YUUK,.. KE MUSEUM USMAN JANATIN



Let's sing along : "Museumku, dihatiku, aku berguru kepadamu,..". Ehem,.. nggak bisa ikutan nyanyi ini yah ? Nggak salah juga sih. Kalau saya tidak bekerja di sebuah media yang mendapat sample jingle "Ayo Ke Museum" juga nggak akan ngerti kok. Apalagi tempat sejenis ini memang terbilang bukan tujuan wisata favorit.

Bicara soal Museum, Purbalingga juga punya beberapa museum yang (semestinya) kita kunjungi. Museum Daerah Prof. Dr. Soegarda Poerbakawatja, Museum Wayang & Artefak, Museum Uang atau yang paling baru diresmikan Museum Usman Janatin.

USMAN JANATIN

Nama Usman Janatin di tanah kelahirannya, Purbalingga, memang tidak segaung Jendral Soedirman. Namanya mulai dibicarakan masyarakat Purbalingga sejak diabadikan pada sebuah taman kota yang berlokasi di eks Pasar Lawas. Namun lagi-lagi orang hanya mengenalnya sebatas nama. Padahal Usman Janatin merupakan sosok Pahlawan Nasional asli Purbalingga yang telah menorehkan namanya pada masa setelah kemerdekaan berhasil direbut. Usman Janatin adalah sosok yang sangat kuat berkaitan dengan konfrontasi Indonesia & Malaysia pada era 60’an. Namanya pun kerap dikaitkan dengan rekan seperjuangannya yaitu Harun. Bahkan kini nama keduanya disatukan dalam sebuah armada kelautan, Kapal Republik Indonesia atau KRI Usman Harun.


Akhir tahun lalu saya sempat mengunjungi kediaman keluarga Usman Janatin di Dusun Tawangsari RT 11 RW 5 Desa Jatisaba. Sebuah gapura bertuliskan namanya, membuat saya yakin bahwa saya tidak nyasar. Benar saja, dalam kompleks ini saya bisa bertemu dua kakak kandung Usman Janatin. Tak hanya itu, disini pun terdapat TK, MI, Masjid dan Museum yang mengabadikan namanya. Dan salah seorang Mbakyu Usman Janatin yaitu Rodiah membagikan kisah dan kenangan tentangnya. “Janatin itu anak ke-9 dari 11 bersaudara. Dari kecil dia itu anak yang paling lucu, paling ganteng, pinter, supel, banyak temen juga”, kisah Rodiah yang menyambatkan dirinya dengan panggilan Mbah.

Sersan Dua KKO Anumerta Usman Janatin bin Haji Ali Hasan terlahir dengan nama Janatin di dukuh Tawangsari Desa Jatisaba pada 18 maret 1943. “Dulu SD-nya di Jatisaba saja. Kemudian SMP masuk ke BM (SMP St. Barromeus Purbalingga). Eh, baru kelas 3 SMP mau ngancik ujian ada pendaftaran KKO dan dia ndaftar. Ndilalah lulus dan langsung pendidikan di Malang”, katanya.   

Dari berbagai sumber sejarah, banyak informasi menyebutkan bahwa Janatin mengikuti pendidikan di Malang pada 1962 yang dilaksanakan Korps Komando Angkatan Laut atau KKO Angkatan Laut. Pendidikan ini dilaksanakan guna pengisian personel yang dibutuhkan untuk menghadapi Trikora. Karena itulah KKO Angkatan laut membuka Sekolah Calon Tamtama (Secatamko) angkatan ke 10. Mulai dari pendidikan dasar militer, pendidikan amphibi dan sebagainya diikuti Janatin sampai selesai, hingga dia berhak menggunakan baret ungu. Pada April 1964 di Cisarua Bogor, Janatin mengikuti pendidikan tambahan untuk inteljen. Pelatihan tambahan ini diharapkan menjadi bekal tersendiri untuknya bergerak didaerah lawan guna mengemban tugasnya nanti. “Setelah pelantikan, dia ikut ditugaskan merebut Irian Barat”, tambah Rodiah. 

Banyak peristiwa besar dalam sejarah perjalanan bangsa indonesia pada era 60’an tersebut. Sebut saja Trikora yang dikenal dengan pembebasan Irian barat. Serta Dwikora yang dikeluarkan pPesiden Soekarno sebagai pernyataan sikap Indonesia yang menentang pembentukan Federasi Malaysia sebagai negara boneka Inggris. Dan Janatin pun turut serta dalam dua peristiwa besar ini. “Terus ada kabar ini khan Konfrontasi Malaysia, dan dia ditugaskan disana. Ya dari kesatuannya”, kata perempuan yang sudah berkali-kali menjadi juru bicara keluarga ketika wawancara media berlangsung. Usai menunaikan tugas-tugas operasi mengembalikan wilayah Irian Barat ke kekuasan Republik Indonesia, timbul masalah baru yang harus dihadapi oleh seluruh Bangsa Indonesia, karena itulah dikomandokannya Dwikora oleh Presiden Soekarno. Janatin sendiri termasuk yang dikerahkan dalam tugas tersebut. Dalam operasi ini janatin beroperasi di wilayah pulau Sambu. Disana dia bertemu dengan Harun yang memiliki nama aslli Tohir serta Gani bin Arup. Ketiganya kemudian menjadi sahabat akrab dalam pergaulan. Bahkan ketiganya pun sama-sama mengemban tugas berat di Singapura.

