Langsung ke konten utama

GARDU JAGA TLAHAB LOR, 1 lagi yang masih tersisa

Postingan ini sekaligus menjadi ralat tulisan saya sebelumnya. Untunglah ada komentar yang mengingatkan saya untuk kembali membuka file lawas.

• Oleh : Anita Wiryo Rahardjo •

Purbalingga kabarnya memiliki 6 gardu jaga. Gardu jaga di Siwarak, Karang Reja adalah yang paling terakhir saya kunjungi pada Oktober 2016. Namun saya lupa masih ada satu lagi yang tersisa. Yaitu gardu serupa di Tlahab.



(Ket : foto hasil skrinsut, monggo bisa di gugling saja, karena kebetulan saya memang tidak memiliki foto gardu ini secara pribadi.)


Seketika saya pun teringat 5 tahun silam saya bertemu Barwono yang waktu itu menjadi juru pelihara Gardu Jaga di Tlahab Lor dan Tugu peringatan A.W. Sumarmo Tlahab Kidul. Sekarang masihkah bertugas, Pak ?

Karena tujuan saya ke Tlahab saat itu berbeda, maka hanya selintas lalu Pak Barwono mengisahkan perihal keduanya. Soal tugu atau monumen A.W. Sumarmo yang dibangun guna mengenang jasa sang asisten wedana ini dalam mempertahankan wilayah Karang Reja dari serangan DI/TII hingga tetes darah terakhir hingga soal tugu yang saat itu tanpa papan nama. Semoga sekarang sudah ya.

Gardu jaga di Tlahab dan Siwarak sepintas memiliki bentuk sama. Atap lancip dan pintu melengkung. Ukuran apakah sama ? Setelah saya bongkar catatan hasil nyontek data di seksi Jarahmuskala (Sejarah, Museum dan Kepurbakalaan) Purbalingga waktu itu, ada beda ukuran diantara keduanya. 

Gardu di Tlahab Lor ini lebih lebar namun tak lebih tinggi dari gardu di Siwarak. Luasannya adalah 260 cm × 246 cm. Sedangkan tingginya 290 cm dengan lebar atap 285 cm. Namun jangan tanya saya apakah besi di langit-langitnya masih atau tidak. Saya belum pernah berhenti dan masuk di gardu Tlahab ini. Besi ini konon menjadi alat ukur timbangan hasil perkebunan pada era tanam paksa dahulu.

Gardu Tlahab berada di Jl. Andong Sinawi km 15,7 Tlahab Lor, Karang Reja. Sepertinya saya agak slambruh mengira nama jalan ini hanya ada di Bobotsari.

Satu yang saya ingat dari obrolan dengan Barwono beberapa tahun silam adalah bagaimana ia mengisahkan masih banyak orang yang tak mengerti bahwa gardu-gardu ini adalah saksi bisu era kolonial di tanah kita. Sehingga mereka kadang enak saja 'nongkrong nggal jelas' bahkan kadang cuek saja buang air kecil disitu.

Semoga saja sudah tidak demikian keluhan yang dihadapi juru pelihara gardu saat ini. Karena sama-sama tercatat sebagai bangunan yang layak dilindungi, saya rasa kondisinya pun sudah terlihat lebih rapi dan bersih seperti yang saya kunjungi di Siwarak. Semoga lain waktu saya diberi kesempatan menengok kesana. Bukan lagi sekedar lewat, namun mampir. Agar tak terlewat begitu saja dalam ingatan saya.



Matur suwun untuk yang sudah mengingatkan saya kembali akan tugu di Tlahab Lor ini.


Komentar

Banyak Dicari

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

TRADISI WISUHAN

Daur hidup manusia tak lepas dari rangkaian adat istiadat. Saat memasuki 40 hari, dilaksanakanlah tradisi Wisuh atau Wisuhan. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Pagi itu seorang pria pensiunan Polantas sibuk mencari anak-anak kecil. Minggu pagi memang tak mudah mencari para bocah di rumah. Mereka sedang asyik jalan-jalan bersama keluarga tentunya. Beruntung ada tiga bocah kelas 1 SD yang baru bangun keluar rumah dan kemudian dimintalah mereka bersiap memperebutkan uang. Ketiganya hanya mantuk-mantuk bingung. Mereka tak tahu bahwa mereka tengah dilibatkan dalam tradisi Wisuh. • Cukur rambut • Didalam rumah, seorang bayi mungil sedang dicukur bergantian oleh dukun bayi dan pihak keluarga. Dalam kebiasaan lain, saat seperti ini juga sambil dibacakan shalawat. Namun tidak hari itu. Pemandangan ini berbeda dengan yang pernah dilakoni saudara sepupu saya. Menjelang hari ke-40 (bisa dimulai dari hari ke-35 atau selapan dina), dukun bayi yang biasa mengurus ia dan puteri kecilnya secara khus...