Repost & Ralat : Anak-anak Muda ini Kerrrrreeeeennnn !!

Dari ujung telepon di negeri (begitu mereka menyebut wilayahnya) sana, seseorang ini berkata "Kesenangan itu bukan berarti nekat". Saya mengulum senyum membayangkan berapa prosentase kesenangan dan kenekatan untuk berbincang dengannya. (Oleh : Anita W.R)

Bukan kawan lama yang berucap. Namun dia (dan mereka) membawa udara segar ditengah pengapnya rutinitas. Mereka inilah sebagian kecil anak muda Purbalingga yang membuat saya iri. Terutama pada semangatnya. Tidak yang menggebu-gebu sih tapi kontinyu.

Sessi obrolan ngalor ngidul ini memang dilakukan atas nama pekerjaan. Beruntung keenam anak muda ini sudah sangat akrab dengan media. Hampir tidak ada kesulitan membuat insertion mengenai mereka selain durasi yang hanya diplot 5 menit. Program ini saya garap untuk salah satu media penyiaran publik lokal di Purbalingga.

Lalu, siapa sajakah mereka ? Dengan rekomendasi beberapa kawan pewarta daaaaan..... emmmm stalking di sosmed (eh, nggak murni stalking lho ya), jadilah insert tersebut menghadirkan nama : Kak Jumbo, Miko Banjoemas.com, Isro Indoslackline, Sigit Bumerang Indonesia dan Bening "Bebe" Septaria.

KOCAKNYA KAK JUMBO YANG SUKA MENDONGENG

Kak Jumbo. Weeeww, namanya kok mengingatkan saya pada sahabat tokoh kartun Rong Rong ya ? Hihihi. Tapi memang, tokoh ini sangat akrab dengan dunia cerita anak-anak.

Nama aslinya Jumanto. Saat remaja ia dikenal sangat pendiam dan pemalu. "Gampang grogi Mba", katanya dengan mimik jenaka. Perkenalan dengan dongeng, diawalinya dari tugas untuk menceritakan sejarah para Nabi untuk anak-anak didik di salah satu TPQ. Sadar akan ketidak-bisaannya bercerita saat itu, Kak Jumbo memutuskan belajar ke Jogjakarta pada salah seorang master dongeng Indonesia yaitu Kak Bimo. Itu dilakoninya pada sekitar tahun 2000.

Tak disangka awal mendongeng, ia "sukses" membuat salah seorang anak menangis. "Ternyata ada kata-kata saya yang menyinggung, jadi bukannya seneng dia malah nangis hebat", kenang anggota PPMI ini. Pengalaman ini menjadikannya berhati-hati memilih kosakata yang tepat untuk anak. "Selain itu, isi ceritanya juga harus disesuaikan. Contoh anak-anak usia PAUD-TK lebih senang pada jenis fabel", lanjutnya. Yang tak kalah penting adalah isi cerita. Dongeng haruslah bermuatan positif bagi tumbuh kembang jiwa anak. Jadi beberapa dongeng pun harus ia retouch untuk sampai pada anak dengan tepat. Bisa dengan mengganti judul atau sebagian cerita. "Misal Kancil Nyolong Timun, Mbak. Liciknya kancil yang mencuri memang sangat menarik bagi anak. Nah, biar mereka tidak mencontoh kancil ya judulnya kami ganti. Menjadi akibat kancil suka mencuri", tambah alumni SMA N 1 Purbalingga ini.

Aktivitas mendongeng dilakoninya usai menyelesaikan tugasnya sebagai pengajar BK di salah satu MTs di Purbalingga. Audiensnya beragam. Tidak mutlak anak-anak. "Siapa sih Mbak yang nggak suka didongengin ? Dari batita sampai yang sudah sepuh suka", kata pendongeng yang pernah diundang dalam salah satu acara Pemprov Jawa Barat ini.

