Langsung ke konten utama

KOLAK yang kalah saing



Kolak. Takjil ini wajib hadir pada setiap Romadlon. Bahkan generasi anak kost yang tengah pulang kampung pun berhasil memperkenalkan kolak versi praktis. Tak perlu ngantri dilayani satu per satu oleh penjualnya, kolak dalam gelas plastik pun bisa diorder. Semua bentuk modernisasi bisa diterima. Yang penting tetap KOLAK.

Nikmatnya mentakjil kolak sayang kini hanya tinggal cerita lalu. Sampai jelang Lebaran, saya hanya 3 kali menikmatinya. Kaum Ibu tak lagi berhasrat mengolahnya. Penjual apa lagi. Tren takjil telah bergeser pada es krim, sop buah, chocolate hangat, pizza dan sebagainya. Meski bukan penggemar kolak, tren-nya yang terus menurun malah memancing saya berburu kolak dalam hari-hari terakhir puasa ini. Bukan hanya karena rasanya yang tak senikmat ini diluar Romadlon, tapi juga maknanya ituuuuu lho yang bikin nggak bisa tidur.

Kolak disebut-sebut bermula dari proses pendekatan para Wali untu menyebarkan Islam. Kolak ini diambil dari kata “Khalik” yang berarti pencipta dari dunia dan seisinya, yaitu Allah SWT. Tak berhenti sampai disitu saja, isian kolak pun tak luput dari makna filosofi yang dalam. Pisang kepok yang lama-lama menjadi “kapok” dikuping bermakna agar kita senantiasa kapok atau bertaubat dari segala kesalahan yang telah diperbuat. Belum lagi rasa khas teloo pendem pun tak hanya sekedar pelengkap. Kitapun seyogyanya bisa memendam kesalahan yang telah diperbuat agar tak kembali terulang. Jadi, mengapa kita harus berpaling dari kolak ? Kalau hanya untuk diganti kudapan yang hanya sekedar tren tanpa makna. Masih ada waktu kok untuk berburu kolak.

Komentar

Banyak Dicari

PUTRI AYU LIMBASARI, SYECH GANDIWASI DAN PATRAWISA

Selalu saja ada yang menarik ketika berkunjung ke Limbasari. Desa ini terletak sekira 15 km dari pusat kota Purbalingga. Terletak di Kecamatan Bobotsari, Limbasari menyimpan banyak kekayaan. Mulai dari potensi temuan peninggalan neolitikum, wisata alam Patrawisa sampai legenda Putri Ayu Limbasari. Nah, untuk melepas lelah sepertinya berwisata akhir pekan ke Patrawisa bisa menjadi pilihan. Terletak di lembah Gunung Tukung dan Gunung Pelana, menjadikan pesona kecantikan alam Patrawisa mampu memikat seseorang untuk datang lagi dan lagi.  Untuk menuju bendungan Patrawisa hanya dibutuhkan waktu sekira 30 menit berjalan kaki sejauh 1,7 km. Ya, Patrawisa adalah bendungan atau dam yang membendung pertempuran Sungai Tuntung Gunung dan Sungai Wlingi. Tidak hanya itu, air terjun mini serta sendang-sendang jernih semakin menyegarkan sesampainya di lokasi. Lalu siapakah Patrawisa sehingga namanya diabadikan untuk tempat indah ini? Patrawisa adalah nama salah seorang cantrik Syech Gandiwas...

NYUWUN AGUNGING PANGAKSAMI

Satu hal yang saya tunggu-tunggu dari Lebaran adalah “SUNGKEMAN”. Yes, selain plong karena (pada akhirnya) mampu juga mengungkapkan segala perasaan bersalah pada orangtua, rasa dag-dig-dug belibet salah ngomong pun pasti menghampiri. Di keluarga inti, usai melaksanakan Sholat Ied, maka sungkeman perlu dilaksanakan sebelum sarapan menu Lebaran & bersilaturahmi ke tetangga. Yang seru adalah kami harus menggunakan bahasa Jawa krama. Yeah. Jadilah sejak semalam sebelumnya kami kerap menghapal terlebih dahulu naskah sungkeman dari masa ke masa. Hahaha. Seperti ini : “Bapak / Ibu’/ Embah, kulo ngaturaken sembah sungkem, sedoyo lepat nyuwun agunging pangapunten”. Hihihi, meski sudah merupakan mantra menahun, namun bagi sebagian keluarga yang (mayoritas) tinggal di luar JaTeng hal ini sangatlah merepotkan. So, mereka akan sungkeman dengan berkata “$#^&**&*&^%^^%^$#....pangapunten”. Wuiih,.. apa ya afdol ? Hehe. Makanya, sangat tidak mengherankan jika setiap Lebaran selain sun...