Langsung ke konten utama

STANA LANDA lagi

Cukup lama saya tak mampir ke kerkhof atau stana landa Purbalingga. Meski sudah menanggalkan DSLR, tak berarti tak ada foto baru dari mampir yang tak disengaja kali ini.

• oleh : Anita Wiryo Rahardjo •

Siang yang sebenarnya terik, justru terasa teduh begitu memasuki kawasan hutan kota sekaligus Kerkop (kerkhof) yang berada di Bancar, Purbalingga Wetan ini. Seorang karyawan DPU tampak sedang bebersih. Wah, pantas saja sekarang lebih rapi. Ia menyambut kedatangan saya dengan ramah. Menanyakan identitas dan keperluan saya. Sembari menceritakan juga kehadiran kawan-kawan peserta Jelajah Mrapat beberapa hari sebelum saya datang. Duuuuuuh, menyesal sekali saya batal ikut.

"Sayangnya kuburannya ada yang pada ambles Mbak", katanya lagi. Karena tak sempat mencatat jumlah pada kedatangan sebelumnya, maka saya tak berani memastikan berapa makam yang ambles baru-baru ini.

Nisan

Tidaklah mengherankan jika retak tampak di sana-sini pada sebuah nisan lama. Untunglah kondisi bersih membuat beberapa tulisan lebih mudah dibaca dibandingkan sebelumnya.



Akhirnya, saya temukan juga angka 1 nya. Namun tak ada keterangan yang dapat dihimpun dari ini. Karena goresan nama tak bersisa di makam ini. Begitupun dengan beberapa lainnya. Meski kode numerisasi mencapai diatas 100. Namun tak sejumlah itu yang masih dapat kita temukan.

Sekedar flashback, mangga bisa mengecek postingan lawas saya yang berjudul Stana Landa, Kerkop-nya Purbalingga atau bisa juga mendapatkan yang lebih detail dari imexbo.nl/OVERIGE-Kerkhoven/Purbalingga-Kerkhoff. Bahkan melalui laman ini pun kita dapat menemukan informasi mengenai siapa Caroline van Haak, Claudine van Haak, Mevrouw C. Van den Berg dan sebagainya.

Braakman

Di barisan depan, seorang siswi prakerin yang mengekor saya siang itu tetiba berkata, "Mbak, ini kok pakai bahasa Indonesia". Saya mendekat. Tercatat demikian :

Marcellus Braakman
Lahir meninggal Djuli 1962
"Biarkanlah kanak-kanak itu datang kepadaKu"



Mendengar namanya saya jadi teringat soerang dokter Rumah Sakit Trenggiling yang namanya masih cukup banyak diingat orang-orang tua. Mereka menyebutnya dokter Brahman. Namun berdasarkan  semacam buku laporan dengan judul Gereformeerde Zending in Midden Java1931 - 1975 karya Dr. Chr. G. F. de Jong, disebutkan salah seorang dokter bernama Braakman pernah ditugaskan di Trenggiling pada 1959 - 1963. Namun apakah Marcellus Braakman ini memang putera sang dokter ?





' BRAAKMAN, G
.......
1952 arts in regeringsdienst te Poerbolinggo
1953 te Purwodadi
1959 overgeplaatst naar het Trenggiling ziekenhuis te Poerbolinggo
1963 te Magelang
1967 gerepatr

• Gerbang menuju kedamaian •



Entahlah. Namun ini tetiba terasa menarik. Katanya sih sejak dulu gapura ini sudah ada. Semacam pintu masuk menuju pemakaman.

Dalam benak saya lalu mencari-cari seberapa luasan pemakaman dan dimana jalan raya jika gapura berada disini. Eits.. sepertinya ini tanda saya belum ingin melewati gapura ini. Ngapain coba cari jalan raya untuk melewati gerbang menuju kedamaian ?

Kembali mengitari stana landa atau kerkhof, saya menemukan salah satu nama yang dulu tak terlihat. Wah, sepertinya kita harus banyak berterima kasih karena sekarang dengan kondisi bersih beberapa nisan menjadi terbaca. Seperti dibawah ini.




Mengenai siapa mereka, adakah yang dapat membantu ?

Komentar

  1. Saya punya tambahan keterangan ttg artikel trsbt makam Purbalingga (Langras - van den Berg.) Dan Dr. Braakman. Saya juga kirim friends request kewat Facebook dan saya mohon tidak ditolak. Saya juga berteman Mas Milo Milo Wicaksono. Terima kasih sebelumnya.

    BalasHapus
  2. Referensi: https://langgamlangitsore.blogspot.com/2015/11/batik-purbalingga-dimulai-dari-era.html

    Pertanyaan diatas: Mengenai siapa mereka, adakah yang dapat membantu ? (Makam C .van den Berg - Langras)

    Ibu Catharina van den Berg lahir Langras punya pabrik Batik Belanda di Purbalingga...Batik belanda: Silakan baca: https://id.wikipedia.org/wiki/Batik_Belanda

    BalasHapus
  3. Halo Pak Hans... saya baru buka blog lagi.. terimakasih kami sudah banyak sekali dapat bantuan data dari Bapak.. senang bisa berkenalan dengan Anda..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...