"Satu panggung lho sama Pak Dedi Mizwar. Tapi beda waktu naiknya", kekehnya. Ya, berbincang dengannya selama satu jam membuat saya harus sanggup menahan gelak tawa. Bukan jaim ya, tapi agar suara saya tidak masuk dalam grafik software perekam. Karakter jenaka memang penting dalam mendongeng. Dongeng kan belajar dalam balutan ceri(t)a. Dan pembentukan gaya mendongengnya diperoleh tidak dalam sekejap. Ia butuh 5 tahun untuk memperoleh ciri khasnya. "Tapi belajar kreasinya ya terus sampai sekarang", ucapnya dengan suara mirip kakek-kakek.

Sampai hari ini pendongeng muda Purbalingga memang baru memunculkan nama Kak Jumbo. "Eh ada satu lagi lho. Perempuan namanya Kak Zulfa. Dan sebenarnya yang lagi belajar juga sudah banyak. Regenerasi memang tengah kami lakukan Mba", ujar Bapak muda berputra satu yang juga aktif dalam kepengurusan BADKO TPQ dan HIMPAUDI (Himpunan Pendidik Anak Usia Dini) Kabupaten Purbalingga ini.

Saat ini para pendidik tingkat usia dini juga dituntut bisa mendongeng, karena itulah Kak Jumbo pun berencana membuatkan VCD tutorial mendongeng. "Banyak yang ingin belajar Mba, namun waktu saya juga terbatas karena saya juga harus di sekolah ya. Jadi mungkin dengan gambaran di video itu nantinya bisa mempermudah mereka belajar sendiri dirumah", ujarnya. VCD itu direncanakan berisi materi dongeng untuk anak usia dini, usia SD dan dongeng khusus lomba.

Eh, tapi kenapa nama Kak Jumbo menjadi pilihannya ya ? "Dulu saya kurus Mbak, jadi temen-temen di organisasi kemudian hobby nraktir. Dan mereka kaget karena makan saya banyak. Jadi suka dibilang jumbo jumbo jumbo. Dan saya pikir bagus juga ya", celoteh pemuda berperawakan tinggi besar ini. Kini nama Jumbo dimaknainya sebagai jumbo dalam berkreasi. (Foto saya ambil dari Facebook Jumanto Jumbo)

MIKO BANJOEMAS DOT COM YANG DOYAN BLUSUKAN

Banjoemas.com bukanlah web yang asing terutama bagi pecinta sejarah lokal Banyumasan. Saya sendiri termasuk sering menjadikannya salah satu referensi dalam program feature untuk media tersebut diatas, bahkan sejak masih dikenal sebagai Banjoemas Heritage. Namun baru bertemu si empunya website setelah insertion ini diprogramkan.

Namanya Jatmiko Wicaksono. Kelahiran Purbalingga 36 tahun silam. Sebuah bocoran menyebut jika sosok ini cukup pendiam. Namun ketika sudah berbicara keberadaan bangunan peninggalan sejarah dia sanggup menjelaskannya panjang lebar. Ketertarikan pada bangunan tua sudah lama tertanam sejak ia tinggal di Jogjakarta. Selain sang Bapak berasal dari sana, Miko begitu ia biasa dipanggil, juga menamatkan pendidikan S1 nya di ISI Jogjakarta jurusan Diskomvis.

Dan hobby-nya memotret bangunan tua ini berlanjut ketika ia pindah ke Purwokerto untuk mulai berkarier. "Mirisnya nggak lama berjarak dari saya foto, bangunan itu ada yang dirobohin. Ini kok nggak kayak di Jogja ya ? Begitu mudahnya bangunan tua hilang", ujarnya. Dari situ ia terpikir mencari informasi setiap bangunan tua yang ditemuinya. Awalnya hanya di Kota Purwokerto saja. Namun sejak ia mendapat informasi tentang "Babad Wirasaba", freelancer designer grafis ini mulai melebarkan sayap ke wilayah Cilacap, Banjarnegara dan kota asalnya Purbalingga.

Data yang dihimpunnya lalu dituangkan melalui blog pribadi. "Itu sekitar tahun 2010. Dan dari usul mereka yang sering nimbrung di blog itulah kemudian terbentuk Banyumas History Heritage Community (BHHC). Kalau kita bicara sejarah kan timeline ya. Nah kalau heritage ya ini (bangunan tua) bukti-buktinya", katanya.

