Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2013

ADA BATIK SBY DI LIMBASARI

Batik. Siapa yang tidak kenal warisan kebudayaan ini. Hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki keanekaragaman batik dengan kekhasannya masing-masing. Entah berapa macamnya. Karena satu kabupaten saja bisa memiliki lebih dari satu corak khas batik. Beberapa waktu lalu, ketika jalan-jalan ke Limbasari saya juga menyempatkan diri mampir ke Galery batik Muning Sari. Ya, batik Limbasari merupakan potensi lokal yang sudah cukup memiliki nama. Meski masih belum bisa disamakan dengan batik Solo atau Pekalongan yang sudah lebih beken, namun pesonanya sudah mampu memikat banyak pihak. Bahkan menurut pengelola galery, Suci Rahayu, ada beberapa perkantoran di ibukota yang menggunakan seragam motif batik Limbasari. Bagi masyarakat Limbasari yang agraris, membatik sudah umum dilakukan dari masa ke masa sebagai profesi sampingan. Dan kini di galery Batik Muning Sari inilah sebagian besar karya adiluhung mereka dititipkan. Ditemui di galery-nya, Suci pun menunjukkan beberapa motif batik kol...

MENGUNJUNGI MAKAM SYECH MACHDUM KUSEN

Bagi masyarakat Rajawana nama Machdum Husen atau Machdum Kusen atau Kayu Puring memegang peranan tersendiri. Ia merupakan putra Nyai Rubiah Bekti dengan Pangeran Atas- Angin. Dengan demikian Machdum Kusen juga masih memiliki garis keturunan dengan Syech Jambu Karang. Dan sama seperti ayah dan kakeknya, Machdum Kusen pun turut menyebar luaskan ajaran Islam di wilayah tersebut. Dalam sejarahnya, Syech Machdum Kusen pernah mengusir pasukan Padjajaran yang ini menguasai Bumi Cahyana. Sejak masa pendahulunya, Pajajaran memang merasa terancam dengan perkembangan Islam yang dilancarkan Syech Jambu Karang dan keturunannya. Dan Machdum Kusen sendiri memiliki andil besar dalam memukul mundur pasukan yang berniat menguasai Cahyana. Dengan pertolongan Allah SWT, Machdum Kusen dapat memanggil ribuan tawon gung hanya dengan bantuan tetabuhan rebana atau terbang para Nyai. Hal inipun menjadikan pasukan lawan mundur karena tidak tahan menghadapi serangan lebah-lebah itu. Merekapun terpaksa pulang k...

JALAN-JALAN KE SEGARA WURUNG

Istilah ayune nggunung sepertinya berlaku juga untuk ayune segara wurung. Bentangan alam pedesaan ijo royo-royo di sebuah lembah ini terlihat luar biasa cantik dari ketinggian. Terletak di dukuh Kepethek desa Sindang kecamatan Mrebet, segara wurung memang tidak banyak dikunjungi. Selain lokasinya yang cukup sulit untuk dijangkau, tempat ini juga memang bukan merupakan salah satu tujuan wisata. Tapi untuk para pecinta pemandangan menawan yang ada sudut-sudut jauh, sepertinya tempat ini sangat sayang untuk dilewatkan. Lalu mengapa desa dibawah sana ini dinamakan segara wurung? Benarkah ini merupakan sisa jaman es ? Wah, saya kejauhan ya mikirnya ? Soalnya banyak temuan cangkang kerang laut, sih. Sayangnya, karena sepanjang jalan tidak ada seorangpun yang berhasil ditemui, alhasil mari cukup mereka-reka dulu dalam hati. ;)

JALAN-JALAN KE SITUS WATU LUMPANG BUARA

CANDI LUMPANG Situs prasejarah yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia banyak meninggalkan temuan-temuan dari batu yang masih berfungsi sebagai sarana pemujaan terhadap arwah leluhur. Begitupun dengan yang ada di Purbalingga. Apalagi ketika kita menyisir jalur pegunungan utara. Mulai dari Ponjen, Dagan, Palumbungan sampai Limbasari bahkan disebut-sebut sebagai kawasan situs perbengkelan terbesar di Asia Tenggara. Nah, kali ini jalan-jalan saya adalah ke salah satu desa di dekat Ponjen. Jika Ponjen dikenal dengan gelang batu-nya, maka di dusun Gampingan desa Buara ini terdapat watu lumpang. Masyarakat luas menyebutnya sebagai "candi watu lumpang", sedangkan daftar inventaris BCB (Benda Cagar Budaya) setempat menyebutnya sebagai situs watu lumpang desa Buara. ALAM NATURAL Jalur termudah untuk meunju desa Buara adalah melalui desa Lumpang Kecamatan Karang Anyar. (notes. Lumpang adalah desa sentra penghasil kipang kacang di Purbalingga). Dengan melewati jalur ini, perj...

JALAN - JALAN KE GOA GENTENG

Goa Genteng. Nama ini sesungguhnya cukup asing bagi masyarakat Purbalingga. Meski beberapa blog pribadi sempat menuliskannya sebagai salah satu tujuan wisata di bhumi Perwira ini. Namun hanya petunjuk berlokasi di Candinata sajalah yang menjadi informasi dari goa hasil lelehan larva ini. Dikarenakan penasaran beberapa waktu yang lalu, Goa Genteng pun menjadi target jalan-jalan kami. Jalan menuju lokasi tidak dapat diblang mudah. Berada di kawasan perbukitan, menjadikan tidak ada kendaraan (bahkan sepeda motor sekalipun) untuk menjangkau lokasi. Team-pun harus berjalan kaki naik turun bukit untuk menemukan keberadaan Goa Genteng ini. Terletak di dusun Karang Jengkol desa Candinata goa ini berjarak sekira 8 km dari pusat kota. Perbukitan di sekitar Goa Genteng sebagian difungsikan sebagai ladang-ladang warga. Sehingga sepanjang perjalanan, beberapa warga yang tengah berladang masih dapat kita temui. Dengan diantar salah seorang warga, team-pun berhasil menuju Goa Genteng. Mulut go...