Langsung ke konten utama

FESTIVAL TRADISI SURA (2) : LARUNG GINTUNG


Prosesi tradisi Sura bukanlah ajang pesta pora layaknya pergantian tahun yang kita kenal selama ini. Sura bukan ditandai dengan kembang api, namun dengan rasa syukur yang dalam. Salah satunya adalah selamatan yang dilanjutkan dengan larung.

• oleh : Anita Wiryo Rahardjo •

Ruwat bumi menjadi terasa lebih sakral saat memasuki tahun yang baru. Dan bagi warga yang hidup di sekitar sungai ataupun laut, bersih desa biasanya akan dilanjutkan dengan sedekah air atau larungan.

• Festival Larung Gintung •

Desa Pagerandong, Kecamatan Kaligondang untuk kali pertama menggelar Festival Larung Gintung. Sebenarnya bukan hal baru bagi warga di seputar Makam Wangi dan Kali Gintung untuk melakukan larung pada setiap tahun baru. Namun baru tahun ini tradisi larung dibuka untuk umum.



Sebelum mencapai lokasi untuk larung, pengunjung dihadiahi jalanan berliku yang cukup membuat jantung berdebar lebih kencang. Jika memilih jalan lain, maka silakan bisa melalui desa Kaliori, kecamatan Karanganyar. Yang artinya harus menyeberangi sungai Gintung yang terkenal berarus deras. Namun semua perasaan dag dig dug perjalanan sirna seketika mencapai lokasi. Pemandangan seputar Makam Wangi ini begitu menawan.

Makam Wangi merupakan lahan seluas ± 3 hektar yang terdaftar sebagai Cagar Budaya. Ragam bambu dan tanaman kayu tumbuh subur di sebidang tanah lempung di tepian Sungai Gintung. Dipercaya Syeh Atas Angin pernah menjelma menjadi seorang perempuan cantik berambut panjang guna mengelabui Raden Munding Wangi saat beradu kesaktian. Kisah antara Atas Angin dan pangeran asal Pajajaran itu juga dikenal baik oleh warga Panusupan. Mangga, boleh disearch kembali kisahnya pada postingan lawas.



Folklore menyebutkan bahwa kejar-kejaran kedua tokoh ini juga sampai ke Pagerandong. Saat menjelma menjadi perempuan itulah, Syeh Atas Angin memotong rambut panjangnya dan menjatuhkannya di suatu tempat dan ternyata menimbulkan wangi. Hingga tempat ini disebut sebagai makam Wangi.

Versi lain mengatakan bahwa justru potongan rambut Munding Wangi lah yang ada di Makam Wangi. Apapun itu, bukan untuk diperdebatkan bukan ? Toh sama-sama kisah yang bermuatan sakral. Karena dari kesakralan Makam Wangi itulah, kondisi alam di sekitar Sungai Gintung akan turut terjaga.

Dalam Festival Larung Gintung, warga mensedekahkan kepala kambing. Dimana sehari sebelumnya digelar selamatan dengan menu daging kambing yang dibagikan merata bagi warga setempat. Paginya, kepala menda ini dilarung di Sungai Gintung dengan diiringi doa seluruh warga yang mengikuti prosesi ini.





Kepala kambing dilarung oleh Kepala Dinas Pendidikan & Kebudayaan Kabupaten Purbalingga.

Tahun pertama Festival Larung Gintung ini cukup menarik perhatian. Satu hal yang menjadi istimewa adalah pemilihan kosakata indah layaknya puisi yang terucap dari sang pranatacara, menjadikan banyak orang hanyut menyimak. Entertaining.

Tak hanya itu, pilihan menu nasi besek yang dimasak dengan kayu bakar pun makin menjadikan suasana berbalut kesederhanaan ini terasa sayang untuk ditinggalkan. Tetiba saya teringat, ngomong-ngomong wasita adi tahun ini apa ya ? (selesai)

Matur suwun kagem Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan & Kebudayaan Kabupaten Purbalingga atas kesempatan yang diberikan.

Komentar

Banyak Dicari

PUTRI AYU LIMBASARI, SYECH GANDIWASI DAN PATRAWISA

Selalu saja ada yang menarik ketika berkunjung ke Limbasari. Desa ini terletak sekira 15 km dari pusat kota Purbalingga. Terletak di Kecamatan Bobotsari, Limbasari menyimpan banyak kekayaan. Mulai dari potensi temuan peninggalan neolitikum, wisata alam Patrawisa sampai legenda Putri Ayu Limbasari. Nah, untuk melepas lelah sepertinya berwisata akhir pekan ke Patrawisa bisa menjadi pilihan. Terletak di lembah Gunung Tukung dan Gunung Pelana, menjadikan pesona kecantikan alam Patrawisa mampu memikat seseorang untuk datang lagi dan lagi.  Untuk menuju bendungan Patrawisa hanya dibutuhkan waktu sekira 30 menit berjalan kaki sejauh 1,7 km. Ya, Patrawisa adalah bendungan atau dam yang membendung pertempuran Sungai Tuntung Gunung dan Sungai Wlingi. Tidak hanya itu, air terjun mini serta sendang-sendang jernih semakin menyegarkan sesampainya di lokasi. Lalu siapakah Patrawisa sehingga namanya diabadikan untuk tempat indah ini? Patrawisa adalah nama salah seorang cantrik Syech Gandiwas...

NYUWUN AGUNGING PANGAKSAMI

Satu hal yang saya tunggu-tunggu dari Lebaran adalah “SUNGKEMAN”. Yes, selain plong karena (pada akhirnya) mampu juga mengungkapkan segala perasaan bersalah pada orangtua, rasa dag-dig-dug belibet salah ngomong pun pasti menghampiri. Di keluarga inti, usai melaksanakan Sholat Ied, maka sungkeman perlu dilaksanakan sebelum sarapan menu Lebaran & bersilaturahmi ke tetangga. Yang seru adalah kami harus menggunakan bahasa Jawa krama. Yeah. Jadilah sejak semalam sebelumnya kami kerap menghapal terlebih dahulu naskah sungkeman dari masa ke masa. Hahaha. Seperti ini : “Bapak / Ibu’/ Embah, kulo ngaturaken sembah sungkem, sedoyo lepat nyuwun agunging pangapunten”. Hihihi, meski sudah merupakan mantra menahun, namun bagi sebagian keluarga yang (mayoritas) tinggal di luar JaTeng hal ini sangatlah merepotkan. So, mereka akan sungkeman dengan berkata “$#^&**&*&^%^^%^$#....pangapunten”. Wuiih,.. apa ya afdol ? Hehe. Makanya, sangat tidak mengherankan jika setiap Lebaran selain sun...