Awal blogging, ia mendapat kritikan dari seorang pakar bangunan bersejarah. "Saya dikritik Proffesor Doktor Krisprantono. Pas di tulisan pabrik gula. Kebetulan Beliau ahlinya soal pabrik gula. Dan itu membuat saya berpikir untuk berhati-hati dalam menulis sejarah", tegasnya. Menuliskan informasi terkait sejarah memang butuh penelusuran lebih. Internet, buku, arsip resmi, narasumber adalah kawan baiknya dalam mencari data. "Beberapa data saya dapat juga dari teman-teman yang tinggal di Belanda. Atau mahasiswa sejarah yang sering bertukar pikiran pun tidak jarang kemudian memberikan copy arsip pentingnya itu sebagai ucapan terimakasih", ujar pengajar di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Jogjakarta ini.

Pencarian data yang rumit membuatnya harus bersabar dalam urusan memposting. Namun semua justru menjadi satu yang ditunggu-tunggu para pembaca www.banjoemas.com. "Dengan bermacam pertimbangan, ditambah keinginan menerapkan ilmu (web design) saat kuliah dulu, saya pun membuatnya pada 2012", ucapnya. Pemilihan nama Banjoemas didasarkan pada ejaan yang digunakan pada era terdahulu untuk menyebutkan wilayah yang kini dikenal sebagai Banyumas Raya. Lebih dari itu, keempat Kabupaten inipun berada dalam corak tradisi, budaya & bahasa yang sama. "Nulis sejarah kan nggak kayak nulis pengalaman pribadi ya. Jadi kadang untuk menjadi satu tulisan utuh, saya butuh data yang dicari sampai bertahun-tahun", ujarnya yang gemar blusukan.

Ya, bertemu banyak orang membuat banyak pengalaman dirasakannya. Namun satu yang sangat sering dialaminya saat mencari data adalah saat keluarga yang tersisa dari pemilik bangunan terduga Cagar Budaya itu berkata "Anda terlambat, orang yang tahu tentang gedung ini sudah meninggal belum lama". Hal demikian tidak menjadikannya berhenti. Pantang menyerah memang harus menjadi kekuatan saat menyusun sebuah materi. Dudududu, saya sempat pura-pura tidak mendengar kalimatnya ketika poin tersebut sampai di telinga. Mengingat sistem kejar deadline yang saya anut. Malu ini jadinya.

Hal yang dirasanya nyesek adalah saat mendengar sebuah bangunan yang berhasil ia korek datanya ternyata diratakan dengan tanah, "Sekarang contohnya Kho Lie tu lho Mba", ujarnya sembari mengisahkan tentang bangunan di Sokaraja tersebut. Tidak hanya itu, ia pun sebenarnya geram saat ada pihak yang mengambil data untuk dipublish kembali dari website atau blog lawasnya tanpa mau menyertakan sumbernya. "Beberapa peta itu hasil karya saya. Dan ada yang terpasang ditempat umum tanpa ijin", ujarnya. Sebagian foto pun merupakan koleksi eksklusif yang bukan dengan tangan hampa diraihnya. So, memang tidak bijak ya sebagai pemain di ranah maya ini kita main copas tanpa sumber. (Mode : mengingatkan diri sendiri).

Bagi pengoleksi bunga anggrek ini semua dilakoni agar sejarah lokal tidak sampai hilang. "Dengan sejarah lokal saya mendukung sejarah nasional juga. Dan inilah sumbangsih saya, konten sejarah gratis untuk masyarakat yang membutuhkannya", terangnya. Ditengah 75% followernya yang anak muda, ia pun merasa jika semua upayanya tepat sasaran. "Tidak perlu bermimpi melakukan sesuatu yang besar dan jauh. Dengan kita masih menjalankan nilai-nilai semacam tepo sliro, gotong royong, itupun sudah lebih nyata", ujarnya. Begitupun untuk pelestarian heritage. Kita peduli dan mau tahu pada sejarah lokal yang ditemui sudah menjadi tahapan awal dari pelestarian. Ini penting karena pelestarian heritage disini masih menjadi perhatian segelintir orang saja. "Makanya saya takjub banget Mbak, waktu masyarakat berinisiatif tetap melindungi Tugu Lancip (Bobotsari) secara bergotong royong", ucapnya berbinar. (Foto diambil dari Banjoemas.com dan Google Plus)

Setelah website, apa rencana berikutnya ? "Insya Allah pengennya bikin buku", harapnya.