Janatin yang lebih berpengalaman di bidang militer dan berusia lebih tua dari Harun ditugaskan sebagai komandan team. Namun, dia kurang menguasai pemahaman wilayah Singapura. Sementara itu tohir hapal betul kondisi dan tempat - tempat di Singapura karena ia pernah tinggal disana. Tetapi saat itu kondisinya tidak semudah yang dibayangkan. Penjagaan yang dilakukan daerah musuh benar-benar ketat dan sulit ditembus. Dan satu-satunya jalan adalah dengan menyamar sebagai pedagang yang berpura-pura akan memasukkan barang dagangan ke Malaysia & Singapura. Janatin mengganti namanya dengan Usman dan menggabungkan dengan nama orangntuanya sehingga menjadi Usman bin Haji Muhammad Ali. “Janatin kan artinya Surga ya Mba, semoga ini seimbang dengan namanya”, kata Rodiah dengan suara yang mulai terserak. Nah saat bolak-balik mencari data dan informasi penting inilah, nama Usman & Harun digunakan. Jadilah, Janatin & Tohir lebih dikenal dengan sebutan Usman & Harun sebagai sebutan untuk dua Pahlawan Nasional ini.

Usman Janatin memang sejak kecil memiliki ketertarikan tersendiri pada dunia kemiliteran. Inspirasinya adalah 4 orang kakaknya yang juga militer. "Salah satu kakaknya ini Letnan Kusni. Namanya bahkan dijadikan nama jalan yang mau kesini lho Mba. Kalau Letnan Kusni ini gugurnya saat gerilya jaman Belanda”, kata Rodiah. Kecintaannya pada Negara, membuat Janatin tak mengenal rasa takut. Bersama kedua sahabatnya Tohir alias Harun serta Gani bin Arup, mereka menjalankan misi yang sangat berat. “Mereka ditugaskan kesana. Sempat keluar masuk Singapura. Selamat. Dan selang keberapa kalinya dia kena halangan begitu. Terakhir dia,…….ya begitulah“, kenang Rodiah.

Pada 8 dan 10 Maret 1965, mereka berhasil melaksanakan tugas yang oleh pihak Singapura disebut sebagai sabotase. Namun bagi kita rakyat Indonesia hal itu tidaklah tepat jika disebut demikian. Dan atas hancurnya gedung Mc Donal House di Singapura, Usman & Harun yang tertangkap pun mau tidak mau harus masuk penjara Changi dan menunggu vonis hukuman mereka. “Tadinya kan mereka mau pulang ke Indonesia. Demi keamanan mereka berpisah sama temennya itu. Satu orang selamat sedang yang dua kena halangan begitu”, lanjut Rodiah. Dalam kasus ini Pemerintah Indonesia tidak lepas tangan. Bermacam upaya terus dilakukan untuk menyelamatkan dua pahlawan bangsa ini. Namun upaya permohonan grasi atas keduanya ditolak. Bahkan Presiden Soeharto pun pada 15 Oktober 1968 mengirimkan utusan pribadi yaitu Brigjen TNI Tjokropranolo ke Singapura. “Waktu itu Pak Cokro meminta agar mereka dipertemukan dengan kedua orangtuanya tapi tetap tidak dikabulkan”, kata Rodiah. Pertemuan antar mereka ini menghadirkan suasana penuh haru. “Yang Mbah dengar si Pak Cokro meminta diperbolehkan bertemu dengan USman & Harun. Dikabulkan tapi nggak bis abertatap muka. Cuma kayak bayang-bayangnya saja. Saat itu Pak Cokro menceritakan semua upaya Pemerintah Indonesia untuk membebaskan mereka. Dan Usman menjawab ‘Terimakasih atas usaha Pemerintah, tapi seandainya saya gugur tanamlah jenazah saya di tanah air tercinta’”, tutur Rodiah. Usman dan Harun gugur sebagai Pahlawan Bangsa pada 17 Oktober 1968 di Singapura. Kedua pahlawan Dwikora ini dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional dan pangkat mereka pun dinaikkan satu level secara anumerta plus bintang perhargaan paling tinggi di negeri ini. Keduanya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata secara berdampingan.

MUSEUM USMAN JANATIN

Nah, kini selain diabadikan sebagai nama Taman Kota, sebuah Museum pun berdiri di kompleks rumah keluarganya dengan nama MUSEUM USMAN JANATIN.

Museum Usman Janatin memasang foto-foto, tanda penghargaan, bintang sakti sampai surat-surat yang ditulis olehnya selama di Penjara Changi. “Dia itu memang senang kirim surat. Bahkan dalam kondisi dalam penjara begitu, dia tidak lupa mengirim kabar pada keluarga”, kenangnya. Setelah menunggu cukup lama, museum yang penyelesaiannya dimotori Lanud Wirasaba ini akhirnya diresmikan juga. Dan terhitung sejak 7 Maret 2015, masyarakat umum sudah bias mengunjungi museum Usman Janatin. Tentu saja harapannya adalah kita bisa meneladani sosoknya serta mencontoh semangatnya yang tak kenal aral dalam mempertahankan kehormatan Bangsa & Negara. “Kan nggak ada orang yang “koe tak pateni gelem ora?” Iya to ? Dengan adanya museum ini biar anak-anak sekolah bisa wisata pendidikan. Jangan sampaii anak-anak Purbalingga malah nggak tahu siapa itu Usman Janatin”, katanya.

Monggo deh, dapatkan info lebih lengkapnya lagi dengan mengunjungi museum USMAN JANATIN. Matur nuwun Mbah Rodiah sampun kerso berbagi cerita. 

 Mbah Rodiah (tengah) bersama beberapa pengunjung museum

Lantunkan lagi : “……Jejak-jejak sejarah terus melangkah. Peristiwa adalah anugerah, membawa bekal yang berlimpah. Museumku disana temukan makna masa lalu yang tak lapuk oleh waktu. Menuju peradaban yang maju demi Indonesiaku…….”

Komentar