satu yayasan. Dikarenakan di tempat itu akan dijadikan asrama para siswi, pihak yayasan meminta makam Gan Hwan untuk dipindahkan. Meski sebagian warga menyayangkan karena bagi mereka bong Gan Hwan / kuburan Kyai Lanang ini memiliki arti khusus, pihak keluarga Gan telah sepakat memindahkannya pada 2018. "Mungkin sekitar April, bareng Cheng Beng", lanjut Cik Pay.

Sebagai terduga bong paling tua, nantinya makam Gan Hwan dipindahkan ke Bong Sawangan bersama penerus Gan ke-3 dst. Juga keluarga Tionghoa lainnya. Mungkin dengan dipindahkan, nantinya akan terhindar dari tergenang banjir kecil lagi seperti beberapa waktu lalu ya.

Matur nuwun kagem Pak Kris "Haow" Hartoyo Yahya dan Ibu Devi "Cik Pay".

Note : Makasih mba Amira, sekaligus saya ralat di postingan nggeh kalau sempat ada kekurangtelitian dalam penulisan angka tahun yang semula sempat saya ketik 1925-1930. (Purbalingga, 2 Mei 2021)


Komentar

  1. salam, saya hendak bertanya. apakah puisi gerasi yang menuntukan urutan generasi GAN berhasil ditemukan?. saya cucu dari gan kwat tjoe dari pekalongan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Pak Haris.. mohon maaf benar2 lama sekali baru saya buka. Karena saya sebenarnya sudah berhenti ngeblog. Data yang kami peroleh hanya di kediaman keluarga Gan Thian Pie dan belum sempat saya foto. Data hanya mencatat dari akar generasi yaitu Gan Hwan ini Bapak..

      Hapus
  2. Maaf ingin koreksi sedikit, itu perang Diponegoro atau perang Jawa harusnya tahun 1825-1830 🙏🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...