SIGIT, MALAH DI BON AUSTRALIA

Beberapa hari berselang saya bertemu Sigit Pamungkas. Sore itu ia datang usai rutinitas kantornya usai. Entah sosoknga memang pendiam atau baru pertama bertemu membuat suasana sedikit kagok. Namun semua berubah cair ketika ia menunjukkan koleksi bumerangnya. Eeeiitts tak usah takut, bumerang yang ia punya terbuat dari bahan plastik jenis poly prophenol. "Dulunya memang bumerang dipakai sebagai senjata. Ini sudah berlangsung ribuan tahun di Mesir sebelum kita kenal menjadi senjata khas suku Aborigin. Tapi kalau sekarang sih jadi cabang olahraga yang awalnya dimainkan orang-orang di luar negeri sana", katanya.

Di Indonesia olahraga ini baru dikenal luas tahun 2011. Namun Sigit sudah punya ketertarikan pada bumerang sejak kecil, "Suka sejak masih nonton Micky Mouse. Penasaran. Apa iya bumerang bisa balik". Ya memang hanya sebatas itu pada mulanya. Saat remaja ia mulai terlupa pada bumerang dan mulai berminat pada olahraga sepakbola. Sayang keberuntungan tidak menaunginya. Anak muda kelahiran 86 ini merasa mimpinya menjadi atlet sepakbola kandas begitu saja.

Usai menamatkan kuliahnya di FISIP Unsoed, ia tak lagi ambil pusing dengan sepakbola. Ia memilih bekerja di kantor swasta. Saat pindah tugas di Makassar keinginan lama mengetahui soal bumerang yang bisa kembali terus menggebu. "Saya liat di YouTube ternyata bener bisa balik. Akhirnya saya coba pesen online sama orang Semarang. Nyobanya di Menado... Pertama main....... NGGAK BISA", katanya dengan sedikit senyum. Keinginbisaannya membuat ia menggeluti bumerang hingga turut bersama-sama membentuk Asosiasi Bumerang Indonesia (ABI).

Ketertarikannya pada bumerang membawanya ikut serta pada turnamen nasional pertama. Meski tidak juara ia mengantongi gelar Best Beginner. Dan pada tahun-tahun setelahnya anak muda berpostur atletis ini mulai meraih Best Performer pada 2013 dan 2014. "Itu mungkin jadi awal yang bersejarah dalam kehidupan saya. Karena kemudian saya direkomendasikan oleh Mr. Roger Perry juara dunia, untuk ikut turnamen internasional di Australia. Saya diminta ikut team Australia, bukan Indonesia", katanya. Sayang, keberangkatannya terkendala visa. Padahal persiapan sudah matang. Beruntung tidak berjodohnya Sigit dengan team Australia mendapat ganti yang tepat. Untuk pertama kalinya Indonesia akan ikut dalam turnamen dua tahunan tersebut. "2016 nanti direkomen lagi ke Jerman. Harapannya sih ada yang mau jadi sponsor ya, karena ini langkah baru untuk Indonesia dalam cabor Bumerang", harapnya. (Foto diambil dari Facebook Sigit Gaara Pamungkas dan bumerangindonesia.blogspot.com)

