KLENTENG HOK TEK BIO PURBALINGGA

Nggak berasa, udah nyampe Cap Go Meh aja nih. Klenteng tentu saja masih ramai sampai tanggal 15 Imlek 2566 Kongzili ini berakhir. Jelang Imlek kemarin pun saya menyempatkan diri ke Klenteng Hok Tek Bio di Jalan Sidodadi, Kandang Gampang. Laaammma banget rasanya baru ngeliat tempat ini lagi. Saya sendiri bukanlah penganut Tri Dharma. Saya hanya sering melewatinya ketika berangkat ke SMA dulu. 

Dulu, Klenteng Hok Tek Bio berada tepat di tikungan jalan Sidodadi. Menurut salah seorang sesepuh warga keturunan Tionghoa, Ambing Setiawan, semula Klenteng Purbalingga bernama Klenteng Hok  Tek Cheng Sin (mohon maaf jika salah penulisan nama) sesuai nama Para Suci yang menjadi tuan rumahnya. "Tapi karena nama Para Suci ini tidak semestinyalah jadi nama Klenteng, makanya kami sepakat menggantinya menjadi Hok Tek Bio", ungkapnya di sela-sela aktivitas berdagangnya siang itu. Klenteng ini sudah ada sejak tahun 70'an dan menjadi satu-satunya Tempat Ibadah Tri Darma di Purbalingga.


Kekurang-luwasaan sajalah yang kemudian membawa mereka untuk segera mewujudkan Rumah Ibadah yang lebih longgar dan nyaman. Dan tidak jauh dari lokasi semula, berdirilah TITD Klenteng Hok Tek Bio yang mampu menampung sekitar 100 orang penganut Tri Darma. Pada Imlek sampai Cap Go Meh, Klenteng tentu saja jauh lebih ramai dibanding hari biasa. Selain itu, penjaga Klenteng yaitu Herlambang, pada saat ruwat Bumi pun Klenteng biasanya ramai dikunjungi bahkan oleh penduduk sekitar. "Klenteng itu sebenarnya adalah bagian dari budaya warga keturunan Tionghoa. Klenteng terbuka bagi siapapun yang ingin bersembahyang (berdoa) di tempat ini. Tidak berarti juga harus penganut Tri Dharma. Siapapun, terpenting adalah yang merasa masih keturunan bisa datang ke tempat ini", tandas Ambing. Hal ini menurutnya karena di Klenteng bukanlah tempat untuk menimba pelajaran keagamaan. Klenteng adalah murni tempat untuk sembahyang. "Kalau umat Kong Hu Chu kan biasanya menerima pelajaran keagamaan di MAKIN (sekarang bertempat di lokasi lama Klenteng)", terangnya. Memang diakui olehnya generasi muda keturunan Tionghoa makin sedikit yang masih menjalankan tradisi leluhurnya. Sehingga tak mengherankan jika mereka terbilang jarang atau bahkan belum pernah menginjakkan kaki  ke Klenteng. Hmm, sepertinya masalah yang serupa kita hadapi juga ya ??


Komentar