Langsung ke konten utama

MENGUNJUNGI MAKAM SYECH MACHDUM KUSEN



Bagi masyarakat Rajawana nama Machdum Husen atau Machdum Kusen atau Kayu Puring memegang peranan tersendiri. Ia merupakan putra Nyai Rubiah Bekti dengan Pangeran Atas- Angin. Dengan demikian Machdum Kusen juga masih memiliki garis keturunan dengan Syech Jambu Karang. Dan sama seperti ayah dan kakeknya, Machdum Kusen pun turut menyebar luaskan ajaran Islam di wilayah tersebut.

Dalam sejarahnya, Syech Machdum Kusen pernah mengusir pasukan Padjajaran yang ini menguasai Bumi Cahyana. Sejak masa pendahulunya, Pajajaran memang merasa terancam dengan perkembangan Islam yang dilancarkan Syech Jambu Karang dan keturunannya. Dan Machdum Kusen sendiri memiliki andil besar dalam memukul mundur pasukan yang berniat menguasai Cahyana.

Dengan pertolongan Allah SWT, Machdum Kusen dapat memanggil ribuan tawon gung hanya dengan bantuan tetabuhan rebana atau terbang para Nyai. Hal inipun menjadikan pasukan lawan mundur karena tidak tahan menghadapi serangan lebah-lebah itu. Merekapun terpaksa pulang kembali ke daerah asal. Sungai yang menjadi saksi kembalinya mereka kemudian dinamakan Sungai Mulih dari arti kata kembali dalam bahasa Jawa. Dan kejadian inilah yang kemudian melatar-belakangi munculnya kesenian Braen di Rajawana. 

MAKAM


Makam Machdum Kusen diperkirakan telah mencapai ratusan tahun. Lokasinya terbilang cukup mudah unuk dijangkau. Tidak hanya itu, lokasinya yang berada tepat di tikungan menanjak Rajawana juga semakin mempermudah kita menggapainya. Seperti halnya para tokoh besar, makam inipun terletak di daerah dataran tinggi yang dikelilingi lereng.


Areal makamnya cukup luas serta terdapat pintu gerbang. Dan sebelum menuju cungkup tampak sebuah lingga yang sepertinya juga difugsikan sebagai nisan. 

Menurut juru pelihara makam, Anam Riyanto, lingga diluar ini diduga nisan salah salah pengikut Machdum Kusen. Tidak hanya itu, sebuah patung harimau loreng pun tampak turut menjaga makam ini. Namun yang pasti keberadaan patung tersebut hanyalah sebuah bentuk ekspresi seni dari donatur yang turut mengelola makam ini.


Cungkup makam ini termasuk bangunan baru dan sudah beberapa kali mengalami perombakan. Nisan dan jiratnya terbuat dari batu bata dengan ukuran bata 20 cm x 30 cm x 10 cm.

Makam ini biasanya ramai dikunjungi pada malam Selasa atau Jumat Kliwon. Meski belum seramai makam Wali Songo, namun dalam beberapa tahun terakhir banyak rombongan datang terutama dari Brebes, Pemalang, Cilacap dan Banjarnegara.

Komentar

Banyak Dicari

PUTRI AYU LIMBASARI, SYECH GANDIWASI DAN PATRAWISA

Selalu saja ada yang menarik ketika berkunjung ke Limbasari. Desa ini terletak sekira 15 km dari pusat kota Purbalingga. Terletak di Kecamatan Bobotsari, Limbasari menyimpan banyak kekayaan. Mulai dari potensi temuan peninggalan neolitikum, wisata alam Patrawisa sampai legenda Putri Ayu Limbasari. Nah, untuk melepas lelah sepertinya berwisata akhir pekan ke Patrawisa bisa menjadi pilihan. Terletak di lembah Gunung Tukung dan Gunung Pelana, menjadikan pesona kecantikan alam Patrawisa mampu memikat seseorang untuk datang lagi dan lagi.  Untuk menuju bendungan Patrawisa hanya dibutuhkan waktu sekira 30 menit berjalan kaki sejauh 1,7 km. Ya, Patrawisa adalah bendungan atau dam yang membendung pertempuran Sungai Tuntung Gunung dan Sungai Wlingi. Tidak hanya itu, air terjun mini serta sendang-sendang jernih semakin menyegarkan sesampainya di lokasi. Lalu siapakah Patrawisa sehingga namanya diabadikan untuk tempat indah ini? Patrawisa adalah nama salah seorang cantrik Syech Gandiwas...

NYUWUN AGUNGING PANGAKSAMI

Satu hal yang saya tunggu-tunggu dari Lebaran adalah “SUNGKEMAN”. Yes, selain plong karena (pada akhirnya) mampu juga mengungkapkan segala perasaan bersalah pada orangtua, rasa dag-dig-dug belibet salah ngomong pun pasti menghampiri. Di keluarga inti, usai melaksanakan Sholat Ied, maka sungkeman perlu dilaksanakan sebelum sarapan menu Lebaran & bersilaturahmi ke tetangga. Yang seru adalah kami harus menggunakan bahasa Jawa krama. Yeah. Jadilah sejak semalam sebelumnya kami kerap menghapal terlebih dahulu naskah sungkeman dari masa ke masa. Hahaha. Seperti ini : “Bapak / Ibu’/ Embah, kulo ngaturaken sembah sungkem, sedoyo lepat nyuwun agunging pangapunten”. Hihihi, meski sudah merupakan mantra menahun, namun bagi sebagian keluarga yang (mayoritas) tinggal di luar JaTeng hal ini sangatlah merepotkan. So, mereka akan sungkeman dengan berkata “$#^&**&*&^%^^%^$#....pangapunten”. Wuiih,.. apa ya afdol ? Hehe. Makanya, sangat tidak mengherankan jika setiap Lebaran selain sun...