Tak hanya mengasah kemampuan melempar bumerang, Sigit juga terus belajar mendesign dan memproduksi bumerang. “Kalau design sih masih belajar ya. Berawal dari saat masih di Bandung. Iseng-iseng bikin, daripada beli terus. Beli mahal lho, dulu saya beli satunya seratus ribu. Pertama bikin ya tidak rapi karena susah dan harus sesuai dengan ilmu aerodimaika”, ujarnya sembari menunjukkan beberapa koleksi bumerang yang dibawanya. Produk hand made itu ia edarkan di seluruh Indonesia bahkan Australia dengan brand GJ-Rangs. “Saya jual juga lewat blog pribadi. Kalau saya jual di Indonesia paling mahal Rp. 100.000,-. Tapi kalau sudah di Australia bisa jadi Rp. 300.000,-“ ungkapnya. Baginya bumerang adalah kombinasi sport, adrenalin & art. Keunikan ragam bentuk dan kreasi bumerang bisa menjadi sebuah lukisan. Tak jarang, bumerang ini memiliki banyak bentuk. Ada yang bersayap 3, 4, 5 atau standar seperti huruf V. “Mau bentuk apapun selama ada sudit dan air foil benar pasti bumerang bisa kembali”, ujarnya sembari menerangkan sudut-sudut khusus dalam design bumerang.

Ditengah padatnya aktivitas sebagai karyawan swasta, Sigit bersama Asosiasi Bumerang Indonesia kini tengah memperjuangkan agar cabor ini segera diresmikan KONI. “Selama ini kami sudah sering diundnag acaranya KONI, namun untuk menjadi cabor resmi di Indonesia dibawah KONI masih terus kami perjuangkan”, katanya.

Lalu bagaimana perkembangannya di daerah ? Sejak pindah ke Purwokerto, Sigit memang membentuk Bumerang Sport Purwokerto hasil dari iseng-isengnya bermain di Alun-alun kota tersebut. “Kalau di Purbalingga sendiri belum bisa yah. Memang sudah mencoba main-main di Alun-alun, sepertinya banyak yang penasaran, tapi karena di Alun-alun kita terlalu banyak tiang jadi susah”, ungkapnya.

Meski sulit mengembangkan di kota kelahirannya, namun ia masih akan terus mengenalkan bumerang. Seperti ia mengenal olahraga baru itu dalam hidupnya. “Saya pernah mencintai sepak bola. Tapi sudahlah, toh kemudian saya mengenal bumerang dan berani mencobanya. Selain itu kerja keras, tidak pantang menyerah dan dukungan orang-orang terdekat akan turut membantu kesuksesan kita”, pungkasnya sembari menyerahkan satu buah bumerang buatannya petang itu.


ISRO , MANUSIA PE-NITI TALI
Tidak mudah bertemu anak muda asli Purbalingga ini. Apalagi semenjak September, ia tengah ditugaskan di Maluku. Tak hanya melakoni profesinya sebagai Analyst salah satu raksasa media di Indonesia, Isro pun tak mau melewatkan menjajal meniti tali di keelokan alam wilayah timur negeri kita.

Ya, meniti tali (yang terkadang) dibentangkan antar tebing adalah hobbynya. Inilah yang disebut dengan Slackline. Olahraga ekstrim yang menggunakan fasilitas tali tipis dengan diameter 2,5 hingga 5 cm. Awalnya slackline berkembang di Amerika pada sekitar 1986 dan dilakukan para pemanjat tebing. “Dalam panjat tebing kan ada tuh bergelantungan pada tali saat menyebrang tebing, cuma karena dirasa kurang menantang mereka mencoba jalan diatas talinya itu. Dan ini terus berkembang sampai 2008 terbentuklah Asosiasi Internasional dan kejuaraan dunia pertama kali diadakan pada 2010”, terangnya. Slackline ini menitikberatkan pada keseimbangan, ketenangan dan fokus atau konsetrasi yang tinggi. Ada 3 cabang utama disini. Yaitu trick line aktivitasnya semacam akrobat diatas tali yang lebih lentur sehingga bisa salto dan lainnya. “Tapi tetap berbeda dengan sirkus ya”, ujarnya. Kemudian ada pula High line yang berupa meniti tali diatas ketinggian, entah gedung atau diantara tebing. Dan yang terakhir adalah Long line yang artinya menggunakan tali yang lebih panjang. “Jadi otomatis jarak makin jauh dan goyangan diatas tali pasti makin kenceng”

Perkenalannya dengan aktivitas pemacu adrenalin dimulai dari gathering pemanjat tebing di Sukabumi 3 tahunan silam. "Disana saya bertemu Goz (Goz World, pemanjat tebing asal Inggris) yang baru saja melawat ke Jerman. Nah, disana ternyata Goz menyaksikan pameran outdoor sport dimana salah satunya adalah slackline. Sampai di Indonesia, Goz pun mengenalkannya pada kami", ujar pemuda kelahiran Maret 1988.

Rasa penasaran dan ketelatenannya mencoba membuatnya bersama Goz dan salah seorang kawannya, Bagus Anugerah menggagas Indo-Slackline yang juga mereka wujudkan dalam website pada Mei 2012 "Beruntung kerjaan kami bertiga memungkinkan kami jalan-jalan ke luar kota sembari mengenalkan slackline", ujarnya seraya menambahkan jika perkembangan slackline cukup pesat di enam kota. Purbalingga-kah salah satunya ? Seraya tertawa, ia melanjutkan "Purbalingga belum Mbak. Padahal banyak banget lho tempat-tempat bagus di Purbalingga”.

Waaah, setuju tuh. Kalau pas tanpa sengaja ndrasak saja banyak objek alam yang masih natural. Tentulah yang begini menjadi incaran para pegiat olahraga alam. Tapi kok tetiba saya ngewwwrri ya membayangkan saya yang meniti tali diantara tebing dengan kedung dibawah sana. Nek buyutenku kambuh gemana ? Alamat umak-umik terus dong.

"Pasti pakai pengaman kok Mbak. Karena slackline ini termasuk olahraga maka safety sangat diperhatikan. Kesenangan kan tidak selalu nekat". Kalimat yang diucapkannya ini cukup melegakan hati saya yang sering lupa bawa nyali. "Bahkan lewat slackline lah saya jadi belajar mengontrol ketakutan saya pada banyak hal. Sampai pada yang filosofis. Bisa dibilang lewat slackline saya jadi paham kelemahan saya dan bagaimana cara mengatasinya", ungkap lulusan ilmu komunikasi FISIP Unsoed ini.

Semangat itulah yang ingin ia tularkan. Hingga tak jarang saat menyusuri tiap inci negeri ini tak lupa ia sempatkan ber-slackline ria. Banyak spot yang sudah dicobanya. Seperti di Nusa Tenggara Barat atau bahkan Maluku yang ia tinggali sementara ini. "Paling favorit sih di Jogja. Tapi sebenarnya Purbalingga juga banyak yang bagus kok. Saya saja pernah bikin 3 spot seperti di Curug Karang dan Lawe. Sayangnya, masyarakat (kota) kita masih kurang terbuka Mbak dengan hal-hal yang dianggap tidak umum", katanya.

Meski belum mendapat respon, alumni SMP N 2 Purbalingga & SMA N 1 Purbalingga ini tak diam saja saat pulang kampung. Ia mengajarkan beragam trik slackline pada adik-adiknya di kelompok pecinta alam GASDAPALA.

Lewat slackline Isro memang mendapat banyak pengalaman, yang tentu saja bukan hanya sekedar adventure di surga alam Nusantara. "Indonesia tuh unik. Selain itu punya keindahan dan kekayaan alam yang luuuaaar biasa. Yang sayangnya belum bisa dimaksimalkan justru oleh si empunya negeri. Sehingga kemudian potensi kita malah dikelola pihak asing", ucapnya miris. "Itu jugalah yang membuat saya lebih prefer mengembangkan slackline di luar kota yang sudah lebih terbuka", lanjutnya. Dan lewat slackline ia hanya ingin lebih mengenali potensi (kekayaan wisata alam) negeri ini. Kalau tak kenal mana mungkin terpikir menjaga dan mengelolanya dengan kesadaran. (Foto diambil dari FB Isro Adi)


SI PEMILIK SUARA YANG SEPERTI NAMANYA, BENING

Beberapa bulan lalu, saya dikagetkan dengan materi pengiriman sampler (khusus radio) dari sebuah major label. Isinya sebuah lagu mellow dalam balutan aransemen bergaya orkestra dengan judul "Cinta Yang Terabaikan". Yang bikin saya bengong adalah sang penyanyinya. Bening Septaria. Yang bukan lagi saya lihat sebagai ABG seperti saat memenangkan Ardi Lawet Idols 2007 silam.

Bening, dara cantik asal Mangunegara, Mrebet ini memang sudah akrab dengan dunia tarik suara sejak kecil. "Saya belajar nyanyi dari umur 4 tahun. Yang ngajarin Bapak dan almarhum Mbah Kakung yang kebetulan seorang seniman", ujarnya dengan suara parau disela-sela jadwal yang cukup padat di Jakarta.

Kepiawaiannya dalam bernyanyi, membuat Bening aktif di banyak kompetisi solo ataupun band sejak masih berstatus pelajar di SMP N 1 Purbalingga & SMA N 1 Purbalingga. Bahkan iapun sukses menyingkirkan seratusan pesaingnya yang notabene didominasi lebih dewasa di Ardi Lawet Idols seri ke-5. "Saat itu saya masih kelas 2 SMP. Dan itu menjadi batu loncatan saya untuk terus mengikuti kompetisi", kata solois sekaligus personel duo Be-2 ini.

Di tahun 2013, saat masih berstatus mahasiswa di UNJ, ia mengikuti Bintang Radio mewakili Kota Bogor. "Diajakin temen, tapi dia kasih syarat untuk saya ikut di Bogor. Karena dia mau daftar lewat Jakarta. Hehe", kenangnya. Di Bogor, Bening menjadi juara pertama dan berhak melaju ke seri final di Jayapura. Sukses, ia mengantongi predikat Bintang Radio 2013, dan berhak melaju mewakili Indonesia di kancah Bintang Radio ASEAN pada 2014. "Rasanya bangga banget. Karena tidak semua orang dikasih kesempatan mewakili Indonesia. Dan ini semua tidak akan terjadi tanpa kehendak Allah SWT", katanya bijak.

Atas torehan prestasinya itu, Bening berhak masuk studio rekaman. Dibawah naungan Nagaswara, Bening pun mulai menapaki tangga industri musik Indonesia. "Tidak mudah melakoninya. Perlu kemampuan, kerja keras dan doa untuk bisa mencapai apa yang kita inginkan", ujarnya. Ya, tugasnya sebagai penyanyi memang tak semestinya berhenti di satu single saja. Gadis yang baru saja menamatkan S1-nya ini berkeinginan bisa mewujudkan cita-citanya sebagai penyanyi dan pengusaha. "Semoga bisa berjalan beriringan", harapnya, "karena kalau secara passion, menjadikan bernyanyi sebagai profesi bukanlah suatu masalah buat saya. Tapi saya juga masih pengen mewujudkan cita-cita saya sebagai pengusaha"

Bagi Bening bakat menyanyinya adalah anugerah Sang Pencipta yang ia lakoni dengan ulet. "Apapun itu, selama positif, tentunya baik. Dan sebagai generasi muda kitapun jangan sampai terlupa bahwa maju-mundur-hancurnya bangsa ini ada ditangan Pemuda. Waktunya pemuda bangkit melalui karya, kepedulian terhadap sesama atau hal baik lainnya demi Indonesia", pungkasnya. (Foto diambil dari nagaswara.co.id)

Kini, Bening tengah disibukkan dengan persiapan single keduanya yang agar segera rilis dalam waktu dekat. Semoga kembali bisa bergaung di seantero Indonesia ya.

Tidak terasa tunai sudah tugas saya untuk berbincang dengan mereka. Lega, karena pekerjaan saya selesai. SATU pekerjaan selesai. Tapi poin obrolan dengan mereka, menambah deretan panjang hal yang ingin saya lalukan. Semoga, saya pun bisa mencontoh semangat mereka yang tak mudah padam.

Komentar